Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Junta Myanmar Hadapi Pemberontakan Besar di Perbatasan China
16 November 2023 14:03 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Junta militer Myanmar berhadapan dengan serangan masif dai sejumlah pemberontak. Mereka meminta staf pemerintahan bersiap dengan serangan darurat.
ADVERTISEMENT
Junta juga meminta warga dengan pengalaman militer untuk bersiap membantu melawan memberontak.
Selama beberapa dekade Myanmar melawan pemberontakan dari berbagai etnis. Kudeta 2021 membuat kelompok pemberontak berkoordinasi demi menjatuhkan kekuasaan junta.
Juru bicara junta, Zaw Min Tun, mengatakan pemberontakan bersenjata skala besar dihadapi di Negara Bagian Shan, Kayah dan Rakhine. Pemberontakan pecah di utara yang berbatasan dengan China.
Dia menambahkan, sejumlah posisi militer terpaksa dievakuasi. Pemberontak menggunakan drone untuk menjatuhkan bom di sejumlah pos.
"Kami segera mengambil tindakan demi melindungi diri dampak langsung serangan bom dari drone," kata Zaw seperti dikutip dari Reuters.
Sekretaris Dewan Naypyitaw, Tin Maung Swe, menyebut kendati PNS diminta bersiap dengan situasi darurat, kondisi ibu kota tenang. Keamanan dipastikan masih terkendali.
ADVERTISEMENT
"Rencana ini adalah untuk membantu dalam keadaan darurat dan biasanya dipakai saat bencana alam," ucap Tin.
Sejak kudeta pada 2021 Myanmar jatuh ke jurang krisis. Penggulingan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi oleh militer menuai kecaman dunia.
Barat menjatuhkan sanksi ke Myanmar dan pihak bertanggung jawab atas kudeta. Mereka mendesak Suu Kyi dibebaskan.
Kondisi diperparah dengan kaburnya warga Myanmar ke negara-negara termasuk India dan Thailand.
Situasi di Myanmar menjadi perhatian khusus Sekjen PBB Antonio Guterres. Dia meminta pihak bertikai di Myanmar melindungi warga sipil.
"Jumlah orang yang kehilangan tempat tinggal di Myanmar sudah mencapai dua juta," kata jubir Guterres.