Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
JK: BLBI Bermula di Era Soeharto, Lanjut ke Habibie, Gus Dur, Megawati
2 Mei 2017 17:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) berakar pada krisis moneter yang terjadi saat era kepemimpinan Presiden Soeharto, tahun 1998. "(ini) Dimulai dari (Era) Pak Harto," kata Kalla di kantor wakil presiden, Selasa (2/5).
ADVERTISEMENT
Kalla menanggapi pemeriksaan Rizal Ramli, mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, oleh penyidik KPK, Selasa (2/5). "Dia (Rizal) jadi Menko di tahun Gus Dur, padahal ini (BLBI) terjadi di tahun pemerintahan Pak Habibie, Gus Dur, Mega (Megawati)," kata Kalla. "Tapi itu semua hanya membikin kebijakannya saja saat itu."
Kasus BLBI, menurut Kalla, berawal dari blanket guarantee yang dikeluarkan BI. Itu istilah yang merujuk ke sebuah instrumen tindakan darurat yang biasanya diterapkan ketika terjadi krisis sistemik di sektor perbankan. Tujuannya adalah untuk meredakan pelarian simpanan dan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.
ADVERTISEMENT
Ketika krisis 1998, BI menggunakan skema blanket guarantee untuk menyelamatkan bank-bank yang terkena dampak krisis moneter.
Namun, instrumen tersebut mengalami kebocoran luar biasa. "Akibat blanket guarantee itu, dan sekarang kita tanggung semuanya," kata Kalla.
Kasus BLBI kembali mencuat setelah KPK menetapkan Syafruddin Arsjad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, sebagai tersangka kasus BLBI. Safrudin diduga korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim, obligor BLBI Bank BDNI.
Sehari setelah KPK mengumumkan status tersangka Syafruddin, pada Rabu (26/4), Presiden Joko Widodo menyatakan kasus BLBI tidak bisa langsung dihubungkan dengan Megawati, kendati Megawati lah yang menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Inpres itu menjadi dasar penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL).
ADVERTISEMENT
Menurut Kalla, pernyataan Jokowi itu sudah benar: Aturan berbeda dengan pelaksanaan. "Yang salah bukan pengaturannya, tapi pelaksanaannya," ujar dia.
Sehingga menurut Kalla, yang bertanggung jawab adalah pelaksananya. "Siapa itu yang melaksanakan, aturan-aturan clear and clean itu, atau release and charge itu. Dan itu masalahnya karena release and charge. Orang itu dianggap selesai, dikeluarkan dari daftar. Padahal, dia belum lunas. Kalau sudah bayar, ya diputihkan," kata Kalla.