Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Johanis Tanak Tuai Kritik: saat APH Lain Adopsi OTT, KPK Malah Tinggalkan
20 November 2024 15:39 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang saat ini mencalonkan diri menjadi calon pimpinan KPK periode 2024-2029 banyak dikritik soal sikapnya terkait OTT. Tanak, saat fit and proper test di Komisi III DPR RI, menyatakan jika terpilih menjadi Ketua KPK akan 'close' OTT karena tidak sesuai dengan KUHAP.
ADVERTISEMENT
Menurut Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, pernyataan Tanak ini memang tidaklah mengejutkan apabila melihat bagaimana kondisi KPK selama dipimpin olehnya.
"Hal tersebut dihubungkan dengan berbagai catatan potensi etik yang pernah ada selama kepemimpinan di KPK. Pada sisi kinerja, minimnya prestasi KPK dalam pengungkapan kasus korupsi menjadi cerminan justifikasi JT (Johanis Tanak) untuk membenarkan apa yang dilakukan selama di KPK," kata Lakso kepada wartawan, Rabu (20/11).
Bahkan, yang cukup mengkhawatirkan, pernyataan Tanak itu keluar saat penegak hukum lain mulai menerapkan OTT.
"Kejaksaan Agung mulai mengadopsi pendekatan OTT (red handed) pada berbagai kasus yang memang dikenal dalam praktik pemberantasan kejahatan pada skala internasional," kata Lakso.
"Suatu kejanggalan ketika praktik tersebut diterapkan dan diadopsi penegak hukum lain, malah KPK meninggalkannya. Padahal OTT adalah pintu masuk membongkar kejahatan yang lebih serius," sambungnya.
Kemudian, Lakso menilai momen ini merupakan pembuktian bagi DPR dan Presiden, apakah akan mengulangi kesalahan yang sama seperti saat memilih Pimpinan Jilid V atau tidak.
ADVERTISEMENT
"Kami teringat bagaimana statement-statement kontroversial Firli Bahuri dikeluarkan pada uji publik di DPR lima tahun lalu yang ternyata terbukti membawa kehancuran pemberantasan korupsi pasca-terpilih menjadi pimpinan KPK," ucap Lakso.
"Kalau DPR melakukan hal yang sama maka bukanlah kejutan bagi publik. Akan tetapi, apabila ternyata DPR merealisasikan janji perubahan KPK maka itu adalah legacy pemerintahan baru Indonesia," sambungnya.
Pernyataan Tanak Berbahaya
Mantan Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap juga menyoroti soal pernyataan Tanak ini. Dia menilai, Tanak hanya ingin mengambil hati anggota DPR saja dengan pernyataannya.
"Tapi pernyataan ini berbahaya bagi masa depan pemberantasan korupsi. Koruptor akan tertawa," kata Yudi, terpisah.
Yudi menyatakan, tidak mungkin OTT dihapuskan karena itu merupakan cara efektif menangkap basah para koruptor yang melakukan transaksi suap dengan adanya barang bukti berupa uang atau barang.
ADVERTISEMENT
"Menangkap koruptor itu menggunakan dua cara, yaitu penyelidikan terhadap kasus yang sudah terjadi dan kasus ketika tertangkap tangan. Kalo satu hilang yaitu OTT maka KPK akan pincang," kata Yudi.
Menurut mantan Ketua Wadah Pegawai KPK ini, OTT dasar hukumnya jelas dan diatur dalam kewenangan KPK serta sesuai KUHAP.
"Bahkan sejak KPK dilemahkan pun sampai saat ini, OTT tetap ada walau jumlahnya tidak banyak, tetapi membuktikan bahwa OTT masih diperlukan dalam memberantas korupsi," ujarnya.
"Jadi tidak mungkin OTT dihapuskan, kalaupun dihilangkan DPR saat merevisi UU KPK yang melemahkan KPK tentu akan menegaskan KPK tidak bisa OTT," sambungnya.
Menurutnya, sah saja jika Tanak menyatakan itu saat forum fit and proper test untuk meraih suara Anggota Komisi III DPR RI. Namun seharusnya, kata Yudi, DPR perlu paham itu hanya strategi Tanak saja. Dia berharap DPR bisa memilih pimpinan KPK yang visi misi pemberantasan korupsinya sejalan menuju Indonesia Emas 2024 dan sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo.
ADVERTISEMENT
"Presiden Prabowo yang ingin korupsi dicegah dengan perbaikan sistem dan digitalisasi serta penegakan hukum yang tegas dan keras. Dan OTT adalah salah satu instrumen penegakan hukum," pungkasnya.