Jepang Hadapi Wabah Influenza, 90 Ribu Kasus dalam Seminggu

5 Januari 2025 12:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Anak Flu Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Anak Flu Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Jepang menghadapi lonjakan tajam kasus influenza musiman, situasi yang diperburuk oleh meningkatnya kasus penyakit pernapasan di China utara.
ADVERTISEMENT
Staf Ahli Kementerian Kesehatan Indonesia, dr. Ngabila Salama, menyebutkan bahwa Jepang, bersama Hong Kong, telah memperketat pemantauan dan meningkatkan langkah pencegahan, Minggu (5/1).
Dikutip dari Japan Times, data Kementerian Kesehatan Jepang pada 9-15 Desember 2024 mencatat 94.259 kasus influenza.
Dengan demikian, jumlah total kasus yang diperkirakan di seluruh negeri menjadi 718.000, lebih dari dua kali lipat angka yang tercatat minggu sebelumnya.
Lonjakan ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan pekan sebelumnya, dengan Oita dan Fukuoka melampaui ambang batas peringatan epidemi.

Flu Mengancam Sistem Kesehatan Jepang

Wabah influenza tidak hanya berdampak pada masyarakat umum, tapi juga telah menyebar ke lingkungan sekolah, fasilitas perawatan, bahkan Rumah Tangga Kekaisaran.
Putri tunggal Kaisar Naruhito, Putri Aiko, terjangkit flu dan harus absen dari tugas resmi.
Kendaraan yang membawa Putri Aiko, anak tunggal Putra Mahkota Naruhito dan Putri Mahkota Masako, tiba di Istana Kekaisaran di Tokyo pada 30 April 2019. Foto: Kazuhiro Nogi/AFP
Di seluruh negeri, 2.759 sekolah dan institusi terpaksa menutup sebagian atau sepenuhnya aktivitas mereka akibat wabah.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, jumlah pasien rawat inap juga melonjak menjadi 1.316 orang, dengan 58 pasien memerlukan perawatan intensif.
Peningkatan ini memicu kekhawatiran di kalangan pejabat kesehatan Jepang.
“Wabah influenza ini terjadi bersamaan dengan peningkatan kasus COVID-19, yang dapat membebani sistem perawatan kesehatan,” ujar kepala panel influenza di Asosiasi Penyakit Menular Jepang, Tadashi Ishida, kepada NHK.
Ishida mengatakan, jumlah kasus kemungkinan akan mencapai puncaknya setelah liburan Tahun Baru. Namun belum ada data terbaru setelah periode tersebut.
Sebelumnya, pandemi COVID-19 menekan wabah influenza. Namun kini pola infeksi kembali seperti sebelum pandemi.
Baik Ishida maupun Dr. Norio Sugaya dari Rumah Sakit Keiyu Jepang memperkirakan kasus akan mencapai puncaknya pada Januari, sesuai dengan data kementerian dan prefektur saat ini.
Ilustrasi perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Umum Sakura, Jepang. Foto: Carl Court/Getty Images

Langkah Antisipasi Jepang

ADVERTISEMENT
Merespons situasi ini, otoritas kesehatan Jepang mendesak masyarakat untuk memperketat langkah pencegahan:
•    Mencuci tangan secara rutin
•    Menggunakan masker di tempat umum
•    Mempraktikkan etika batuk
•    Melakukan vaksinasi influenza, terutama bagi kelompok rentan
Vaksinasi tetap menjadi cara paling efektif untuk mencegah gejala parah, khususnya bagi anak-anak, lansia, dan individu dengan kondisi medis tertentu.
Kasus influenza di Jepang bertepatan dengan lonjakan penyakit pernapasan (HMPV) di China, yang juga menyebabkan kepadatan di rumah sakit.

Sekilas tentang Human Metapneumovirus

Orang-orang berdiri di samping anak-anak yang duduk di kereta kemah saat mereka menunggu perjalanan di luar rumah sakit anak-anak di Beijing, China, Senin (27/11/2023). Foto: Tingshu Wang/REUTERS
HMPV adalah virus RNA yang ditemukan pada 2001 di Belanda. Virus ini menyerang saluran pernapasan dan dapat menyebabkan gejala seperti batuk, pilek, demam, hingga pneumonia, terutama pada anak-anak, lansia, dan orang dengan kekebalan tubuh lemah.
ADVERTISEMENT
Menurut data, penularan HMPV terjadi melalui kontak langsung, droplet udara, atau permukaan yang terkontaminasi.
Saat ini, belum ada vaksin khusus untuk virus ini, sehingga pencegahan menjadi kunci utama. Langkah seperti mencuci tangan, menggunakan masker, dan menghindari kerumunan dapat membantu menekan penularan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meminta data lebih rinci kepada China.
Hingga kini, otoritas kesehatan setempat menyatakan peningkatan kasus ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk musim dingin dan lemahnya kekebalan tubuh pasca-pandemi.