JK Ungkap Cara Mendamaikan Konflik di Indonesia

25 April 2024 20:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla memberikan paparan mengenai konflik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kamis (25/4).  Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla memberikan paparan mengenai konflik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kamis (25/4). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengungkapkan caranya untuk mendamaikan sebuah konflik yang sempat terjadi di Indonesia. JK pernah terlibat mendamaikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah RI.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikannya pada Kuliah Umum bertajuk 'Dialog Perdamaian: Jusuf Kalla dan Usaha Mengakhiri Konflik' di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Kamis (25/4).
"Nah, kalau ingin mendamaikan, pengalaman saya, ialah pertama mempelajari masalahnya. Di sini letak selalu kesalahan orang," ujar JK dalam Kuliah Umum bertajuk 'Dialog Perdamaian: Jusuf Kalla dan Usaha Mengakhiri Konflik' di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Kamis (25/4).
Ia mencontohkan pada konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh, pemerintah salah memahami masalah yang dialami oleh GAM.
"Waktu pemerintah ingin berunding pertama dengan Aceh di Jenewa selalu berpikir Aceh itu minta (kedaulatan negara) secara Islam. Iya memang ulama-ulama itu minta, tapi GAM itu sebenarnya tidak. Masalah dia masalah ekonomi," ucap JK.
ADVERTISEMENT
"Kenapa Aceh kaya tapi rakyatnya terbelakang. Itu inti perang itu, bukan secara Islam. Inti perangnya di situ. Jadi kita harus pelajari masalahnya," tambahnya.
Kemudian ia juga menceritakan saat menangani konflik di Ambon. Ia mempelajari sejarah, kebudayaan, hingga cara orang Ambon berpikir. Ia pun membutuhkan waktu 1 minggu untuk dapat mempelajari hal tersebut.
"Itu yang pertama anda pelajari, bawa anda seperti orang Maluku, bawa anda seperti (orang) Poso, anda bawa diri kita seperti orang Aceh. Jangan anda berpikir seolah Jakarta. Anda merasakan tentunya kenapa mereka ini marah," tuturnya.
Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kamis (25/4). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
Kemudian, langkah selanjutnya menurut JK adalah mengenali siapa lawan bicaranya. Ia juga bercerita meminta laporan kepada intelijen siapa saja pemimpin dari kedua belah pihak yang berkonflik.
ADVERTISEMENT
Ia juga meminta stafnya untuk meneliti lebih lanjut siapa pimpinan dari pihak yang berkonflik.
"Akhirnya saya minta staf saya, dr. Farid Husein. Dia dokter tapi dia staf saya, dia lobi paling berani masuk hutan. 'Farid kau cari tahu siapa pimpinan semua yang perang ini'. Ternyata berbeda laporannya dengan intelijen," imbuh dia.
Dari laporan tersebut, JK mengenali siapa pimpinan tersebut dan bagaimana cara berpikirnya.
Kemudian JK mulai mendekati pihak-pihak yang berkonflik. Ia pun memahami bagaimana cara berpikir dari pihak-pihak yang berkonflik hingga sebab terjadinya konflik.
"Sebabnya ternyata keadilan tetapi merembet ke agama agar semua orang ikut. Baru kita cari, bikin 'oh solusinya begini'," jelas JK.
Setelahnya, baru dilakukan perundingan antar pihak-pihak yang berkonflik. JK mengatakan, setelah dirundingkan untuk damai maka masalah selanjutnya ada siapa yang mempunyai senjata.
ADVERTISEMENT
"Aceh kita tahu perjuangannya ingin sejahtera, jadi oke. Kita alihkan perjuangan senjata ke perjuangan politik. Sama di Ambon sama. Jadi oke kita damai, syarat pertama senjata kumpul, baik senjata yang original maupun yang buatan sendiri," ungkap JK.
"Kalau di Aceh bakar, kita buat upacara bakar senjata ini, potong senjata ini di muka umum. Siapa yang bersenjata itu lawan semua pihak. Karena kalau tidak senjata boleh kumpul pidato macam-macam silakan saja, tidak berbahaya. Berbahaya itu anda pidato kemudian ada senjata. Jadi intinya siapa yang pegang senjata," kata JK.
Tahap selanjutnya adalah sosialisasi dengan semua masyarakat hingga tahap terakhir adalah rekonsiliasi dan rehabilitasi.
"Kemudian sosialisasi semua masyarakat ikut, ini makan tempo juga ini. Kan masih ada masyarakat yang terbuai dan ada yang di luar. Setelah ini baru masuk pada tahap rekonsiliasi dan rehabilitasi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT