Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
JK soal Salat Jumat 2 Gelombang: Kalau Darurat Boleh, Sesuai Fatwa MUI DKI 2001
2 Juni 2020 17:04 WIB
ADVERTISEMENT
Dewan Masjid Indonesia atau DMI mengeluarkan surat edaran terkait pembukaan masjid. Salah satunya soal opsi Salat Jumat yang diselenggarakan 2 gelombang saat corona .
ADVERTISEMENT
Ketua Umum DMI Jusuf Kalla memberikan penjelasan. Menurutnya opsi pelaksanaan Salat Jumat lebih dari 1 kali itu mengacu pada Fatwa MUI DKI tahun 2001.
"Salat jumat kalau penuh begini, karena ketentuan jaga jarak, minimum 1 meter, berarti daya tampung masjid itu hanya maksimal (40) persen daripada kapasitas biasa. Akibatnya banyak jemaah tak tertampung, bisa tak Salat Jumat," kata Jusuf Kalla di Markas Pusat PMI, Jakarta, Selasa (2/6).
"Karena itu kita anjurkan untuk Salat Jumat 2 kali, 2 gelombang, 2 shift. Itu bisa sesuai dengan Fatwa MUI DKI tahun 2001," jelas dia.
Opsi Salat Jumat dua gelombang tersebut memang sempat dikomentari Sekjen MUI Anwar Abbas. Dia menyebut pelaksanaan Salat Jumat dua gelombang tidak sah, jika mengacu pada fatwa MUI Nomor 5/MUNAS VI/MUI/2000, tentang Pelaksanaan Salat Jumat Dua Gelombang.
ADVERTISEMENT
Jusuf Kalla menjelaskan, DMI berpatokan pada Fatwa MUI DKI Jakarta yang dikeluarkan tahun 2001.
"Memang ada 2 fatwa, kalau MUI pusat itu kalau (untuk) industri. Kalau ini kalau kekurangan tempat. Boleh," kata dia.
Pertimbangan salat dua gelombang tersebut juga mengacu pada kapasitas masjid untuk para jemaah yang menjaga jarak.
"Membeludak pun tak akan muat. Karena dulu juga membeludak tapi rapat sekarang jaraknya 1 meter, berarti sisa 40 persen. Kalau jaraknya 1,5 meter itu sisa 25 persen bisa tertampung," kata Jusuf Kalla.
"Jadi tak ada cara lain harus 2 kali atau malah 3 kali. kalau memang tidak bisa memuat, sehingga mesti 2 shift silakan 2 shift. Ada fatwa MUI DKI tahun 2001, ada fatwa MUI (lainnya) tapi itu alasannya lain, permintaannya dari industri, jadi bersifat permanen. Ini hanya bersifat darurat, kalau darurat boleh," katanya.
ADVERTISEMENT
Berikut Fatwa MUI DKI yang dijadikan acuan DMI:
Bismillahirrahmanirrahim
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta, dalam rapatnya pada tanggal 24 Rabi’Al-Tsani 1422 H, bertepatan dengan tanggal 16 Juli 2001 M, yang membahas tentang Hukum Melaksanakan Shalat Jum’at Dua Kali dalam Satu Masjid (Tempat) karena terbatas kapasitasnya untuk menampung jamaah shalat Jum’at atau karena alasan lain, setelah:
Menimbang:
Bahwa shalat Jum’at merupakan salah satu kewajiban agama Islam atas orang-orang pria yang beriman (mukmin), dewasa (baligh), merdeka, sehat jasmani dan ruhani, serta tidak sedang bepergian jauh (musafir). Oleh karena itu, orang-orang yang berkewajiban melaksanakan shalat Jum’at tidak boleh meninggalkannya.
Bahwa agar shalat Jum’at dapat dilaksanakan dengan sempurna, maka Allah SWT memerintahkan orang-orang yang beriman meninggalkan segala bentuk perdagangan atau pekerjaan lain yang dapat menghalang-halangi atau mengganggu pelaksanaan ibadah shalat Jum’at.
ADVERTISEMENT
Bahwa salah satu tujuan dilaksanakannya ibadah shalat Jum’at secara berjamaah adalah untuk menghimpun umat Islam dalam satu tempat sehingga dapat melaksanakan ibadah dengan khusyu’, menciptakan syiar Islam, memperkuat ukhuwah islamiyah, memperkokoh persatuan dan kesatuan umat serta menumbuhkembangkan ruh at-ta’awun karena merasa sama-sama menjadi hamba Allah yang beribadah dan mengabdi kepada-Nya.
Bahwa untuk mewujudkan tujuan di atas, maka pada masa Rasulullah SWT shalat Jum’at hanya dilaksanakan dalam satu masjid. Kemudian sejalan dengan meningkatnya jumlah pemeluk agama Islam sehingga tidak dapat ditampung dalam satu masjid, maka shalat Jum’at dilaksanakan dalam beberapa masjid sesuai dengan kebutuhan.
Mengingat:
Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia (PD/PRT MUI)
Pokok-Pokok Program Kerja MUI Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000 – 2005
ADVERTISEMENT
Pedoman Penetapan Fatwa MUI
Memperhatikan:
Saran dan pendapat para ulama peserta rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 24 Rabi’Al-Tsani 1422 H, bertepatan dengan tanggal 16 Juli 2001 M, yang membahas tentang Hukum Melaksanakan Shalat Jum’at Dua Kali dalam Satu Masjid (Tempat) karena terbatas kapasitasnya untuk menampung jamaah shalat Jum’at atau karena alasan lain.
Memutuskan:
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon ridha-Nya memfatwakan sebagai berikut:
Shalat Jum’at wajib dilaksanakan oleh seluruh umat Islam yang berkewajiban melaksanakannya satu kali dalam satu minggu; yakni pada hari Jum’at yang waktunya sama dengan waktu shalat Dz Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam surat al-Jumu’ah, ayat 9:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٩)
ADVERTISEMENT
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. [QS. Al-Jumu’ah,(62):9]
Demikian juga sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Abu Dawuddari Thariq ibn Syihab:[1] “Shalat Jum’at adalah suatu kewajiban atas setiap orang Islam yang harus dilaksanakan secara berjamaah, kecuali atas empat orang; hamba sahaya, wanita, anak kecil dan orang yang sedangsakit”. Demikianjuga sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah, sebagai berikut:[2] “Hendaklah kaum muslimin (umat Islam) menghentikan kebiasaan mereka meninggalkan shalatJum’at, atau Allah akan menutup pintu hati mereka sehingga mereka termasuk orang-orang yang lupa (kepada Allah SWT)”. Demikian juga sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, dari sahabat Abu al-Ja’ad, sebagaiberikut:[3] “Barangsiapa meninggalkan tiga kali shalat Jum’at karena meremehkannya, maka Allah SWT akan menutup pintu hatinya”.
ADVERTISEMENT
Jika memungkinkan, shalat Jum’at hanya dilaksanakan satu kali dalam satu masjid di setiap kota atau desa. Hal ini dimaksudkan untuk menghimpun umat Islam dalam satu tempat sehingga dapat melaksanakan shalat dengan khusyu’, menciptakan syiar Islam, memperkuat ukhuwah Islamiyyah, memperkokoh persatuan dan kesatuan umat serta menumbuhkembangkan ruh at-ta’awun karena merasa sama-sama menjadi hamba Allah yang beribadah dan mengabdi kepada-Nya.
Jika tidak memungkinkan karena ada hajat (kebutuhan) seperti luasnya wilayah kota atau desa, sulitnya menghimpun umat Islam dalam satu masjid, sulitnya mempertemukan dua kelompok umat Islam yang saling bermusuhan, banyaknya jumlah jamaah Jum’at sehingga tidak dapat ditampung dalam satu masjid, jauhnya jarak antara satu wilayah pemukiman umat Islam dengan pemukinan yang lain dan sebagainya, maka shalat Jum’at dapat dilaksanakan di beberapa masjid atau bangunan sesuai dengan kebutuhan (hajat).
ADVERTISEMENT
Jika kaum muslimin yang berkewajiban melaksanakan shalat Jum’at tidak dapat melaksanakannya dalam waktu bersamaan karena tugas-tugas penting yang tidak dapat ditinggalkan dan harus bergantian, maka shalat Jum’at boleh dilaksanakan dua shift, dengan syarat, waktu pelaksanaan dua shift shalat Jum’at tersebut masih dalam batas waktu Dzuhur. Semua pelaksanaan shalat Jum’at tersebut dinilai sah sehingga tidak perlu dilakukan I’adah shalat Dzuhur. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut:
Para imam madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali) telah sepakat, bahwa shalat Jum’at tidak boleh dilaksanakan beberapa kali (ta’addud al-jumu’ah) di beberapa masjid atau bangunan lain dalam satu kota atau desa, kecuali karena ada hajat (kebutuhan) seperti luasnya wilayah kota atau desa, sulitnya menghimpun umat Islam dalam satu masjid, sulitnya mempertemukan dua kelompok umat Islam yang saling bermusuhan, banyaknya jumlah jamaah Jum’at sehingga tidak dapat ditampung dalam satu masjid, jauhnya jarak antara satu wilayah pemukiman umat Islam dengan pemukinan yang lain dan sebagainya.[4]
ADVERTISEMENT
Bahwa salah satu prinsip dasar disyariatkannya ajaran Islam adalah “tidak mempersulit manusia”
Qaidah Ushuliyah yang menyatakan:
اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ
“Kesulitan mendorong pencarian kemudahan”.
Jakarta, 24Rabi’al-Awwal 1422H.
16 Juli 2001M.
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DKI JAKARTA
Ketua,
ttd
Prof. KH. Irfan Zidny, MA
Sekretaris,
ttd
KH. Drs. M. Hamdan Rasyid, MA
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.