Jokowi Ungkap 3 Prespektif untuk Jadikan Hutan Senjata Lawan Perubahan Iklim

3 November 2021 12:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo menjadi pembicara pada World Leaders' Summit on Forest and Land Use di Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo menjadi pembicara pada World Leaders' Summit on Forest and Land Use di Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo menjadi pembicara pada World Leaders’ Summit on Forest and Land Use (Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin Dunia soal Hutan dan Pemanfaatan Lahan) di Glasgow, Skotlandia, pada Selasa (2/11).
ADVERTISEMENT
Ia menjadi salah satu dari tiga pemimpin dunia yang menjadi pembicara dalam KTT ini. Dua lainnya adalah Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, dan Presiden Kolombia, Ivan Duque Marquez.
Dalam paparannya, Jokowi menyampaikan tiga perspektif penting mengenai menjadikan hutan sebagai bagian dari melawan perubahan iklim global.
“Pertama, perhatian kita harus mencakup seluruh jenis ekosistem hutan, tidak hanya hutan tropis, tapi juga hutan iklim sedang dan boreal,” kata Jokowi di hadapan para pemimpin dunia, dikutip dari keterangan resmi Sekretariat Presiden.
Ia menyinggung soal kebakaran hutan. Kebakaran hutan dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca yang tinggi dan berdampak pada ekosistem.
Presiden Joko Widodo (kiri) menjadi pembicara pada World Leaders' Summit on Forest and Land Use di Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
Kebakaran hutan yang beberapa kali terjadi di wilayah benua Amerika, Eropa, dan Australia sangatlah buruk. Ini, kata Jokowi, menjadi kekhawatiran bersama.
ADVERTISEMENT
“Indonesia siap berbagi pengalaman tentang keberhasilannya mengatasi karhutla (kebakaran hutan dan lahan) dengan negara-negara itu,” ungkap dia. Indonesia sendiri sudah berkali-kali menyaksikan kebakaran hutan yang hebat di Kalimantan dan Sumatra.
Kemudian, terkait pengelolaan hutan, Indonesia telah mengubah kerangka berpikirnya. Jokowi mengatakan, kini manajemen produk hutan menjadi manajemen lanskap hutan, yang membuat pengelolaan area hutan lebih menyeluruh.
Seperti yang telah disinggung dalam pidato pada 1 November, Jokowi menegaskan akan menggalakkan upaya rehabilitasi hutan mangrove. Hutan ini berperan besar dalam menyerap dan menyimpan karbon--gas yang menyebabkan efek rumah kaca.
Presiden Joko Widodo menjadi pembicara pada World Leaders' Summit on Forest and Land Use di Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
Menurut dia, Indonesia memiliki area mangrove terbesar di dunia. 20% dari total area mangrove dunia berlokasi di Tanah Air.
Rehabilitasi tiap tahunnya meningkat. Mulai 2020, seluas 17.000 hektare hutan mangrove direhabilitasi. Dan pada 2020, seluas 33.000 hektare. Rehabilitasi itu akan semakin intensif hingga 2024, di mana 600 ribu hektare akan direhabilitasi.
ADVERTISEMENT
Dengan ini, Indonesia akan mendirikan Pusat Mangrove Dunia di Indonesia.
Poin kedua yang ditekankan adalah pentingnya pemberian insentif bagi pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
“Sertifikasi dan standar produksi harus disertai market incentives, sehingga berfungsi mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, bukan menjadi hambatan perdagangan,” ungkap dia.
Selain harus didasarkan dalam parameter multilateral, sertifikasi dan standar juga wajib berkeadilan, sehingga berdampak baik terhadap kesejahteraan, khususnya petani kecil.
Presiden Joko Widodo menjadi pembicara pada World Leaders' Summit on Forest and Land Use di Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
“Sertifikasi juga harus pertimbangkan semua aspek SDGs sehingga pengelolaan hutan sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat,” jelasnya.
Perspektif ketiga terakhir yang ditekankan Jokowi adalah perlunya dukungan pendanaan dan teknologi dari negara maju untuk negara berkembang.
“Komitmen harus dilakukan melalui aksi nyata, bukan retorika,” tegas dia.
ADVERTISEMENT
Namun, meskipun negara maju dapat memberikan bantuan, bukan berarti mereka dapat menyalahi kedaulatan suatu negara atas wilayahnya.
Menurut Jokowi, Dukungan harus country-driven, alias didasarkan pada kebutuhan nyata negara berkembang pemilik hutan.