Julian Assange: Saya Bebas karena Mengaku Bersalah atas Jurnalisme

1 Oktober 2024 17:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pendiri WikiLeaks Julian Assange mengacungkan jempol setelah tiba di Bandara Canberra, Canberra, Australia, Rabu (26/6/2024). Foto: William WEST / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pendiri WikiLeaks Julian Assange mengacungkan jempol setelah tiba di Bandara Canberra, Canberra, Australia, Rabu (26/6/2024). Foto: William WEST / AFP
ADVERTISEMENT
Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, menyatakan bahwa kebebasannya diperoleh bukan karena sistem hukum bekerja, tetapi karena ia mengaku bersalah atas jurnalisme— yang disebutnya sebagai fondasi masyarakat bebas.
ADVERTISEMENT
Setelah 14 tahun hidup dalam pelarian dan mendekam di penjara, Assange akhirnya dibebaskan pada Juni lalu.
Sebagian besar waktu tersebut ia habiskan di Kedutaan Besar Ekuador di London atau di Penjara Belmarsh, Inggris, akibat menerbitkan ribuan dokumen rahasia pemerintah AS yang terkenal dengan nama Wikileaks.
"Saya bebas hari ini bukan karena sistemnya berhasil. Saya bebas hari ini setelah bertahun-tahun dipenjara karena saya mengaku bersalah atas jurnalisme," ujarnya dalam pernyataan publik pertamanya setelah bebas, saat berbicara di hadapan Dewan Eropa di Strasbourg, Prancis.
Assange menegaskan bahwa ia menghadapi ancaman hukuman 175 tahun penjara karena pekerjaannya sebagai jurnalis. "Jurnalisme bukanlah kejahatan. Ini adalah pilar masyarakat yang bebas dan terinformasi," tambahnya, seperti dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
Dokumen-dokumen yang dirilis oleh Wikileaks memuat laporan rahasia tentang pembunuhan di luar hukum dan aktivitas intelijen AS terhadap sekutu-sekutunya.
Assange menilai kasusnya sebagai bukti keterlibatan lembaga intelijen kuat dalam penindasan transnasional terhadap para musuh.

'Lebih Banyak Impunitas, Lebih Sedikit Transparansi'

Pendiri WikiLeaks Julian Assange berjalan di luar Pengadilan Distrik Amerika Serikat setelah sidang, di Saipan, Kepulauan Mariana Utara, AS, 26 Juni 2024. Foto: Kim Hong-Ji/REUTERS
Assange juga menyoroti bagaimana kebebasan berekspresi semakin terancam selama masa penahanannya.
"Kita melihat lebih banyak impunitas, lebih banyak kerahasiaan, dan pembalasan terhadap mereka yang mengungkapkan kebenaran," katanya.
Dalam kesempatan itu, ia pun menyerukan komitmen untuk mempertahankan kebebasan, dan memastikan suara kebenaran tidak dibungkam oleh kepentingan segelintir orang.
Kasus Assange menuai kontroversi. Para pendukung memandangnya sebagai simbol kebebasan berbicara, sementara para pengecam menuduhnya membahayakan nyawa dengan membocorkan informasi sensitif.
Presiden AS Joe Biden sebelumnya menyebut Assange sebagai teroris, namun Assange tetap berjuang untuk mendapatkan pengampunan presiden terkait hukumannya di bawah Undang-Undang Spionase AS.
ADVERTISEMENT

Wikileaks dan Indonesia

SBY dan Megawati. Saat SBY berkuasa, Megawati memimpin PDIP menjadi partai oposisi. Foto: Rumgapres/Abror Rizki
Wikileaks adalah situs yang menyadap kawat-kawat diplomatik dari Kedubes AS di seluruh dunia untuk dilaporkan ke Washington. Percakapan diplomat-diplomat asing tentang Indonesia, termasuk Presiden SBY, juga dibocorkan di Wikileaks.
Bahkan Presiden SBY pada 2014 meminta pemerintah Australia mengklarifikasi laporan Wikileaks yang menyebut dirinya dan mantan presiden Megawati terlibat kasus dugaan korupsi proyek pencetakan uang kertas Indonesia di Australia.
"Saya meminta Australia mengeluarkan statement yang terang agar nama baik Megawati dan saya tidak dicemarkan, dan agar tidak mencemarkan nama baik pejabat Indonesia lainnya. Kita ingin dengar langsung dari Australia," kata SBY dikutip dari BBC.