Jurnalis Rusia dan Filipina Dihadiahi Nobel Perdamaian

8 Oktober 2021 16:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jurnalis Maria Ressa. Foto: Caitlin Ochs/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Jurnalis Maria Ressa. Foto: Caitlin Ochs/REUTERS
ADVERTISEMENT
Hadiah Nobel Perdamaian Dunia diberikan pada dua orang jurnalis, Maria Ressa dari Filipina dan Dmitry Muratov dari Rusia.
ADVERTISEMENT
Pengumuman tersebut disampaikan lembaga Nobel yang bermarkas di Norwegia pada Jumat (8/10/2021). Ressa dan Muratov mendapat penghargaan bergengsi itu karena berjuang untuk kebebasan berpendapat di masing-masing negara.
Jurnalis Dmitry Muratov. Foto: Sergei Karpukhin/REUTERS
"Pasangan diberikan hadiah karena upaya mereka menjaga kebebasan berpendapat," kata Kepala Komite Nobel Berit Reiss-Andersen seperti dikutip dari AFP.
"Upaya yang dilakukan mereka adalah syarat bagi demokrasi dan perdamaian," sambung dia.
Ressa dan Muratov adalah jurnalis kedua yang mendapat nobel. Jurnalis pertama yang dihadiahi nobel adalah wartawan Jerman Carl von Ossietzky pada 1935.
Jurnalis Maria Ressa. Foto: JOEL SAGET / AFP
Ressa merupakan salah satu pendiri media Rappler di Filipina. Media itu mencuri perhatian warga Filipina karena gaya jurnalisme investigasi yang ditampilkan.
Rappler juga menjadi media kritis terhadap kepemimpinan Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang kontroversial. Kritik diarahkan pada kebijakan berdarah Duterte untuk membasmi narkotika.
ADVERTISEMENT
Karena pemberitaan membuat penguasa Filipina geram, Ressa divonis enam tahun penjara atas kasus pencemaran nama baik. Saat ini Ressa masih belum dieksekusi karena mengajukan banding.
Aksi Muratov tidak kalah berani di Rusia. Pria ini jadi sosok terdepan membela kebebasan berpendapat di Rusia.
Jurnalis Dmitry Muratov. Foto: Natalia KOLESNIKOVA / AFP
Pada 1993 Muratov mendirikan media Novaya Gazeta yang kritis terhadap kekuasaan Rusia pascaruntuhnya Uni Soviet.
Akibat sikap kritisnya itu, Novaya Gazeta harus berulang kali menerima ancaman, kekerasan dan pembunuhan.
Sejak surat kabar itu berdiri, sudah enam jurnalisnya tewas dalam tugas. Yang paling menyita perhatian ialah tewasnya Anna Politkovskaya jurnalis pengungkap kejinya perang Chechnya.