Jokowi Akui Pelanggaran HAM: Rehab untuk Korban; Janji Tak Akan Terjadi Lagi

12 Januari 2023 6:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Foto: Dok. Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Foto: Dok. Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menerima laporan akhir pelaksanaan tugas dan rekomendasi pelanggaran HAM berat di masa lalu.
ADVERTISEMENT
Laporan itu sebelumnya diterima Menkopolhukam Mahfud MD dari Tim Pelaksana Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM yang Berat di Masa Lalu (PPHAM).
"Saya telah membaca dengan saksama laporan dari Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat yang dibentuk berdasarkan Keppres 17/2022," ucap Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/1).
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara RI mengakui bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat pada yang pertama," imbuhnya.

Jokowi Ungkap 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu: Trisakti hingga Dukun Santet

Presiden Jokowi menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Foto: Dok. Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
Jokowi didampingi Menko Polhukam Mahfud MD dan Tim PPHAM menjabarkan ada 12 peristiwa masuk dalam pelanggaran HAM berat:
ADVERTISEMENT

Jokowi: Saya Bersungguh-sungguh agar Pelanggaran HAM Berat Tidak Terjadi Lagi

Menkopolhukam Mahfud MD menyerahkan dokumen kepada Presiden Joko Widodo terkait laporan Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu. Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Jokowi memastikan dirinya dan pemerintah, pertama, berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban acara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.
Kedua, akan berupaya maksimal agar peristiwa pelanggaran HAM berat tidak lagi terjadi di Indonesia.
Dalam rangka memastikan agar dua hal itu terlaksana, Jokowi memerintahkan Menko Polhukam Mahfud MD untuk mengawalnya.
ADVERTISEMENT
“Saya minta ke Menko Polhukam untuk mengawal upaya-upaya konkret agar dua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik,” kata Jokowi.

Mahfud MD Lapor Jokowi: 4 Kasus Pelanggaran HAM Berat di MA Lepas, Kurang Bukti

Menkopolhukam Mahfud MD memberikan keterangan pers terkait penyerahan laporan Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu. Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Mahfud melaporkan ada 4 kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang penanganannya di Mahkamah Agung diputus lepas.
"Penyelesaian secara yuridis sudah kita usahakan, hasilnya, seperti yang kita tahu, semua untuk 4 kasus yang sudah dibawa ke Mahkamah Agung bebas, bukti secara hukum acara tak cukup," ucap Mahfud.
Namun, Mahfud tidak mengungkap secara rinci 4 kasus pelanggaran HAM berat yang penanganannya lepas di MA.
Mahfud mengatakan Tim PPHAM dibentuk karena penyelesaian oleh KKR atau Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi mengalami jalan buntu. Sebab terjadi saling curiga di tengah-tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu, Presiden mencoba dan memulai membuka jalan menyelesaikan kebuntuan ini dengan membentuk Tim PPHAM di masa lalu yang diminta melakukan pemeriksaan dan penyelidikan ulang terhadap peristiwa itu," ucap Mahfud.

Jokowi Akan Kumpulkan Menteri Guna Rehabilitasi Korban Pelanggaran HAM Berat

Menkopolhukam Mahfud MD konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Minggu (8/1). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Jokowi meminta Mahfud — yang juga Ketua Tim Pengarah Tim PPHAM — untuk mengawal langkah-langkah konkret pemulihan hak para korban.
“Dalam waktu dekat Presiden nanti akan mengundang menteri-menteri terkait: Menteri Sosial, Menteri PUPR, Menteri Keuangan, Panglima TNI, Kapolri, Menteri Pendidikan, dan lain-lain. Ya, akan diundang untuk diberi tugas berdasar rekomendasi ini,” kata Mahfud.
“Yang bidang pendidikan, yang bidang sosial, yang PUPR, yang beasiswa ini dan seterusnya, yang kesehatan karena juga banyak rehabilitasi fisik juga ditemukan di beberapa tempat,” terang Mahfud.
ADVERTISEMENT
Ke depan, Mahfud menekankan agar sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat tak diidentikkan dengan kelompok masyarakat tertentu.

Mahfud: Bunuh 5 Orang Bisa Pelanggaran HAM Berat, tapi Bunuh 200 Bisa Kejahatan

Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan catatan akhir tahun di Jakarta, Kamis (15/12/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Mahfud memberikan penjelasan soal peristiwa seperti apa yang dikategorikan pelanggaran HAM berat. Sebab, tidak semua peristiwa menghilangkan nyawa seseorang melanggar HAM berat.
"Pelanggaran HAM berat itu beda dengan kejahatan," kata Mahfud.
Mantan Ketua MK itu kemudian memberikan contoh peristiwa yang layak dikategorikan pelanggaran HAM berat dan kejahatan.
"Kalau orang membunuh 50 orang di sini misalnya, ada tukang kebun membunuh 50 orang di sini, itu kejahatan berat," ucap Mahfud.
"Tetapi kalau ada pejabat, merencanakan membunuh seseorang secara terstruktur ini perintahnya, ini caranya, sesudah terjadi ini disembunyikan ke sana, buang jejak-jejaknya itu namanya pelanggaran hak (HAM) berat," kata Mahfud.
ADVERTISEMENT
"Terutama kalau motif politik, motif SARA dan sebagainya, pembantaian etnis. Jadi pelanggaran HAM berat itu mungkin korbannya 5 orang," lanjut dia.

Mahfud MD: Peristiwa 1965 Bukan Kasus PKI, Korban Akan Diberi Santunan

Menkopolhukam RI Mahfud MD menghadiri acara Audiensi Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM (PPHAM) Berat di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, Selasa (27/12/2022). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
Mahfud menampik peristiwa tahun 1965 disebut kasus PKI atau ada misi menghidupkan kembali komunisme dalam kasus itu. Menurut Mahfud, saat itu korbannya bukan hanya PKI.
Dalam sejarah, kasus 1965–1966 adalah peristiwa pembantaian orang-orang yang dituduh komunis pada masa setelah kegagalan kudeta G30S/PKI.
"Kasus 65 itu bukan kasus PKI. Kasus 65 itu korbannya ada yang PKI, ada yang umat, ada yang tentara juga. Semua itu akan diberi santunan, rehabilitasi," kata Mahfud.
Mahfud yang juga Ketua Tim Pengarah PPHAM mengatakan, masalah hukum (yuridis) dalam kasus itu tetap jalan sesuai ketentuan undang-undang meski pembuktian sulit seperti halnya kasus pelanggaran HAM berat lain.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT