Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Niat pemerintah pindah ibu kota , yang salah satunya karena alasan ketidaklayakan Jakarta, dinilai salah kaprah oleh sejarawan JJ Rizal. Ia menganggap pemerintah tak memiliki niat baik mengelola Jakarta dan mempertahankannya.
ADVERTISEMENT
“Artinya kita mesti me-review apa yang dimaksud tidak layak itu? Setidak layak apa? Apa masih mungkin diselamatkan? Jangan-jangan lebih murah menyelamatkan Jakarta daripada pindah ibu kota,” ujarnya di Depok, Jawa Barat, Jumat (3/5).
Dulu pada 1962, ujar Rizal, Presiden Sukarno pernah mengucap keinginan memindahkan ibu kota. Ada banyak kota yang lalu diusulkan menjadi kandidat, seperti Magelang, Malang, dan Palangka Raya. Tapi pada 1964, Bung Karno menegaskan ibu kota adalah Jakarta.
Menurut Rizal, seharusnya pemerintah menyusun langkah membenahi Jakarta ketimbang memindahkan ibu kota.
Berikut perbincangan kumparan dengan JJ Rizal di Komunitas Bambu, Depok, Jumat (3/5).
Apa pendapat Anda soal rencana pemerintah memindah ibu kota?
Saya tidak setujunya karena pemerintah itu menggampangkan. Jangan cuma, ya kita harus pindah ibu kota. Apa alasannya?
ADVERTISEMENT
Jadi menurut saya, Pak Jokowi ini serius tapi tidak serius dalam menyiapkan seluruh daya dukung riset, penelitian tentang gimana cara kita pindah ibu kota. Raison d’etre-nya paling kuat apa, dan apa yang kita lakukan.
Ini menurut saya sindrom Thanos dengan menjentikkan jari seolah-olah semua selesai. Pindah ibu kota, selesai. Enggak selesai. Mungkin masalah baru muncul.
Artinya kita mesti me-review ulang apa yang dimaksud (Jakarta) tidak layak itu tadi. Setidak layak apa? Apa masih mungkin diselamatkan? Jangan-jangan lebih murah menyelamatkan Jakarta daripada pindah ibu kota.
ADVERTISEMENT
Persoalan besarnya adalah: kenapa pilihannya tuh sudah dipatok harus pindah ibu kota, tidak diberikan alternatif yang lain?
Jadi harusnya Pak Jokowi membuka diskusi seluas-luasnya untuk menyelesaikan dan melihat persoalan yang dianggap harus pindah ibu kota ini. Sebenarnya sesuai nggak sih persoalan ini dengan keputusan untuk pindah ibu kota?
Menurut Anda, Jakarta masih layak atau tidak memegang predikat sebagai ibu kota negara?
Jakarta bukan tidak layak. Tetap Jakarta dibuat tidak layak karena kita menyia-nyiakan kesempatan dan waktu yang ada untuk memulihkan Jakarta.
Contoh kota yang daya dukungnya bermasalah itu banyak. Salah satunya Tokyo. Tokyo mengalami land subsidence atau penurunan permukaan tanah itu sama parahnya bahkan lebih parah dari kita. Tapi keputusan dia tidak pindah ibu kota.
Keputusan dia (pemerintah Jepang) adalah memulihkan Tokyo. Dengan cara apa? Membuat audit besar-besaran secara ekologis. Misalnya, menghentikan sama sekali penyedotan air tanah yang menyebabkan land subsidence.
ADVERTISEMENT
Kedua, melakukan moratorium bangunan-bangunan infrastruktur raksasa yang menjadi beban, sehingga penurunan permukaan tanah bertambah parah.
Jakarta kan tidak pernah melakukan itu. Ini problemnya. Artinya kita mengabaikan kesempatan-kesempatan untuk memulihkan, tapi memilih jalan pindah.
Dan harus diingat, pindah ibu kota itu tidak ada dalam janji Pak Jokowi dalam kampanye politik dia. Janjinya adalah kalau jadi presiden, dia akan lebih mudah menyelesaikan banjir dan macet di Jakarta.
Lagi pula, Pak Jokowi secara tidak langsung itu sudah melakukan perbaikan banjir kendaraan. Sistem transportasi sedang diperbaiki. Dan ada keputusan dari dia untuk membuat sistem transportasi bersama Jabodetabek. Dan itu diserahkan kepada Mas Anies (Baswedan, Gubernur DKI Jakarta) pengurusannya. Kenapa dia tidak melakukan upaya yang sama untuk penyelesaian janji banjir air?
Awal mula wacana pemindahan ibu kota seperti apa, sih?
ADVERTISEMENT
Sejak Indonesia merdeka, sudah ada polemik tentang tempat mana yang kita pilih sebagai ibu kota. Polemik tuh terus berlangsung, banyak tempat diajukan. Tahun 1962 dalam perayaan hari ulang tahun Jakarta, Sukarno bilang ada usulan pemindahan ibu kota ke Magelang, Malang, dan lain-lain.
Namun pada tahun 1964, Bung Karno menegaskan kembali, Jakartalah pilihan dia. Dan tidak pernah ada polemik lagi setelah itu, dan dia enggak pernah bayangkan untuk pindah ibu kota.
Apa sebenarnya visi Sukarno tentang Jakarta?
Dia membayangkan Jakarta itu akan membesar, mulai dari Purwakarta. Jadi Jakarta akan menjadi cermin Indonesia—Purwakarta dari pegunungan, turun melembah ke Puncak, terus menyawah.
ADVERTISEMENT
Menyawah ini penting karena sebagai ibu kota harus punya lumbung pangan. Kemudian mendarat ke kawasan ibu kota, ditutup dengan pantai di Teluk Jakarta, dan melaut. Karena kawasan terbesar Jakarta itu bukan darat, tapi laut. Sukarno mengingatkan itu.
Jadi inilah Indonesia, bayangan Bung Karno. Syaratnya, dia harus secara lanskap itu mewakili Indonesia, bayangan Indonesia.
Dan nasionalisme Indonesia itu lahir di mana? Di Jakarta, di kota Batavia, bukan di tempat yang lain. Bukan di Palangka Raya, bukan di Payakumbuh, bukan di Kudus, tapi di Jakarta.
Proklamasi kita pertama, gerakan nasional kita yang pertama, yang kemudian dikenal sebagai hari kebangkitan nasional itu awal mulanya di Jakarta. Proklamasi kita pertama sebagai bangsa, Kongres Pemuda, itu di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Jadi wawasan kebangsaan ini penting, dan Jakarta punya semua ikon simbolik historis itu.
Sepenting itu?
Ibu kota itu, terlebih ibu kota pemerintahan, aspek simbolik itu menjadi sangat penting, karena dia wajah negara di dunia Internasional.
Ketika ibu kota pemerintahan dipindahkan, maka yang dipesankan oleh Bung Karno sebagai wawasan kebangsaan ini juga akan tercabut, dan kita tidak punya lagi.
Itu hal yang sangat penting, dan keunikan di dalam proses sejarah kita sebagai Indonesia, dan pemilihan Jakarta sebagai ibu kota.
Identitas Indonesia salah satunya yang terpenting karena dia antitesis dari kolonialisme, dan nasionalisme itulah yang melahirkan Indonesia. Persoalan besarnya itu peristiwa sejarahnya banyak terjadi di Jakarta.
Di sisi lain, ada alasan pemerataan ekonomi di balik rencana pemindahan ibu kota.
ADVERTISEMENT
Kalau alasannya untuk menumbuhkan ekonomi, artinya Pak Jokowi secara tidak langsung mengakui dia gagal mewujudkan janji kampanye. Karena lima tahun lalu proyek yang dia kampanyekan membangun 25 kawasan ekonomi khusus, 10 destinasi wisata tingkat internasional.
Jadi harusnya itu dong (yang dilakukan). Jadi lu enggak bisa pakai alasan ini untuk menghidupkan ekonomi yang tersentral di Jawa. Alasan itu enggak tepat.
Apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan Jakarta?
ADVERTISEMENT
Kita enggak bisa perbaiki Jakarta kalau tidak perbaiki kawasan-kawasan sekitar Jakarta. Tetapi apa kawasan sekitar Jakarta mendapat perhatian dengan persoalan-persoalan mereka? Enggak. Diomelin, disalahin kalau banjir, iya. Dasar orang Depok! Dasar orang Bogor!
Fair enggak? Jakarta itu APBD-nya sekitar Rp 70 triliun. Depok berapa? Sekitar Rp 2,5 triliun per tahun. Apa dia bisa perbaiki dengan Rp 2,5 triliun aset besar dia yang bisa jadi retensi (penyimpanan) air? Bayangkan 31 setu, tapi dari 31 itu yang beres hanya 21. Dan 50 persen dari 21 itu mengalami pencemaran, penyusutan, penyerobotan. Padahal, harusnya itu bisa dipakai untuk retensi air.
Jadi, Presiden harus memperbaiki hubungan wali kota dan gubernur Jakarta dengan kepala daerah di sekitar Jakarta. Lalu membuat satu badan koordinasi untuk mengevaluasi seluruh bangunan Jakarta. Panggil seluruh wali kota. Diskusikan distribusi anggaran.
ADVERTISEMENT
Semua itu harus dapat bekerja di bawah otoritas yang fokus untuk Jakarta Raya. Buat rencana aksi yang pendek dan panjang, basisnya riset. Bongkar semua arsip riset tentang masalah, solusi persoalan-persoalan besar Jakarta.
Lalu, lakukan audit terhadap peruntukan lahan. Koefisien ruang hijau bagaimana? Resapan bagaimana? Periksa perizinan. Kemudian, tidak boleh lagi ada pembangunan yang bakal menimbulkan urbanisasi. Tidak bangun hotel, mal, dan semua infrastruktur raksasa yang membuat ruang semakin mendapat beban.
Setop barrier politik antara Gubernur DKI Jakarta dengan Presiden. Ulang masa Sukarno. kerja sama antara Sukarno dengan (Gubernur Jakarta) Soemarno (Sosroatmodjo), Sukarno dengan Henk Ngantung, Sukarno dengan Ali Sadikin walau sebentar. Harus mesra. Politik harus diabaikan, karena ini urusan wajah Indonesia yang harus diselamatkan.
ADVERTISEMENT