Joki CPNS di Makassar dengan Nilai Tertinggi Diduga Mahasiswa Unhas

14 November 2023 19:05 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana peserta Tes CPNS di Surabaya. Foto: Dok: Kemenkumham Jatim
zoom-in-whitePerbesar
Suasana peserta Tes CPNS di Surabaya. Foto: Dok: Kemenkumham Jatim
ADVERTISEMENT
MH (24 tahun), Joki CPNS Kemenkumham yang ditangkap saat beraksi dalam ujian SKD di kampus Universitas Islam Makassar (UIM), Makassar, Sulawesi Selatan, diduga berstatus mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan informasi yang diterima, MH adalah mahasiswa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Hasanuddin, Makassar.
Kasat Reskrim Polrestabes Makassar AKBP Ridwan JM Hutagaol tidak menapik status MH sebagai mahasiswa Fisika Unhas. Tapi, ia belum enggan memastikan informasi itu.
"Intinya, jokinya, mahasiswa, kita belum tahu mahasiswa dari mana, ya. Karena kita belum dapat kartu tanda mahasiswanya," kata Ridwan, pada Selasa (14/11).
Joki yang merupakan pria kelahiran asal Wonomulyo, Kabupaten Polman, Sulbar tersebut, diamankan pada Minggu (12/11). Dia nekat masuk tes SKD dengan menggantikan peserta inisial S.
"Pelaku sempat lolos pemeriksaan dan dia bahkan ikut tes dan mendapat nilai tinggi," ujarnya.
Karena sejak awal dicurigai dan mendapat nilai tertinggi, sehingga diperiksa kembali petugas. Hasilnya, ia mengaku sebagai joki.
ADVERTISEMENT
"Ini ketahuan karena hasil ujiannya sangat tinggi di antara yang lain," katanya.
Sementara, Kepala Bagian Humas Unhas, Ahmad Bahar, yang dikonfirmasi terkait status MH sebagai mahasiswa Fisika Unhas belum merespons.

Dugaan Keterlibatan Pelaku Lain

Polisi curiga perjokian CPNS ini merupakan sindikat. Ridwan menyatakan akan mengusut dan mencari pelaku lain.
"Jadi, kita mengembangkan adanya (dugaan) perantara yang menyampaikan ke joki ini menerima," katanya.
MH juga disebut nekat menjadi joki karena diimingi imbalan uang.
Akibat perbuatannya, MH pun disangka dengan UU ITE, pasal 46 juncto 30 ayat 1, dengan ancaman 6 tahun penjara dan juga denda Rp 600 juta.