Jokowi 'Curhat' soal Sawit ke Paus Fransiskus, Sudah Tepatkah?

26 April 2018 15:14 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paus Fransiskus dan Presiden Jokowi. (Foto: Reuters/Gregorio Borgia & Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Paus Fransiskus dan Presiden Jokowi. (Foto: Reuters/Gregorio Borgia & Cornelius Bintang/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan Paus Fransiskus di Vatikan pada Rabu (25/4) sangat istimewa. Sebuah surat diberikan langsung oleh Menko Luhut kepada Paus. Isinya adalah "curhatan" Presiden Joko Widodo soal diskriminasi Uni Eropa terhadap produk sawit Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam suratnya kepada Paus, Jokowi mengatakan diskriminasi Eropa terhadap produk sawit mengancam kelangsungan mata pencaharian banyak petani - yang memiliki 40 persen dari 12 juta hektar lahan sawit - di Indonesia. Padahal saat ini perekonomian Indonesia tengah membaik, ditandai dengan banyak rakyat yang dientaskan dari garis kemiskinan.
"Namun saat ini kurang kondusif karena resolusi Uni Eropa terkait larangan penggunaan minyak kelapa sawit untuk bahan biofuel mulai 2021, sebagai salah satu energi terbarukan. Diskriminasi ini tentunya tidak hanya akan mempengaruhi petani kecil di Indonesia tetapi juga di negara penghasil kelapa sawit lainnya," ujar keterangan KBRI Vatikan, Kamis (26/4).
Paus Fransiskus dan Luhut Panjaitan. (Foto: Dok. Kemenko Maritim via Vatican Media)
zoom-in-whitePerbesar
Paus Fransiskus dan Luhut Panjaitan. (Foto: Dok. Kemenko Maritim via Vatican Media)
Perkara sawit ini memang telah membuat hubungan RI-Eropa memanas dalam beberapa tahun terakhir. Parlemen Eropa menyatakan akan memangkas penggunaan sawit sebagai biofuel pada 2021. Eropa beralasan, penanaman sawit telah mengancam kelestarian lingkungan seperti deforestasi dan satwa orang utan di Indonesia dan Malaysia.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia memprotes keputusan ini yang dianggap kampanye hitam, strategi perang dagang dari produk minyak nabati Eropa yang tidak bisa bersaing dengan produk sawit. Padahal menurut Indonesia, tren ekspor sawit negara ini terus naik, kian berperan dalam pengentasan kemiskinan.
Duta Besar RI untuk Vatikan Antonius Agus Sriyono mengatakan, melalui surat tersebut Jokowi berharap Paus Fransiskus bisa membantu pemerintah Indonesia dalam melobi Eropa terkait kebijakan mereka yang diskriminatif. "Karena salah satu akibat yg ditimbulkan dari tindakan diskriminasi tersebut adalah pengangguran," kata Sriyono saat dihubungi kumparan, Kamis (26/4).
"Pengangguran bertentangan dengan nilai-nilai Vatikan yang sejauh ini menjunjung tinggi martabat dan nilai-nilai kemanusiaan," lanjut Sriyono lagi.
Kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
zoom-in-whitePerbesar
Kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
Tidak Lazim
Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, langkah Jokowi yang menyurati Paus terkait kasus sawit di Eropa "tidak lazim". Karena biasanya, kata Hikmahanto, diplomasi dilakukan dengan melobi negara-negara Uni Eropa, bukan ke pemimpin 1,2 miliar umat Katolik dunia.
ADVERTISEMENT
"Menurut saya ini upaya dari pemerintah RI meski tidak lazim. Kan di Eropa banyak masyarakat yang beragama Katolik," kata Hikmahanto dalam perbincangan dengan kumparan.
"Dulu gereja sangat mempunyai peran di negara-negara Eropa. Bisa saja pada masa sekarang kejayaan gereja masih ada pengaruh. Menurut saya ini strategi alternatif," kata Hikmahanto lagi.
Paus Fransiskus. (Foto: AFP/Eitan Abramovich)
zoom-in-whitePerbesar
Paus Fransiskus. (Foto: AFP/Eitan Abramovich)
Salah satu yang dibahas dalam surat Jokowi adalah soal pembatasan sawit di Eropa yang akan berdampak pada kemiskinan. Perkara memicu kemiskinan ini memang jadi argumen Indonesia menentang diskriminasi sawit Eropa.
"Bila Paus mengeluarkan fatwa bahwa kemiskinan harus diperangi, tentu harapannya negara-negara Eropa tidak memberlakukan pelarangan. Karena pelarangan itu justru akan menyuburkan kemiskinan di Indonesia," kata Hikmahanto lagi.
Hal ini juga disampaikan oleh ahli hubungan internasional lainnya dari Universitas Indonesia, Shofwan Al Banna. Dia mengatakan, secara formal, Paus tidak punya pengaruh politik pada negara-negara Eropa lainnya.
ADVERTISEMENT
"Namun, secara kultural mungkin ada dampaknya pada publik Katolik. Dengan catatan bahwa kepausan menerima cerita Indonesia sepenuhnya," kata Shofwan.
Namun Shofwan mewanti-wanti bahwa langkah Indonesia ini malah bisa jadi senjata makan tuan. Menurut dia, memang ada aspek persaingan dagang, namun juga ada soal pengelolaan yang kurang memperhatikan dampak sosial dan lingkungan.
Tumpukan kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Adek BERRY)
zoom-in-whitePerbesar
Tumpukan kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Adek BERRY)
"Saya khawatir kalau malah bisa backlash jika Paus yang sering kritis (beliau pernah mengecam kapitalisme) ini merespons dengan lebih serius," kata Shofwan.
"Solusi soal sawit ini memang perlu komprehensif. Selain mengkritik perang dagang dari Uni Eropa, Indonesia memang harus memperbaiki tata kelola sawit. Di front diplomasi ekonomi, Indonesia harus optimalkan negosiasi perdagangan bebas dengan EU," lanjut dia.
Buah dari kunjungan Luhut ke Vatikan adalah diadakannya seminar soal sawit Universitas Kepausan Vatikan bulan depan. Seminar akan mengundang unsur-unsur dari Uni Eropa, perusahaan multinasional pengguna produk kelapa sawit, petani rakyat khususnya dari Malaysia dan Indonesia serta lembaga-lembaga keagamaan.
ADVERTISEMENT
Ekspor minyak sawit Indonesia sepanjang 2017 tercatat sebesar 31,05 juta ton, naik 23 persen dibandingkan capaian 2016 sebesar 25,11 juta ton. Sedangkan sumbangan devisa yang didapat Indonesia dari ekspor kelapa sawit adalah USD 22,97 miliar di 2017 atau naik 26 persen dibandingkan 2016 yang hanya USD 18,22 miliar.
Melihat pemasukan devisa yang besar dari sawit, kehilangan pasar Eropa akan berdampak signifikan. Lobi-lobi pemerintah Indonesia melalui berbagai saluran telah dilakukan sejauh ini, kini pemerintah Jokowi mengincar pengaruh Paus.
"Namanya juga usaha. Setiap lini dan kemungkinan harus diupayakan. Biar hasilnya yang tentukan sejarah dan Tuhan," kata Hikmahanto.