Jual Ginjal Murah demi Sebuah Rumah

9 Agustus 2018 9:30 WIB
ADVERTISEMENT
Kesulitan ekonomi kerap memicu seseorang melakukan hal-hal di luar nalar. Tak jarang organ tubuh pun menjadi tumbal. Salah satunya ginjal.
ADVERTISEMENT
Ginjal dijadikan komoditas dan diperjualbelikan untuk menghasilkan uang, membeli barang, hingga membayar utang.
Di Bandung, ada sebuah daerah yang dikenal sebagai kampung penjual ginjal. Karena ada sejumlah warganya yang menjual organ tubuh penting tersebut kepada para makelar ginjal. Namanya Kampung Simpang, letaknya di Kecamatan Majalaya.
Selasa (7/8), kumparan menelusuri desa tersebut. Awalnya banyak warga yang tak mau terbuka saat ditanya maraknya kasus jual beli ginjal. Dari yang menyebut tak mengenal nama yang dimaksud, mengaku tahu kasus tapi bungkam saat ditanya informasi, hingga menyuruh kumparan pergi ke daerah lain.
Setidaknya ada empat kali penolakan hingga akhirnya ada warga yang mengaku tahu dan mau menunjukkan pelaku penjual ginjal. Menjelang sore, akhirnya orang yang dimaksud berhasil ditemui di kediamannya, rumah petak yang tampak belum selesai dibangun.
Ifan Sofyan menceritakan mengenai penjualan ginjalnya di Kampung Simpang, Desa Wangisangara, Majalaya, Kabupaten Bandung. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Dia adalah Ifan Sofyan (19). Didampingi istri dan anaknya yang berumur tiga tahun, Ifan bercerita awal dirinya menjual ginjalnya pada tahun 2016 lalu. Kala itu dia sedang butuh banyak uang karena usianya baru menginjak 17 tahun tetapi sudah menikah. Dia ingin memiliki rumah untuk keluarga kecilnya.
ADVERTISEMENT
“Kata teman saya ‘kau butuh uang berapa’. Kata saya, banyak. ‘Ya sudah jual ginjal aja’, kata saya ‘enggak mau saya takut mati’. Kata dia ‘tidak apa apa enggak bakalan mati’,” ujar Ifan mengawali perbincangan di kediamannya, Kampung Simpang, Majalaya, Bandung.
Ifan menyebut temannya yang juga mendonorkan ginjal itu menunjukkan bekas luka di tubuhnya. Dia terus meyakinkan Ifan dan menyebut bahwa menjadi pendonor ginjal tak akan membuat hidupnya lebih buruk dan tak berisiko bagi kesehatan. Ditambah lagi kebutuhan finansialnya tercukupi.
Selain itu, menurut Ifan, sejak tahun 2015 banyak warga di kampungnya yang menjual ginjal karena dorongan ekonomi. Tak pandang usia, muda hingga tua banyak yang terjerat tawaran para makelar ginjal.
“Di Kecamatan Majalaya itu banyak sekali, teman saya juga ada delapan orang. Ada yang dewasa ada yang sudah tua.
Seorang siswa ikuti lomba menggambar poster sebagai bagian dari kegiatan untuk menandai Hari Ginjal Sedunia di sebuah rumah sakit. (Foto: AFP PHOTO / Jay Directo)
Tak berselang lama setelah pertemuan dengan temannya yang juga makelar ginjal itu, Ifan akhirnya memberanikan diri menjual salah satu organ tubuhnya tersebut.
ADVERTISEMENT
Berkas data kependudukan berupa KTP dan Kartu Keluarga dimanipulasi oleh temannya yang juga makelar ginjal itu. Namanya diubah menjadi Fauzan, usia 28 tahun dengan domisili Garut. Data tersebut dimanipulasi untuk memudahkan proses verifikasi pendonor agar disetujui pihak rumah sakit.
“Waktu pertama itu saya ke Bandung periksa darah, jantung, ginjal sama paru paru. Setelah itu di RSCM itu dites lagi sampai empat kali. Sudah mau dioperasi tiga harinya lagi saya dibawa ke ruangan khusus, ruangan apa itu enggak bisa ke mana-mana,” katanya.
Setelah operasi, uang yang dijanjikan temannya akhirnya diserahkan. Dia menerima Rp 75 juta, namun dipotong Rp 3 juta untuk jasa makelar ginjal. Uang yang Ifan impi-impikan itu langsung digunakan untuk membeli rumah yang dia tinggali bersama keluarga hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, tak berselang lama setelah operasi, penyesalan besar menghantui Ifan. Dia mulai sadar ginjalnya dijual terlalu murah dan ternyata dirinya tak bisa beraktivitas seperti biasa.
Nada suaranya mulai melemah saat bercerita. Setelah terdiam beberapa detik, dia melanjutkan ceritanya.
“Menyesalnya gini, saya kan suka kerja apa-apa aja ya, yang serabutan gitu, sekarang susah untuk kerja juga, semua orang yang mau pakai saya itu takut. Takutnya sakit atau gimana gitu. Jadi susah untuk kerja,” tuturnya.
Kampung Simpang sebagai kampung penjual ginjal, Desa Wangisangara, Majalaya, Kabupaten Bandung. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Bukan semakin mapan, roda perekonomian rumah tangga Ifan justru semakin terpuruk setelah dia menjual ginjal. Akhirnya dia menumpukan perekonomian rumah tangga kepada sang istri.
Sehari-hari istri Ifan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sedangkan dia mengurus anak semata wayangnya di rumah.
ADVERTISEMENT
“Nggak bisa kerja, gampang sakit, capek biasanya gitu aja enggak bisa ke mana mana. Badan panas, keluar keringat terus walaupun enggak gerah,” ujarnya.
Penyesalan memang selalu datang terlambat. Puncaknya tahun 2016 kasus jual-beli ginjal di kawasan tersebut akhirnya terungkap oleh polisi hingga para makelar yang berperan merekrut pendonor mendekam di penjara.
Ifan pun menghabiskan hari-harinya bermain dan menemani si buah hati sembari menunggu sang istri berharap membawa rezeki. Tak jarang ia mengaku sering dikucilkan dan menjadi cibiran setelah banyak orang mengetahui kasusnya.
“Kata orang Ifan jual ginjal buat beli rumah, kata orang-orang kan itu dari Tuhan, dari kecil, dia malah jual,” kata Ifan sembari menundukkan kepalanya.
Makelar Ginjal (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
Di akhir cerita, bersandar di tembok rumahnya dan dengan mata berkaca-kaca, Ifan menitipkan pesan agar pengalaman masa lalu tersebut tidak diikuti orang banyak. Ia mengatakan, jalan hidup masih panjang jangan tergiur dengan uang.
ADVERTISEMENT
“Harapannya cukup saya saja jangan ada orang lain. Itu cuma manis awalnya pahit sesudahnya enggak bisa ngapa-ngapain. Capek, gampang lelah, mau ke sana ke sini orang pada takut gimana kesehatan saya, harapan saya jangan ada. Kalau mau perlu uang ya berusahalah semaksimal mungkin asal jangan sampai seperti saya, sangat menyesal,” pungkasnya.
Simak selengkapnya konten spesial kumparan dalam topik Makelar Ginjal.