Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Jimly: Belum Tentu Jokowi Cawe-cawe, Tak Mungkin Presiden Gerilya
27 Februari 2024 1:14 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, mengatakan belum tentu Presiden Jokowi cawe-cawe di Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, dengan hadirnya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024, perhatian semua orang mengarah ke sana.
"Karena pemilu serentak, pilpres dan pilegnya jadi satu, pusat perhatian orang ke Pilpres maka semua kejadian ini yang dipersalahkan pilpresnya, dan pilpresnya ada anaknya presiden, maka semua kasus-kasus di seluruh Indonesia ini di alamatkan gara-gara cawe-cawenya Jokowi, padahal enggak," kata Jimly kepada wartawan di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (26/2).
"Belum tentu karena tidak mungkin secara nasional Presiden akan bergerilya, secara sengaja pula tidak mungkin," sambungnya.
Jimly menilai, semua paslon juga dirugikan dengan adanya isu dugaan kecurangan di Pemilu 2024. Dia lalu menyinggung soal dugaan kecurangan pada pemilu sebelumnya.
ADVERTISEMENT
"Wong ini kejadiannya di lokal-lokal kok, dan semua partai semua paslon dirugikan dalam kasus-kasus tertentu misalnya dulu 2019 di Papua ditemukan ada distrik di mana Prabowo-Hatta dapat 0%," ujarnya.
"Jokowi-JK dapat 100% 1 distrik tapi ada distrik yang lain kebalikan, Jokowi-JK dapat 0% Prabowo-Hatta dapat 100%, jadi kejadian di lapangan itu tidak sistematis tergantung kreativitas lokal cuma begitu ini difoto di video disebar seluruh Indonesia maka image orang Waduh ini seluruh Indonesia gitu," tambahnya.
Soal Pilpres Curang
Jimly mengatakan hak angket bisa dilakukan untuk menemukan dugaan kecurangan di Pilpres 2024. Ia menilai, potensi kecurangan masif bisa jadi ada.
"Tapi saya rasa kalau sekadar untuk menemukan pelanggaran ya banyak sekali, banyak sekali. Nah, cuma masalahnya apakah ini TSM, terstruktur, sistematis, masif? Kalau masif, besar kemungkinan ini masif," kata Jimly.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, untuk membuktikan kecurangan tersebut secara terstruktur dan sistematis, Jimly menilai tidak mudah.
"Tapi apakah dia [kecurangan] sistematis dan terstruktur? Ah, belum tentu. Jadi ini sesuatu yang tidak mudah, ya, tapi ini bukan berarti mau mengecilkan harapan ya, bukan. Tapi sekadar menjelaskan fenomena apa yang terjadi," ucapnya.
Lebih jauh, Jimly menegaskan bahwa peradilan di MK tidak boleh dipandang buruk. Pasalnya banyak juga perkara di MK yang telah diputuskan.
"Jadi kalau dibilang bahwa peradilan di MK itu tidak bisa diharapkan, jangan begitu juga, sebab banyak juga ada yang sudah dimenangkan jadi kalah, yang dikalahkan jadi menang, itu kewenangan MK," imbuh Jimly.