Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Sejumlah jurnalis di Banda Aceh menggelar aksi solidaritas meminta polisi mencabut status tersangka aktivis Dandhy Dwi Laksono. Dandhy menjadi tersangka pelanggaran UU ITE karena tweet-nya soal kerusuhan di Papua.
ADVERTISEMENT
Unjuk rasa yang diinisiasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh itu berlangsung di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Senin (30/9). Selain jurnalis peserta aksi juga diikuti beberapa aktivis dan LSM.
Pantauan kumparan, para peserta memulai aksi dari Sekretariat Bersama (Sekber) Jurnalis Banda Aceh. Beberapa saat setelah membentangkan spanduk di sana, kemudian mereka berjalan kaki menuju lokasi unjuk rasa.
Sepanjang jalan itu mereka juga ikut menampilkan umbul-umbul aksi bertuliskan ragam protes tentang kriminalisasi terhadap jurnalis dan aktivis. Tak hanya dialami Dandhy tapi juga jurnalis di Aceh.
Ketua AJI Banda Aceh, Misdarul Ihsan, mengatakan dalam kurun waktu dua pekan terakhir tercatat sebanyak 14 jurnalis mengalami intimidasi dan kekerasan saat menjalankan profesinya. Kejadian itu tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Dari data diperoleh AJI Indonesia pelakunya mayoritas dari oknum aparat kepolisian yang mestinya mengayomi dan melindungi para insan pers terutama ketika berhadapan di lapangan dalam setiap aksi massa,” katanya.
Tak hanya itu, menurut Misdarul, pembungkaman berekspresi di negeri demokrasi ini juga semakin dikekang dan dibungkam. Seperti halnya dialami Dandhy Dwi Laksono, seorang jurnalis yang juga aktivis HAM dan lingkungan.
Misdarul menjelaskan, Dandhy dijemput paksa oleh aparat kepolisian Polda Metro Jaya dari rumahnya kawasan Bekasi pada Kamis malam (26/9), hanya karena mengkritik kekerasan yang terjadi di Papua lewat akun Twitternya.
“Meski kemudian dibebaskan tetapi status tersangka masih melekat padanya. Pembebasan Dandhy hanya sebatas penangguhan penahanan atau tahanan luar,” ucap Misdarul.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, kasus yang terjadi di Aceh seperti pembakaran rumah milik Asnawi Luwi, seorang jurnalis di Aceh Tenggara pada 30 Juli 2019 lalu hingga kini belum terungkap. Diduga kebakaran itu karena faktor pemberitaan dan upaya untuk membungkam kemerdekaan pers.
“Hingga hari ini tepat 60 hari setelah kejadian, motif kasus itu belum terungkap apalagi menangkap pelakunya,” tegas Misdarul.
AJI Banda Aceh meminta semua pihak untuk tidak menghalangi, mengintimidasi dan melakukan kekerasan terhadap jurnalis dalam menjalankan profesinya. Sebab, jurnalis dilindungi Undang-undang 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Aji Banda Aceh mendesak kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya untuk segera membebaskan Dandhy Dwi Laksono dari status tersangka dugaan kasus SARA, dengan menerbitkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP-3).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya mendesak Polda Aceh untuk segera mengungkap motif dan dalang kasus pembakaran rumah jurnalis di Aceh Tenggara. Meminta Presiden RI untuk mereformasi lembaga kepolisian karena banyaknya kasus kekerasan terhadap jurnalis serta terkesan lamban dalam mengungkap kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.