Jujur Jadi Hal Terpenting bagi Mereka yang Ingin Divaksin tapi Punya Komorbid

24 Maret 2021 17:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kedua kanan) bersama Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar (kiri) menyaksikan penyuntikan vaksin corona AstraZeneca kepada santri di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (23/3).  Foto: Prasetia Fauzani/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kedua kanan) bersama Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar (kiri) menyaksikan penyuntikan vaksin corona AstraZeneca kepada santri di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (23/3). Foto: Prasetia Fauzani/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Komisi IX DPR meminta masyarakat yang hendak divaksin tetap mengutamakan kejujuran. Apalagi, para masyarakat yang berada dalam kelompok lansia.
ADVERTISEMENT
Hal ini berkaitan dengan apakah memiliki komorbid (penyakit penyerta) atau tidak. Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menegaskan kejujuran tersebut akan sangat membantu ketika proses vaksinasi selesai dilakukan.
"Ya makanya kejujuran menjadi kata kunci di proses vaksinasi. Makanya ada meja 1 2 3 kan. Nah di situ ada tanya jawab dulu. Ada screening dulu," kata Rahmad, Rabu (24/3).
"Itu jelas jelas ditanyakan. Kalau memang tidak, ya tidak bisa dilanjutkan lagi (vaksinasi)," tambahnya.
Anggota Fraksi PDIP ini menilai ada banyak pihak yang mengaku tak punya penyakit bawaan hanya karena ingin divaksin. Sehingga, menyembunyikan penyakit penyerta yang dimiliki.
Rahmad menegaskan hal tersebut sangat tak boleh dilakukan.
"Ada banyak orang yang memang tidak menyampaikan padahal orang yang lansia dan punya penyakit serius kan memang tidak disarankan divaksin. Jadi memang ini menjadi PR kita juga," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dalam menjalankan tugasnya, para tenaga medis memiliki kewenangan untuk menentukan apakah masyarakat tersebut bisa divaksin atau tidak. Hal itu berdasarkan kondisi dari masyarakat sendiri.
Tak hanya itu saja, dia juga menilai bisa saja masyarakat membawa surat keterangan dari dokter. Tapi baginya, hal itu terlalu administrasi.
Rahmad beranggapan yang utama dalam persoalan ini ada kejujuran semua pihak termasuk para penerima vaksin nanti.
"Ya boleh-boleh saja (bawa surat dari dokter). Tapi kan birokrasi kan panjang juga harus ke dokter ke mana tapi saya kira kejujuran yang lebih penting. Kalau itu kan hanya administrasi," ujarnya.
"Kalau kemudian minta surat ke dokter tapi ternyata suratnya enggak benar juga kan sama saja. Yang penting kejujuran," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, ada beberapa kejadian lansia penerima vaksin meninggal usai disuntik vaksin. Seperti informasi yang ada di Jatim. Diketahui, lansia tersebut ternyata memiliki komorbid atau penyakit penyerta.
Jubir Satgas COVID-19 Jatim, dr Makhyan Jibril mengaku belum mendapatkan informasi terkait hal tersebut. Ia akan melakukan investigasi, apakah kematian tersebut ada kaitannya dengan vaksinasi yang ia berikan.
"Belum ada [laporan]. Kalau kayak gitu kita investigasi. Sejauh ini belum ada laporan karena kalau memang KIPI (Kejadian Paska Imunisasi) kan langsung dilaporkan ada yang standby," ujar Makhyan kepada kumparan, Selasa (23/3).