Jokowi Diminta Izinkan Polisi Periksa Hakim MK Guntur Hamzah yang Langgar Etik

21 Maret 2023 12:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo meresmikan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Banjarbakula di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, pada Jumat (17/3/2023). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo meresmikan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Banjarbakula di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, pada Jumat (17/3/2023). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Hakim Mahkamah Konstitusi Guntur Hamzah terbukti melanggar etik terkait perubahan frasa putusan dari "dengan demikian" menjadi "ke depan" dalam putusan gugatan 103/PUU-XX/2022. Gugatan terkait pergantian Aswanto selaku Hakim Konstitusi oleh DPR.
ADVERTISEMENT
Terkait hal tersebut, Guntur Hamzah diberikan sanksi teguran tertulis oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Selain diusut secara etik, Guntur Hamzah didesak untuk diusut secara pidana. Dia dilaporkan oleh penggugat perkara 103/PUU-XX/2022, Zico Leonard Simanjuntak, ke kepolisian.
Setelah Guntur Hamzah dinyatakan melanggar etik, Zico bersurat kepada Presiden Jokowi. Dia meminta agar Jokowi memberikan persetujuan agar Guntur Hamzah diperiksa oleh polisi. Sebab pemeriksaan hakim MK harus atas dasar persetujuan presiden.
"Surat minta izin Presiden untuk Hakim MK diperiksa polisi," kata Zico saat dikonfirmasi, Selasa (21/3).
Ini kali kedua surat tersebut dilayangkan oleh Zico kepada Jokowi. Surat pertama tak diterima sebab proses sidang etik masih berlangsung di MKMK. Kini MKMK sudah mengeluarkan putusan, sehingga akan Zico bersurat lagi ke Jokowi.
ADVERTISEMENT
Zico menyatakan, surat tersebut berisi soal permintaan Presiden memberikan persetujuan pemeriksaan hakim MK oleh Kepolisian atas dasar perintah Jaksa Agung.
Hakim konstitusi, M. Guntur Hamzah usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana. Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
Permintaan dan surat Zico itu didasarkan pada Pasal 6 ayat (3) UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Pasal tersebut mengatur bahwa Hakim Konstitusi hanya dapat dikenai tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.
Zico mengatakan, bila tidak melalui persetujuan Presiden, Jaksa Agung tidak bisa memberikan perintah untuk memeriksa hakim MK. Padahal diduga kuat terdapat adanya keterlibatan salah satu hakim Konstitusi atas perubahan isi putusan tersebut.
ADVERTISEMENT
Ini yang kemudian membuat Zico akan kembali mengirimkan surat yang sama ke Jokowi. Sebelumnya, pada 7 Februari 2023, Zico telah mengirimkan surat yang sama.
Namun beberapa minggu kemudian, 15 Maret 2023, suratnya dibalas Presiden lewat Mensesneg Pratikno. Tapi dalam surat tersebut disebutkan bahwa Presiden tidak bisa menindaklanjuti permintaan Zico — memerintahkan polisi memeriksa Hakim MK — karena saat itu kasusnya masih dalam penanganan MKMK.
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah

Guntur Hamzah Langgar Etik

MKMK telah selesai memeriksa skandal perubahan kalimat dalam vonis tersebut. Guntur Hamzah disebut sebagai hakim terduga yang mengusulkan perubahan. Hal itu dilakukannya lewat panitera Muhidin.
Perbuatan Guntur Hamzah itu terbukti melanggar etik terkait integritas. Atas perbuatannya itu, Guntur Hamzah divonis teguran tertulis. Adapun terkait dengan laporan pidana, kini tengah diusut oleh Polda Metro Jaya.
ADVERTISEMENT
Penyelidikan terkait skandal perubahan putusan ini, kata Zico, memungkinkan untuk dilanjutkan pada kepolisian. Sebab, beberapa bukti CCTV sudah diungkap dalam pemeriksaan etik. Tinggal menunggu kinerja polisi.
"Itu, kan, tugas penyidik, kita kalau mau lihat polisi memang bisa dipercaya atau enggak, kan, harusnya memang ini menjadi tugas mereka untuk mengusut lebih lanjut yang tidak bisa terungkap oleh MKMK," kata Zico kepada wartawan di Gedung MK, Senin (20/3).
"Karena, kan, polisi bisa mengambil tindakan-tindakan projustisia, dengan melakukan penahanan, perampasan dan sebagainya. Dia bisa lebih detail harusnya dibandingkan MKMK," pungkasnya.
Pada sidang, MKMK juga membacakan pembelaan Guntur. Dia menyatakan perubahan tersebut merupakan sebuah usulan bukan perintah. Usulan dimaksud pun masih dalam lingkup kekuasaan kehakiman dan terjadi sebelum putusan dibacakan.
ADVERTISEMENT
Skandal perubahan vonis awalnya diungkapkan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Dia orang pertama yang mengetahui soal perubahan kalimat vonis tersebut. Ia sekaligus merupakan pihak penggugat dalam permohonan terkait UU MK terkait pencopotan Aswanto sebagai Hakim MK.
Dugaan skandal ini terkait perbedaan antara risalah putusan yang dibacakan pada 23 November 2022 dengan salinan putusan yang ia dapatkan. Ada perubahan dari kalimat "dengan demikian" menjadi "ke depan".
Detail perubahan dimaksud sebagai berikut:
Kalimat yang diucapkan hakim konstitusi Saldi Isra pada 23 November 2022 yaitu:
"Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."
ADVERTISEMENT
Sedangkan yang tertuang dalam salinan putusan di situs MK dan diterima juga oleh Zico:
"Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."