Jokowi Diminta Tegas Tangani Corona, Imbauan Tak Mudik Dinilai Kebijakan Banci

4 April 2020 7:30 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait antisipasi mudik Lebaran melalui telekonferensi bersama jajaran terkait dari Istana Kepresidenan Bogor. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait antisipasi mudik Lebaran melalui telekonferensi bersama jajaran terkait dari Istana Kepresidenan Bogor. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi telah menetapkan kebijakan soal mudik. Melalui Mensesneg Pratikno, pemerintah mengimbau masyarakat tidak mudik.
ADVERTISEMENT
Sikap pemerintah yang tidak tegas itu menuai kritikan, salah satunya dari Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Agus Pambagio,
Agus meminta pemerintah tegas menetapkan mudik dilarang atau tidak. Sebab struktur sosial warga Indonesia tidak bisa hanya dengan imbauan.
"Struktur sosial orang Indonesia itu tidak bisa dibiarkan, diimbau, mereka cuek, enggak akan ikuti. Harus tegas, (kalau perlu) dihukum, bisa denda, adminstrasi atau pidana. Karena tanpa dihukum orang Indonesia tidak akan taat. Ada hukuman kadang tidak taat, gimana mau diimbau, tidak akan pernah bisa," ujar Agus saat dihubungi, Jumat (3/4).
Menurut Agus, pilihan terkait mudik di tengah corona hanya 2, mengizinkan atau melarang. Pilihan mengimbau agar tidak mudik, kata Agus, merupakan kebijakan yang banci.
ADVERTISEMENT
"Pilihan cuma 2, dilarang atau diizinkan. Enggak ada keputusan bancis semacam ini, ini kan keputusan banci, mau cari aman. Masyarakat sekarang sudah pusing, bingung, jangan ditambah lagi dengan kebijakan yang enggak jelas," tegasnya.
Calon penumpang bersiap menaiki bus Antar Kota Antar Provinsi di Terminal Pulo Gebang, Jakarta, Minggu (29/3/2020) Foto: Antara/M. Risyal Hidayat
Selain soal kebijakan mudik, pemerintah juga diminta tegas mengenai langkah penanganan COVID-19. Sebab Agus menilai, sejak Jokowi menerbitkan PP Pembatatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 31 Maret, hingga belum ada tindakan nyata.
Terlebih Permenkes sebagai aturan pelaksana PSBB juga belum rampung, sehingga membuat usulan PSBB dari daerah tak kunjung diproses.
"Rakyat sudah bingung. Dua minggu hampir 3 minggu dikurung di rumah, so what next?. Menkes yang tidak bisa handle kasus ini disuruh beri izin untuk PSBB seluruh kota dan kabupaten. Kemarin (Gubernur DKI) Anies masukkan surat permohonan (PSBB), hari ini belum ada, kapan itu mau keluar, mau mati berapa lagi orang-orang?" kata Agus.
Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik. Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
Untuk itu, Agus menilai ketimbang PSBB yang tak jelas realisasinya, lebih baik pemerintah segera menetapkan lockdown di wilayah yang zona merah corona. Dengan karantina wilayah, kata Agus, pemerintah wajib memasok kebutuhan sehari-hari masyarakat di wilayah terdampak sesuai amanat UU Kekarantinaan Kesehatan.
ADVERTISEMENT
"Iya itu (memenuhi kebutuhan masyarakat selama karantina) kewajiban negara. Uangnya ada, asalkan tidak mengerjakan pindah Ibu Kota, tidak mengerjakan kereta cepat. Megaproyek selesaikan, tunda dulu. Nanti kita lihat 2023, setelah ekonomi. Kan du Perppu diizinkan defisit (APBN) lebih dari 3 persen, oke sekarang cari uangnya, mau utang kek, nanti 2023 kembali lagi secara perlahan," ucapnya.
"Semua negara mengusahakan corona pergi, tidak ada satu negara yang bahas ekonomi, karena memang enggak jalan ekonomi dunia. Kalau kita takut tunggu turis, investor, tidak akan datang. Nanti jangan-jangan semua negara sudah selesai, kita masih urus corona, eknomi kita berantakan," tutupnya.
==========
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
ADVERTISEMENT