Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Pengamat politik, Fachry Ali menganggap kemenangan Joko Widodo di Pilpres 2019 tidak terlepas dari kontribusi Nahdlatul Ulama (NU). Fachry merasa, apabila NU tidak mendukung, maka sulit bagi Jokowi untuk mengalahkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
ADVERTISEMENT
“Keuntungan Jokowi adalah NU. Jadi tanpa NU Jokowi nggak mungkin menang,” kata Fachry saat diskusi di Hotel Falatehan, Jakarta Selatan, Selasa, (28/5).
“Mungkin yang akan menang Rizal Ramli,” candanya yang disambut tawa dan tepuk tangan oleh peserta diskusi termasuk Rizal Ramli yang ada di lokasi.
Fachry mengatakan NU sempat kehilangan suara karena munculnya kelompok islam kota. Kekuatan islam kota, kata Fachry, bisa menggerus suara NU. Sehingga, ia tidak heran saat Ketum PBNU Said Aqil meminta NU kembali menguasai masjid.
“NU adalah kelompok yang merasa paling terancam dengan kemunculan islam kota. Jadi kalau Aqil Siradj mengatakan rebut masjid, KUA dan lain-lain itu refleksi ketakutan nyata bahwa islam kota sudah menguasai masjid-masjid semua,” ujar Fachry.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Fachry mengakui elektabilitas Jokowi sejak kemunculannya sebelum Pilpres 2014 lalu. Kehadiran Jokowi sejak saat itu sudah mampu mengalahkan sosok-sosok yang digadang-gadang sebagai calon presiden termasuk Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
“Apa arti Jokowi dalam sistem politik Indonesia adalah usaha kekuatan rakyat mengkonsolidasikan dirinya menolak dominasi elite. Elite pertama yang tumbang itu Mbak Mega sendiri. Walaupun mega mantan anak presiden, pemilik partai, tapi tak mampu mengungguli polularitas Jokowi. Kedua adalah Ical dan ketiga adalah Prabowo,” tutur Fachry.