Cover Lipsus Membombardir Israel via Medsos

#JulidFiSabilillah, Menantang Agresi Israel lewat Jagat Maya

4 Desember 2023 16:53 WIB
·
waktu baca 16 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Erlangga Greschinov, influencer di platform X yang biasanya mencuit soal bahasa, sejarah, dan budaya, mendadak jadi sosok garang. Pada 21 November, Erlangga membagikan sebuah surat di linimasa X yang isinya menyatakan ia didapuk menjadi Komandan Satuan Operasi Khusus Netizen Julid Anti Israel oleh Netizen Force.
Satopsus itu tentu bukan entitas resmi. Namun ia bergaung kencang di jagat maya karena menjadi wujud gerakan perlawanan masyarakat sipil di media sosial dalam merespons kekejaman agresi militer Israel di Gaza, Palestina. Gerakan ini bermula pasca-serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Israel membalas serangan itu dengan menghujani bom ke Gaza dan melakukan serangan darat, menyebabkan ribuan korban masyarakat sipil.
Agresi Israel yang digawangi oleh Angkatan Bersenjata Israel (Israeli Defense Force, IDF) itu ditingkahi dengan perilaku tentaranya yang membuat konten-konten medsos di tengah hancurnya Gaza. Mereka pamer foto atau video di antara reruntuhan bangunan seraya menenteng senjata, seolah menang lawan musuh secara paripurna.
“Upload selfie di Gaza. Tentu hal-hal seperti ini tidak patut untuk dilihat. Mereka mempertontonkan itu tanpa ada konsekuensinya. Padahal bagi warga Palestina, mereka tidak bisa menyuarakan (perang) ini secara bebas,” ujar Erlangga.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) selama operasi darat di lokasi yang disebut sebagai Gaza, pada Rabu (1/11/2023). Foto: Israel Defense Forces/via REUTERS
Warga Palestina yang menyuarakan sikapnya bisa ditangkap Israel karena dianggap mendukung terorisme. Karena itulah Erlangga merasa perlu mengemban tugas untuk melakukan julid sebagai bentuk kritik atas laku Israel terhadap masyarakat Palestina.
Ia mengawali “julid” tersebut dengan melakukan spamming, yakni melontarkan komentar-komentar pedas di postingan medsos milik para serdadu Israel. Setelah itu, ia bagikan aksinya di X. Cara tersebut mendapat simpati dari pengikut Erlangga.
Gerakan tersebut lantas viral dengan tagar #JulidFiSabilillah. Nama itu mengadopsi istilah umat Islam, jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah). Dan lantaran aksi ini berbentuk serangan komentar negatif terhadap tentara IDF dan para pendukung zionisme di medsos, maka kata depan “jihad” lalu diganti menjadi “julid”.
“Kami melakukan ini tujuannya sebagai pembelaan terhadap warga di Palestina, dan juga sebagai bentuk perlawanan. Melawan okupasi Zionis di tanah Palestina,” kata Erlangga.
Sejak gencar memberi informasi soal konflik di Gaza dan melancarkan gerakan #JulidFiSabilillah pasca 7 Oktober, pengikut Erlangga di platform X pun bertambah sekitar 100 ribu menjadi 250 ribu pengikut.
Pegiat Media Sosial, Erlangga Greschinov, saat program DipTalk kumparan. Foto: Melly Meiliani/kumparan

Berjulid dengan Aturan, Jatuhkan Mental Israel

Awalnya, #JulidFiSabilillah dimulai saat Erlangga menemukan beberapa akun pribadi personel IDF di Instagram. Mereka mencantumkan lokasi di Gaza. Erlangga pun menelusuri lokasi Gaza di instagram, dan muncullah beberapa akun yang ternyata milik tentara Israel.
“Ya sudah, kena deh (jadi target),” ucap Erlangga.
Erlangga lalu membagikan info soal akun-akun itu di lini masa X-nya. Biasanya, ia memberi imbuhan “cemilan malam”. Ini misalnya ia lakukan pada 1 Desember lalu ketika mencuit “Titipan cemilan malam” sambil menyertakan tangkapan layar akun dari seorang tentara IDF.
Selepasnya, warganet atau pengikut Erlangga bergerak dan berjulid di kolom komentar mereka. Secara vice versa, kadang justru warganet yang membagikan akun-akun tentara Israel kepada Erlangga, dan ia lalu membagikannya lagi ke pengikutnya untuk kemudian diserang bersama-sama.
Erlangga yang lulusan teknik industri Institut Teknologi Telkom itu melihat peluang dari karakter warganet Indonesia. Selain dominan dari sisi jumlah pengguna, netizen yang pernah mendapat predikat “paling tidak sopan” di Asia Tenggara itu juga berpotensi unggul dalam menyampaikan narasi. Itulah inti kekuatan untuk melawan Israel.
“[Netizen Indonesia] lebih ganas atau buas. Kita mungkin enggak pernah melihat netizen Pakistan atau Arab Saudi ngomong blak-blakan soal sesuatu, tapi kalau netizen Indonesia kan kita lihat terus seperti itu,” ujar Erlangga.
Netizen-netizen “buas” inilah yang kemudian diarahkan untuk menyampaikan pesan-pesan khusus kepada target-target, misalnya menghujani IDF dan tokoh-tokoh pendukung zionisme dengan kata-kata “teroris” atau “baby killer” (pembunuh bayi)—merujuk pada serangan Israel yang kerap tidak proporsional sehingga menyebabkan tewasnya anak-anak dan balita.
Seorang pria Palestina membawa jenazah seorang anak yang tewas dalam serangan Israel, di rumah sakit Shuhada Al-Aqsa di Jalur Gaza tengah 31 Oktober 2023. Foto: Ahmed Zakot/Reuters
Alhasil, #JulidFiSabilillah membuat banyak serdadu Israel merasa risih atau terganggu. Ada target yang merasa diteror lalu menyeting akunnya menjadi privat. Ada pula yang terkena banned karena kena report massal oleh warganet. Julid rupanya menjatuhkan mental para target.
“Ada juga yang lapor ke polisi karena merasa diteror, dan ada yang sempat tutup akun karena enggak kuat,” ucap Erlangga.
Sebagai contoh, Erlangga pernah membagikan cuitan dalam akun X-nya yang menampilkan video bagaimana Adi Zarifi, presenter stasiun televisi N12 Israel, menunjukkan ponselnya yang mendapatkan notifikasi tak henti dari akun Instagramnya. Notifikasi nonstop itu tak lain akibat ulah netizen julid.
Ada salah satu netizen Indonesia yang berkomentar kepadanya, “Biar rasain mati keselek mikrofon. Mati gak, hidup gak.” Selain itu, beberapa warganet juga menuliskan komentar berupa kalimat syahadat. Sisanya mengomentari postingan Zarifi dengan tagar #FreePalestine.
Contoh lainnya, warganet Indonesia membanjiri postingan akun Instagram tentara IDF Natalia Fadeev, menyebutnya sebagai baby killer. Natalia pun risih dan mempertanyakan kenapa mereka memberi sebutan itu kepadanya.
Erlangga juga menyerang akun X milik @visregard24, @AvivaKlompas, @DrEliDavid dan @emilykschrader. Mereka dikategorikan Erlangga sebagai propagandis Israel, dan #JulidFiSabilillah menjadikan mereka sebagai target utama pada 2 Desember atas respons pengeboman Israel atas Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Eli David, yang menempati urutan kedua pada orang berpengaruh di X, sempat mengeluhkan adanya “kelompok anti-Israel yang mengumumkan serangan massal pada akunnya’’ ke bos X, Elon Musk. Erlangga menyebut reaksi dari Eli David adalah pelaporan massal dari netizen Indonesia. Akun Eli sempat kena suspend oleh X meski kini telah kembali.
Meski masif, Erlangga sebagai pimpinan #JulidFiSabilillah memiliki aturan main yang ketat. Ia menghindari cap anti-Semit atau anti-Yahudi. Julid Fisabililah adalah gerakan membenci Israel sebagai sebuah negara yang terus melakukan penjajahan atas Palestina.
Erlangga juga getol memberikan informasi terkait pendirian negara Israel pada 1948, serta sejarah panjang mereka yang mengeklaim bahwa kaum Yahudi berhak atas tanah Palestina akibat Holocaust pada Perang Dunia 2. Ia juga menyerang paham Zionis, yang menyebut bahwa umat Yahudi berhak mempunyai negara di kawasan Palestina.
Erlangga memiliki aturan main bahwa Julid Fisabililah memiliki target tertentu, yakni tentara, aparat kepolisian, warga, atau badan yang membuat narasi anti-Palestina.
Serangan kepada mereka dilakukan dengan dua cara: persuasif (komentar pro-Palestina, informasi fakta tentang Palestina) dan trolling (perisakan, hujatan, retasan, report massal pada akun-akun Zionis). Ia juga menekankan, julid tidak boleh membawa narasi anti-Semit seperti Nazi, Holocaust, Hitler, dan semacamnya.
“Sebab yang kita lakukan adalah melawan Zionisme dan kekejaman Israel, bukan bangsa atau ras Yahudi,” tulis Erlangga dalam sebuah surat yang ia unggah di X, selaku Komandan Satuan Operasi Khusus Netizen Julid Anti-Israel.
Asap mengepul di atas gedung-gedung selama serangan Israel di Jalur Gaza selatan, Jumat (1/12/2023). Foto: John MACDOUGALL / AFP
Hasilnya, bagi Erlangga cukup memuaskan. Dari 150 an akun yang ia serang, sebagian besar memblokirnya. Ia tak hapal jumlah pasti, namun beberapa menutup akun sosmed mereka atau mengeluh tentang teror yang dialami.
“Anggota IDF kan biasanya mereka jadi bangga gitu ya mereka pamer, mereka lagi di Gaza nih, lagi bawa senjata, gitu. Pas menghadapi netizen Indonesia mereka jadi private account, jadi terbatas, enggak bisa dilihat siapa pun. Karena apa? Karena takut. Mereka enggak berani untuk menampilkan mereka lagi pakai seragam, tenteng senjata gitu,” ucap Erlangga.

Upaya Kelabui IDF, Sedot Perhatian Turki dan Malaysia

Gelombang #JulidFiSabilillah ini kian membesar. Jika sebelumnya mereka melakukan serangan secara sporadis, Erlangga merancang strategi baru yang menurutnya akan lebih ampuh setelah mempelajari pola-pola serangan sebelumnya.
Pertama, ia menentukan jam serangan. Yakni pukul 21.00 WIB sampai 00.00 WIB, saat itu adalah waktu makan malam di Israel sesuai zona waktu mereka. Atau pukul 09.00-12.00 WIB. Dengan perbedaan 5 jam waktu lebih cepat, Erlangga memprediksi warga Israel pada jam tersebut tengah memulai aktifitas.
Kedua, ia melakukan serangan umum pada 2 Desember kemarin. Ia membagi cara jadi 2 kategori. Kategori Operasi Umum adalah jalan yang biasa, spamming komentar di media sosial aparatur Israel atau propagandis mereka. Kedua, Operasi Khusus.
Tentara Israel bereaksi dari kendaraan militer saat berkendara di perbatasan Israel ketika meninggalkan Gaza, selama gencatan senjata, di Israel, Jumat (24/11/2023). Foto: Amir Cohen/REUTERS
Pada Operasi Khusus ini, Erlangga membuat 4 cara. Pertama, mereka berpura-pura bersimpati terhadap perjuangan Israel. Lalu, membuka komunikasi yang simpatik terhadap mereka untuk memperoleh informasi tertentu.
“Jadi bikin DM ke IDF mereka gitu. Ini kami stand with kamu nih. Jadi mereka merasa mendapat dukungan ketika mereka percaya dan mungkin nanti mereka akan memberikan data pribadi mereka, atau curhatan tertentu yang kemudian nanti bisa kita manfaatkan,” kata Erlangga.
Kedua, Erlangga juga berupaya menyedot informasi mereka dengan membuat akun palsu. Mengisi instagram dengan foto-foto rekaan Artificial Intelligence, misalnya, dan merayu para aparat ini.
“Jadi kan mereka merasa berbunga-bunga nih gitu diganjenin gitu kan. Nanti di situ ada informasi yang kita dapatkan itu juga bisa jadi sesuatu yang bisa kita manfaatkan,” ujarnya.
Ketiga, mereka berupaya memecah belah para personel IDF ini. Mereka mengedit foto aparatur IDF, membuatnya seolah-olah menjadi pro Palestina.
“Ternyata orang Israel tuh paling risih kalau foto atau video mereka diedit seakan-akan mereka bela Palestina. Mereka paling risih dengan itu,” ucap Erlangga.
Keempat, melakukan peretasan terhadap akun-akun personel IDF atau para propagandis Israel. Mereka memberikan link phising, atau virus ke sosial media mereka.
Begitu masifnya gerakan ini juga menarik perhatian dari beberapa warganet internasional. Malaysia, misalnya, mereka yang menamakan diri sebagai Tentara Bawang turut bergabung dalam serangan #JulidFiSabilillah ini.
Sementara pada 3 Desember lalu, akun X milik Daily Islamist Turki memposting ulang undangan Erlangga tentang ajakan Julid Fisabililah untuk bagi warganet Turki.
Pengamat Hubungan Internasional M. Aji Surya menyebut bahwa gerakan #JulidFiSabilillah merupakan bentuk diplomasi publik yang melibatkan masyarakat dalam diplomasi untuk memberi tekanan dengan tujuan tertentu. Menurutnya, jika strategi yang digunakan tepat, maka gerakan ini berpotensi mengubah kebijakan Israel layaknya opini publik mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam.
“Kalau tekanan ini nular ke warga Israel yang tidak setuju perang, [#JulidFiSabilillah] bisa lebih efektif lagi. Ini bisa menginfeksi orang Israel, apalagi tidak semua orang Israel setuju dengan perang ini,” terang Aji.
Aji berpendapat bahwa gerakan ini berpotensi meluas layaknya K-Pop yang dianggap sebagai bentuk diplomasi publik yang sukses. K-Pop dinilai dapat mempengaruhi masyarakat di negara lain untuk kagum terhadap sebuah bangsa, Korea Selatan. Pola serupa digunakan dalam #JulidFiSabilillah, tetapi efek yang diharapkan berbeda.
“Saya kira ini lumayan menganggu [Israel], kenapa? Ternyata responsnya ada [dari stakeholder Israel], hanya saja ini bisa lebih masif kalau menggunakan bahasa yang dipahami lawan, kabarnya dikatakan ada yang masih menggunakan bahasa Indonesia, kalau semua pakai bahasa Inggris tentu akan lebih masif,” ungkap eks Kepala Perwakilan KBRI Kairo, Mesir, itu.
Pengamat Hubungan Internasional Aji Surya saat program DipTalk kumparan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan

Medsos Mengecap Teroris ke Gerakan Pro-Palestina

Bagi Erlangga, jalan perjuangan #JulidFiSabilillah di media sosial tidak selalu mulus. Selain pernah dilaporkan ke polisi Israel, Erlangga juga pernah dituding sebagai orang bayaran Hamas.
“Kita dianggap lagi mendukung teroris, atau bahkan kita dianggap teroris gitu,” ujarnya.
Pada 2 Desember, saat serangan umum Julid Fisabililah, akun X Erlangga dilaporkan melanggar peraturan X, yakni penghinaan dan pelecehan secara online. Ia mendapat laporan telah menghasut, dan diminta menghapus sebuah cuitan yang dikategorikan X sebagai hasutan.
Adapun, cuitan tersebut adalah informasi serangan umum julid yang menargetkan aparatur IDF dan propagandis Israel. Bagi Erlangga, represi kebijakan platform terhadap akun medsosnya sudah diantisipasinya, “Ya, namanya juga #JulidFiSabilillah, kan pasti ada syahidnya juga ya.”
Kejadian ini tak hanya dirasakan Erlangga, warganet pembela Palestina di Instagram, Shofia, juga merasakan akunnya sempat kena suspend oleh platform yang dibawahi Meta itu. Shofia sebelumnya aktif ‘julid’ di komentar tentara IDF yang memposting gestur kegembiraan saat melakukan serangan ke Gaza.
“Kita ngomentarin, spam bendera Palestina, atau slogan Free Palestine, lama-lama kita ngejek sedikit lah, ‘IDF: Israel Diapers Force (Pasukan Popok Israel),’ ‘baby killers, children killers,’ ‘why do you so proud about it?’” kata ibu rumah tangga yang berdomisili di Jawa Barat ini.
Komentar itu dilakukan berulang-ulang, hingga tanggal 21 November akun Shofia ditangguhkan sehingga tidak bisa berkomentar di akun manapun hingga 28 November. Instagram memberi peringatan bahwa komentarnya “tidak sesuai dengan ketentuan komunitas kami.”
Shofia bercerita ada teman-temannya yang juga memposting Instagram story soal berita pembebasan sandera dan tawanan oleh Hamas. Postingan yang menampilkan tawanan yang tersenyum kepada sayap militer Hamas, Brigade Izzudin Al Qassam, itu terhapus dengan sendirinya. Kejadian serupa dikeluhkan oleh warganet lain di medsos.
“Padahal video yang dishare itu video pembebasan sandera oleh Hamas, itu enggak ada kekerasan di sana, bahkan sanderanya senyum-senyum. Tapi video itu terhapus,” katanya.
kumparan mencoba membagikan salah satu berita pembebasan sandera oleh Hamas ke Instagram story. Namun, seperti kata Shofia, postingan itu terhapus dengan sendirinya seraya diberi peringatan bahwa Instagram tak mengizinkan orang membagikan dukungan untuk organisasi yang didefinisikan sebagai berbahaya.
“Ini mencakup hal seperti memuji serangan teroris, mendukung kekerasan terhadap sekelompok orang tertentu, mendukung atau mempromosikan kegiatan kriminal yang berbahaya,” tulis Instagram.
kumparan mencoba menghubungi tim Komunikasi Meta Indonesia, Cipluk Carlita, untuk mengonfirmasi soal kebijakan Meta dalam postingan pro Palestina. Namun, pesan permohonan wawancara kumparan hanya menunjukkan tanda centang biru.
Selain di Instagram, akun medsos Shofia di YouTube juga sempat kena suspend tak bisa memposting komentar selama sehari karena gencar berkomentar pro Palestina di akun miliki portal berita luar negeri. Di Facebook, saat mengetikkan kata “Hamas” di kolom pencarian, akan muncul peringatan “beberapa kata kunci bisa jadi terhubung dengan kelompok berbahaya”.
Sementara itu kumparan juga tidak bisa membuka akun medsos Hamas English di platform Telegram yang diunduh dari Google Play Store. Akun itu baru bisa dibuka jika aplikasi yang diinstal di peranti berasal dari situs Telegram langsung.
Pejuang Hamas memberi biskuit kepada wanita Israel yang menjadi tawanan. Hamas membebaskan dua tawanan itu pada Senin, 23 Oktober 2023. Foto: Twitter/@QudsNen

Julid Fisabiliah: Jawaban Warganet Indonesia atas Propaganda Israel

Hasil monitoring sistem analisis media sosial, Drone Emprit, menunjukkan gerakan #JulidFiSabilillah mulai masif tampak sejak 21 November–saat Erlangga didapuk menjadi komandannya. Sedangkan puncaknya pada 28 November yang dalam sehari saja bisa memunculkan 10 ribu perbincangan di X.
“Total hingga 30 November saja, sudah lebih dari 25 ribu mention dengan 3 akun utama, yang paling banyak mempengaruhi narasi serangan adalah akun X Greschinov, Azzam Izzulhaq, dan Avolanza,” kata Lead Analyst Drone Emprit, Rizal Nova Mujahid.
Nova melihat, gerakan ini bisa masif karena ada komando, namun, komando ini luwes dengan narasi yang jelas. Sehingga, setiap orang bisa terlibat di dalamnya.
“Saya kira dalam batas-batas tertentu gerakan ini bisa dibilang efektif,” ucap Nova.
Selain itu, gerakan ini berhasil mengambil ceruk rasa simpati masyarakat Indonesia yang begitu marah atas agresi Israel ke Gaza. #JulidFiSabilillah, menurut Nova, tampil sebagai alternatif atas kuatnya propaganda Israel yang terus menerus menyerang Hamas dan mengecapnya sebagai teroris.
Belum lagi bagaimana aparat IDF hingga warga sipil Israel sendiri sempat menghina rakyat Palestina di Gaza saat agresi dan pengeboman berlangsung.
Lead Analyst Drone Emprit, Rizal Nova Mujahid. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
“Propaganda Israel disebarkan tidak hanya perbincangan yang serius. Tapi yang remeh temeh. Ada yang menari-menari melihat warga Palestina menderita. Tidak hanya yang level tinggi ya. nah itu tidak ada yang jawab di media sosial. Salah satu yang jawab ya ini,” kata Nova.
Ini terbukti dari jumlah retweet yang diperoleh oleh tagar #JulidFiSabilillah di X selama hampir sepekan. Dari Social Network Analysis Drone Emprit, pada 19 November hingga 26 November, ada 18.347 retweet untuk #JulidFiSabilillah. Tagar Julid Fisabililah ini juga biasanya diikuti dengan beberapa tagar lain seperti #FreePalestine, #ConflictUpdate, #IsraelGenocideState, dan #WeStandWithPalestine.
Namun, Nova juga memberikan catatan, bahwa warganet Indonesia cenderung tidak memiliki daya tahan yang lama terhadap sebuah isu. Ini mengacu pada preseden isu-isu sebelumnya, seperti protes terhadap Omnibus Law, UU Desa, atau UU Kesehatan. Polanya, ramainya gerakan hanya berlangsung selama 1-2 minggu saja.
Hal ini terlihat juga pada gerakan #JulidFiSabilillah. pada 28-29 November, angkanya turun jadi 7.500 percakapan. Sementara pada 30 November, angkanya kembali turun jadi hanya 3 ribuan percakapan. Nova menyebut, salah satu faktornya bisa jadi karena adanya isu pemilu dan kampanye Pilpres yang diperkirakan dapat menurunkan stamina warganet.
Ketua Prodi Pascasarjana Kajian Timur Tegah dan Islam Universitas Indonesia (UI), Yon Machmudi, menyebut peperangan Palestina dan Israel bukanlah peperangan fisik semata, tetapi juga ada peperangan dalam hal informasi di media sosial.
Ketua Prodi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG Universitas Indonesia, Yon Machmudi. Foto: Amrizal Papua/kumparan
Menurutnya, adanya keberpihakan medsos terhadap isu Israel-Palestina terjadi karena pemilik platform informasi dan komunikasi sudah didekati pihak Israel. Misalnya, Elon Musk, pemilik X, yang setelah diundang ke Israel kemudian menyatakan terang-terangan mendukung negara Zionis itu.
“Kemudian juga pemilik media besar terutama yang ada di AS, [didekati] untuk kemudian menutup akses informasi terhadap semua hal berkaitan dengan Palestina dan Hamas yang merugikan Israel. Itu kan juga tidak fair terhadap informasi publik,” ujar Yon di Fakultas Ilmu Budaya UI, Depok, Jumat (1/10).
Aji Surya juga berpendapat bahwa gerakan #JulidFiSabilillah mesti waspada terhadap langkah dari pemilik medsos. Mereka disarankan mencari alternatif lain apabila medan perang medsos itu ditutup.
“Setahu saya Israel itu pandai, apakah ini [dapat] dengan mudah dihentikan dengan katakanlah menggunakan Twitter lalu ditutup semua? Ya selesai,” katanya.
Karena serangan #JulidFiSabilillah sempat mendapat sorotan platform, Erlangga pun menyiasati serangan-serangannya itu dengan menyisipkan bahasa daerah dan Indonesia dalam setiap postingan bahasa Inggris untuk mengelabui algoritma medsos.
“Itu dikasih tahu sama salah satu kurator platform [medsos], dia DM (mengirim pesan) begitu. Terus dia bilang, ‘Siapa tahu ini bisa membantu perjuangan,’” kata Erlangga.
Seorang wanita Palestina membantu seorang anak yang terluka akibat serangan Israel di sebuah rumah, setelah gencatan senjata sementara antara Hamas dan Israel berakhir, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, Jumat (1/12/2023). Foto: Hatem Khaled/REUTERS

Hamas Akui Bantuan di Media Sosial

Kepada kumparan, pejabat Hamas perwakilan Turki Talal Nassar bilang bahwa perjuangannya di Palestina dalam rangka melawan penjajah. Dan menurutnya, ini bukan hanya perang orang Palestina belaka, tetapi juga perjuangan umat Islam di dunia.
Talal bilang karena itulah sesama umat Islam mesti membantu, misalnya dengan harta, pena, atau ide-ide. Ia juga menegaskan berartinya bantuan menjelaskan keaadan sesungguhnya di Palestina kepada dunia.
“Yang paling bisa kita lakukan adalah bantuan melalui media sosial, kita menekankan apa yang sesungguhnya terjadi di Palestina,” ujar Talal.
Menurut Talal, perang propaganda dengan Israel memang telah terjadi. Ia menyebut bahwa kebohongan telah disebarkan Zionis dengan menyuruh pihak tertentu untuk menyebarkan kabar bohong dengan imbalan jutaan dolar.
Tentara Israel bersama lansia yang dibantunya untuk foto propaganda lalu dibunuhnya. Foto: Dok. Istimewa
Dalam laporan situs media Semafor, miliarder AS disebut mengonsolidasikan dana sebanyak USD 50 juta (Rp 772,5 triliun). Dana itu bakal digunakan untuk kampanye media demi menggambarkan Hamas sebagai teroris di hadapan masyarakat Amerika.
Kampanye bertajuk Facts For Peace itu mencari pendanaan dari sekitar 50 nama besar di bidang media, keuangan, dan teknologi yang ada di AS. Meski stakeholder yang dituding dalam laporan itu tak berkomentar, namun akun-akun medsos @factsforpeace sudah ada di berbagai media sosial seperti Facebook dan Instagram. Mereka membagikan narasi pro Israel dan anti-Hamas.
“Propaganda yang disebarkan oleh orang-orang Israel hanyalah kebohongan yang niatnya adalah menjatuhkan para pejuang, agar orang di dunia tidak percaya serta menjatuhkan perjuangan rakyat Palestina,” kata Talal.
Pejabat Hamas Perwakilan Turki, Talal Nassar. Foto: Dok. Istimewa
Menurut Talal, kebohongan Israel itu bukan hanya dilakukan kepada dunia melainkan kepada rakyatnya sendiri.
Sejumlah narasi Israel terhadap Hamas memang sempat viral. Warganet pun melakukan debunking terhadap, misalnya, video-video dari akun IDF yang menampilkan narasi Israel menemukan tempat markas Hamas dan terowongan bawah tanah yang berada di sejumlah rumah sakit di Gaza.
Salah satu video yang menampilkan Jubir IDF Jonathan Conricus di RS Al Shifa, Gaza, pun dihapus oleh IDF. Dalam video, Jonathan berkeliling di RS itu dan seolah-olah menemukan markas Hamas yang berisi senjata dan munisi.
Tangkapan layar Jubir IDF Jonathan Conricus, dalam video propaganda tentang RS Al-Shifa Gaza yang kemudian dihapus oleh IDF. Foto: IDF
“Hamas sama sekali tidak menanggapi propaganda ini dan tetap pada pendiriannya. Buktinya orang-orang Israel sendiri lebih percaya perkataan Abu Ubaidah (Jubir Brigrade Al Qassam) dibanding jubir resmi orang-orang zionis,” kata Talal.
Talal mengaku Hamas tidak memiliki saluran media sosial seperti Twitter, Instagram, atau Facebook. Tetapi Hamas mengakui pihaknya memiliki tentara siber yang dibantu oleh orang-orang Palestina dan pro Palestina di seluruh dunia.
“Mereka ini sebisa mungkin menggunakan media sosial [mengabarkan] apa yang sesungguhnya terjadi di Palestina. Kita bisa menunjukkan kepada dunia bahwa Zionis ini sangatlah buruk,” tutupnya.
Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten