Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Jubir Anies: Praktik Pembangunan yang Cenderung Otoriter Cenderung Gagal
22 September 2023 19:26 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Juru bicara Anies Baswedan, Sulfikar Amir menegaskan, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) akan meninggalkan model dan praktik pembangunan yang cenderung otoriter.
ADVERTISEMENT
“Agenda perubahan yang diusung AMIN akan meninggalkan model dan praktik pembangunan yang cenderung otoriter seperti food estate,” katanya, Jumat (22/9).
Pertanyaan Sulfikar ini merespons penjelasan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad yang mengakui Menhan Prabowo kesulitan menjalankan program food estate, karena tanah untuk program lumbung pangan tersebut masih sulit ditanami (22/9).
Sukfikar mengatakan, permasalahan pangan dan peningkatan produktivitas pertanian nasional akan dilakukan dengan pendekatan kolaborasi di mana program akan diramu bersama semua pihak dari atas ke bawah.
AMIN, ujarnya, juga akan memprioritaskan program pembangunan berdasarkan kondisi dan ketersediaan sumberdaya lokal dan dengan memanfaatkan sains dan data sehingga program pembangunan dapat berjalan secara efektif dan terukur.
“Model pembangunan seperti ini yang akan diubah oleh Anies-Cak Imin jika terpilih sebagai presiden dan wakil presiden nanti,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ia melanjutkan, kegagalan food estate sebagai proyek pemerintah sudah diprediksi. Dalam teori pembangunan, menurutnya, food estate itu masuk kategori large-scale projects karena dilakukan dalam skala masif dan dengan sumberdaya alam dan finansial yang jumlahnya besar.
“Proyek seperti itu sudah pernah dilakukan oleh China, Brasil, Uni Soviet, Uganda, dan banyak lagi. Biasanya dilakukan oleh rezim otoriter yang punya visi yang utopis,” ungkap Sulfikar.
Akhirnya, lanjut dia, proyek seperti food estate memiliki risiko kegagalan yang tinggi karena bersifat top-down dan tidak melibatkan masyarakat lokal. Juga karena ketidakmampuan organisasi negara dalam melakukan koordinasi yang begitu rumit.
“Di samping itu kurangnya pengetahuan yang dimiliki tentang konsekuensi dari eksploitasi alam yang dilakukan dalam waktu yang tergesa-gesa,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
(LAN)