Joe Biden: Jaring Kebohongan Trump soal Pilpres 2020 Ancam Demokrasi AS

7 Januari 2022 3:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden AS Joe Biden memberikan pidato peringatan kerusuhan pendukung Trump di US Capitol, Washington, DC. Foto: Greg Nash/Pool via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Presiden AS Joe Biden memberikan pidato peringatan kerusuhan pendukung Trump di US Capitol, Washington, DC. Foto: Greg Nash/Pool via REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam pidato satu tahun peringatan kerusuhan di Capitol AS, Presiden Joe Biden menuding eks Presiden Donald Trump menyebarkan kebohongan untuk merusak demokrasi AS.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, dalam pidato 25 menit di Statuary Hall Capitol AS, Biden tidak sama sekali menyebut nama Trump. Ia hanya menggunakan istilah “eks Presiden”.
“Seorang eks Presiden Amerika Serikat telah menciptakan dan menyebarkan jaring-jaring kebohongan soal Pemilu 2020. Ia melakukannya karena ia lebih menghargai kuasa ketimbang prinsip. Ia tidak bisa menerima bahwa ia kalah,” ujar Biden pada Kamis (6/1).
Ini mungkin menjadi colekan terkeras Biden kepada pendahulunya itu selama hampir satu tahun masa jabatannya.
Dalam setahun ini, Biden lebih berfokus pada mengejar agenda-agendanya ketimbang menyinggung Trump.
Suasana ketika para pendukung Presiden AS Donald Trump berkumpul di luar, di Washington, Amerika Serikat. Foto: Stephanie Keith/Reuters
“Saya tidak akan mengizinkan siapa pun mengancam leher demokrasi dengan sebilah belati. Saya akan mengambil sikap. Saya akan membela negara ini,” tegas Biden.
ADVERTISEMENT
Biden turut menegaskan bahwa patriotisme yang sejati adalah menerima kekalahan.
“Anda tidak bisa hanya mencintai negara ketika Anda menang. Anda tidak bisa hanya mematuhi hukum ketika Anda merasa nyaman. Anda tidak bisa menjadi patriot saat Anda mendukung dan mengizinkan adanya kebohongan,” tegas Biden.
Trump kalah dari Biden pada Pilpres AS 2020 dan menolak menerima hasil akhir dari pemilihan tersebut. Biden saat itu unggul dari Trump dengan selisih 7 juta suara di penjuru Amerika Serikat.
Trump pun menekan para politikus Partai Republik untuk membalikkan hasil Pilpres, namun gagal.
Ia juga menuduh adanya kecurangan dalam Pilpres bulan November itu. Padahal, penelitian menunjukkan, kecurangan sangat jarang terjadi di Pemilu AS.
Pendukung Presiden AS Donald Trump berkumpul di depan Gedung Capitol AS di Washington, Amerika Serikat. Foto: Stephanie Keith/Reuters
Politikus Partai Demokrat, sejumlah politikus Republik, dan banyak ahli independen mengatakan, akibat penolakan tak berujung Trump ini, ke depannya perpindahan kekuasaan di AS akan sulit dilakukan secara damai.
ADVERTISEMENT
Terlebih saat selisih suara antar Capres lebih kecil ketimbang selisih antara Biden dan Trump pada 2020 lalu.
Trump kemudian mendorong para pendukungnya untuk merusuh di Washington DC. Pada 20 Desember 2020 lalu, Trump mengunggah cuitan soal kecurangan dan permintaan agar pendukungnya bergerak ke ibu kota Washington DC.
"Secara statistik tidak mungkin kita kalah pada pemilu 2020. Protes besar di DC 6 Januari, datang dan menggila!" kata Trump lewat cuitan 20 Desember lalu.
Presiden AS Joe Biden memberikan pidato peringatan kerusuhan pendukung Trump di US Capitol, Washington, DC. Foto: Greg Nash/Pool via REUTERS
Kerusuhan yang terjadi di Capitol AS pada 6 Januari 2021 lalu menyebabkan setidaknya empat orang tewas dan 140 petugas kepolisian luka-luka.
Jaksa penuntut di AS akhirnya menjatuhkan dakwaan pidana terhadap 725 orang yang terkait dengan kerusuhan.
Joe Biden, dalam pidatonya, mengatakan ketika kerusuhan pecah di Capitol, Trump malah "duduk di ruang makan pribadi di Kantor Oval Gedung Putih, menyaksikan segalanya terjadi lewat televisi, dan tidak melakukan apa-apa selama berjam-jam".
ADVERTISEMENT
Donald Trump merespons pidato Biden di Capitol ini dengan kembali mengutarakan klaim adanya kecurangan pada Pilpres. Selain itu, ia juga menuduh Biden mencoba memecah belah Amerika Serikat.