Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Jemaah Dilarang Bawa Batu Jumrah ke Tanah Air, Ini Alasannya
28 Mei 2024 16:05 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Salah satu wajib haji adalah melontar jumrah. Para jemaah akan mengumpulkan batu kerikil lalu melemparkan ke tiga tiang yang berada di kompleks Jembatan Jumrah, di Mina. Melempar jumrah adalah simbol perlawanan manusia terhadap Iblis.
ADVERTISEMENT
Setelah melaksanakan lontar jumrah, batu kerikil itu masih tersisa dan terkadang ada jemaah yang membawa sisa batu itu ke Tanah Air sebagai kenang-kenangan.
Bagaimana hukumnya?
Para ulama besar memiliki pandangan masing-masing perihal membawa batu jumrah dari tanah Makkah ini.
Konsultan Ibadah Haji, PPIH Arab Saudi KH Miftah Faqih mengatakan sebagian besar ulama yang bermazhab Syafiiyah menyatakan bahwa membawa batu jumrah keluar dari Kota Makkah ini haram hukumnya, apalagi bertujuan untuk mengharapkan keberkahan dan kelancaran rezeki.
Jumhur ulama menganggap fenomena tersebut sebuah perbuatan syirik karena mengharapkan kelancaran rezeki dan keberkahan hanyalah kepada Allah SWT.
“Tidak boleh (bawa pulang batu jumrah),” kata KH Miftah Faqih, di Makkah, Selasa (28/5/2024).
KH Miftah mengatakan, berdasarkan pendapat Imam Syafi’ tidak ada kebaikan dalam mengambil batu dari tanah Haram.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada kebaikan dalam mengeluarkan batu tanah haram dan tanahnya ke (tempat) tanah halal. Karena ia mempunyai kehormatan yang telah nyata ketetapannya dibanding tempat lain. Dan saya berpendapat –wallahu ta’ala a’lam- tidak boleh seorangpun memindahkannya dari tempat yang membuatnya berbedar dari daerah lain, sehingga dia menjadi (tempat) yang sama seperti lainnya." (Al-Umm, 7/155).
Pendapat ini, kata KH Miftah, juga senada dengan yang disampaikan oleh Ibnu Hazm: “Tidak dihalalakan mengeluarkan sedikitpun, baik tanah maupun batu (tanah) haram ke (tempat tanah) halal... dan Atha’ berkata: “Dimakruhkan mengeluarkan tanah haram ke (tanah) halal atau memasukkan tanah halal ke (tanah) haram. Ini adalah pendapat Ibnu Abu Lailah dan lainnya. Sedangkan mengeluarkan air zam zam tidak mengapa, karena kehormatan haram terletak pada tanah, debu dan batunya. Maka tidak diperkenankan menghilangkan kehormatannya. Tidak ada pengharaman dalam (masalah) air (zam zam)." (Al-Muhallah, 7/262-263).
Keempat: Barangsiapa yang sudah mengambil sesuatu dari tanah haram ke luar (tanah) haram, hendaklah dia memohon ampun kepada Allah ta’ala atas perbuatannya. Kemudian dia harus mengembalikan ke tempat haram dimana saja jika (hal itu) memungkinkan. Tidak harus dirinya yang mengembalikannya. Bahkan kalau dia berikan kepada orang yang dia percaya untuk mengembalikannya, hal itu dibolehkan. Kalau yang ini dan itu tidak bisa (dia) lakukan, hendaklah dia taruh di tempat yang suci. Allah Ta’ala berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
ADVERTISEMENT
Dalam kita kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 17/195 disebutkan Mazhab Syafi’i dengan jelas mengharamkan untuk memindahkan tanah dan batu di tanah haram serta apa yang dibuat dari tanahnya –seperti kendi dan lainnya- ke (tanah) halal, maka (jika ada yang memindahkannya) harus dikembalikan ke tanah haram.