Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
30 September datang dan pergi, hantu PKI timbul dan tenggelam. Yang selalu sama dalam beberapa tahun terakhir: ada Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo tiap berembus isu PKI.
Tahun 2021 ini, Gatot melontarkan tudingan lebih “berani”. Ia menyebut TNI telah disusupi PKI. Indikasinya: diorama patung Soeharto-AH Nasution-Sarwo Edhie menghilang dari Museum Dharma Bhakti Kostrad.
Kostrad menanggapi. Mereka dua kali mengeluarkan bantahan. Yang pertama disampaikan oleh Kepala Penerangan Kostrad, Kolonel Inf Haryantana, sebagai berikut:
Kostrad mengklarifikasi adanya pemberitaan dalam diskusi bertajuk “TNI vs PKI” yang digelar Minggu malam (26/9/2021). Dalam diskusi yang digelar secara daring itu, diputar sebuah klip video pendek yang memperlihatkan Museum Dharma Bhakti di Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat di kawasan Gambir, Jakarta Pusat.
Museum itu berada di bekas ruang kerja Panglima Kostrad Mayjen Soeharto ketika peristiwa G30S/PKI terjadi.
Di dalam museum itu, tadinya terdapat diorama yang menggambarkan suasana di pagi hari, 1 Oktober 1965, beberapa jam setelah enam jenderal dan seorang perwira muda TNI AD diculik PKI yang ada di tubuh pasukan pengawal pribadi presiden, Cakrabirawa.
Adegan yang digambarkan adalah saat Mayjen Soeharto menerima laporan dari Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Sementara Menteri/Panglima TNI Angkatan Darat Jenderal AH Nasution yang selamat dari upaya penculikan PKI beberapa jam sebelumnya, duduk tidak jauh dari Soeharto dan Sarwo Edhie.
Dalam ruang kerja Pak Harto, ada patung Pak Harto, Pak Sarwo Edhie, dan Pak Nasution yang menggambarkan saat kritis (setelah penculikan enam Jenderal TNI AD) dan rencana menyelamatkan negara dari pengkhianatan PKI, sekaligus menggambarkan peran utama Panglima Angkatan Darat, Pangkostrad, dan Resimen Parako yang kini menjadi Kopassus.
Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi terkait diskusi bertajuk “TNI vs PKI” yang digelar secara daring tersebut:
Tidak benar Kostrad mempunyai ide untuk membongkar patung Pak Harto, Pak Sarwo Edhie, dan Pak Nasution yang ada dalam ruang kerja Pak Harto di Museum Dharma Bhakti di Markas Kostrad.
Pada hari Senin, 30 Agustus 2021, Panglima Kostrad ke-34 Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution didampingi Kaskostrad dan Irkostrad bersilaturahmi kepada Pangkostrad yang bertujuan meminta pembongkaran patung-patung tersebut.
Pembongkaran patung-patung tersebut atas keinginan Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution, karena pada saat menjabat Pangkostrad (9 Agustus 2011–13 Maret 2012), beliau yang mempunyai ide untuk membuat patung-patung tersebut.
Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution meminta patung-patung yang telah dibuatnya untuk dibongkar demi ketenangan lahir dan batin, sehingga pihak Kostrad mempersilakan.
Tidak benar Kostrad menghilangkan patung sejarah penumpasan G30S/PKI. Pembongkaran patung-patung murni keinginan Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn.
[kumparan menghubungi Azmyn untuk menanyakan dipindah ke mana patung-patung tersebut, apakah disimpan olehnya atau pihak lain, namun Azmyn tak menjawab.]
Tak lama setelah klarifikasi pertama tersebut, Panglima Kostrad Letjen Dudung Abdurachman, memberikan penjelasan susulan sebagai berikut:
Patung tiga tokoh di Museum Darma Bhakti Kostrad, yakni Jenderal TNI AH Nasution (Menko KSAB), Mayjen TNI Soeharto (Panglima Kostrad), dan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD), memang sebelumnya ada di dalam museum tersebut. Patung tersebut dibuat pada masa Panglima Kostrad Letjen TNI AY Nasution (2011-2012).
Kini patung tersebut diambil oleh penggagasnya, Letjen TNI (Purn) AY Nasution, yang meminta izin kepada saya selaku Panglima Kostrad saat ini. Saya hargai alasan pribadi Letjen TNI (Purn) AY Nasution yang merasa berdosa membuat patung-patung tersebut menurut keyakinan agamanya. Jadi, saya tidak bisa menolak permintaan yang bersangkutan.
Jika penarikan tiga patung itu kemudian disimpulkan bahwa kami melupakan peristiwa sejarah pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, itu sama sekali tidak benar. Saya dan Letjen TNI (Purn) AY Nasution mempunyai komitmen yang sama: tidak akan melupakan peristiwa terbunuhnya para jenderal senior TNI AD dan perwira pertama Kapten Pierre Tendean dalam peristiwa itu.
Jadi, tidak benar tudingan bahwa karena patung diorama itu sudah tidak ada, diindikasikan bahwa AD telah disusupi oleh PKI. Itu tudingan yang keji terhadap kami.
Seharusnya Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo selaku senior kami di TNI terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan menanyakan langsung kepada kami. Dalam Islam ini disebut tabayun agar tidak menimbulkan prasangka buruk yang membuat fitnah, dan agar tidak menimbulkan kegaduhan terhadap umat dan bangsa.
Foto-foto peristiwa serta barang-barang milik Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto saat peristiwa 1965 masih tersimpan dengan baik di museum tersebut. Hal ini sebagai pembelajaran agar bangsa ini tidak melupakan peristiwa pemberontakan PKI dan terbunuhnya pimpinan TNI AD serta Kapten Pierre Tendean.
Demikian penjelasan kami agar bisa dipahami dan tidak menimbulkan prasangka buruk terhadap kami sebagai pribadi, institusi Kostrad, maupun institusi TNI AD.
[kumparan menghubungi Letjen Dudung untuk menanyakan kejelasan sejumlah hal, seperti keberadaan patung-patung tersebut saat ini, sumber anggaran pembuatan patung, dan prosedur pemindahan patung, namun Letjen Dudung tak merespons.]
Pada akhirnya: mengapa Gatot Nurmantyo melemparkan tudingan serius kepada institusi yang pernah ia pimpin? Apakah PKI benar-benar akan bangkit? Atau adakah alasan lain di balik berembusnya isu PKI setiap tahun?
Simak liputan khusus “Jenderal kok, Gitu ” dan temukan jawaban Gatot dalam wawancara eksklusif dengan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Langganan kumparan+ untuk menyimak rangkaian kisah lengkapnya.