Jokowi Dinilai Bisa Ubah Keppres, Cabut Remisi Untuk Susrama

7 Februari 2019 13:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Acara Diskusi Menyoal Kebijakan Remisi Dalam Sistem Hukum Indonesia di Bakoel Coffee, Cikini. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Acara Diskusi Menyoal Kebijakan Remisi Dalam Sistem Hukum Indonesia di Bakoel Coffee, Cikini. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Keputusan Presiden (keppres) untuk memberikan remisi kepada pembunuh jurnalis Radar Bali, I Nyoman Susrama, banyak mendapat keberatan terutama dari aktivis dan insan pers di Indonesia. Pemerintah bisa saja mengubah keppres dan mencabut remisi itu melalui mekanisme perundangan untuk kepentingan umum.
ADVERTISEMENT
Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, mengatakan Keppres tersebut bisa diubah berdasarkan ketentuan pasal 77 Undang-undang No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP).
"Dalam UU AP, penyelesaian terhadap keberatan itu bisa melalui dua hal yakni diterima atau ditolak (keberatannya)," kata Bayu saat diskusi menyoal kebijakan remisi dalam sistem hukum Indonesia, di Bakoel Coffee, Cikini, Kamis (7/2).
"Kriteria yang dapat digunakan untuk memutuskan apakah keberatan diterima atau ditolak menurut UU AP ada dua, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik di antaranya adalah asas kemanfaatan dan azas kepentingan umum," jelas dia.
I Nyoman Susrama, terdakwa kasus pembunuhan wartawan Radar Bali A.A Narendra Prabangsa, dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar. Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana
Sesuai dengan UU AP, kata Bayu, apabila keberatan yang diajukan kelompok masyarakat diterima, maka pejabat pemerintah wajib menetapkan keputusan sesuai keberatan.
ADVERTISEMENT
Bayu juga mengatakan, mengingat tuntutan dari pemohon keberatan adalah pembatalan pemberian remisi berupa perubahan dari pidana seumur hidup jadi pidana penjara sementara maka Presiden dinilai seharusnya menerima keberatan dan melakukan perubahan terbatas terhadap Keppres No. 29 tahun 2018.
Sebab Keppres ini dinilai bertentangan dengan beberapa peraturan lainnya seperti UU No. 12 tahun 1995 dan PP No 32 tahun 1999 karena mengubah konsep remisi dari pengurangan masa pidana menjadi perubahan pidana, yang semula seumur hidup menjadi penjara sementara.
Namun demikian, Bayu menilai perubahan ini cukup dengan mencabut nama Susrama dalam daftar 115 orang penerima remisi, sebab napi lain tidak ada yang diajukan keberatan.
"Keppres perubahan dengan mengeluarkan Susrama (dalam daftar penerima remisi). (Hanya) Susrama dikeluarkan dalam daftar remisi karena yang lain tidak dinyatakan keberatan," kata Bayu.
ADVERTISEMENT
"Presiden punya peluang ubah Keppres ini dan Presiden sudah seharusnya mengubah Keppres ini demi kepentingan umum," ujarnya.
Senada dengan Bayu, Direktur Pusako FH Unand, Feri Amsari, menyebut pencabutan nama Susrama adalah langkah yang paling tepat. Sebab, jangan sampai keputusan yang diambil Pemerintah nanti merugikan penerima grasi lainnya dalam Keppres No. 29 tahun 2018 tersebut.
"Solusinya mudah saja, sudah saja cabut nama Susrama dalam daftar penerima grasi tersebut. Aneh menurut saya kalau sudah diketahui adanya masalah tapi tidak diubah," kata Feri.
"Presiden harus merespons segera, bagaimana meresponsnya? Ya ubah keputusannya. Jangan bertahan di sesuatu yang salah. Dari 115 itu, cabut satu Susrama, selesai urusannya," pungkasnya.