Kabar Corona Dunia: Warga India Sembah Dewi Corona; Melbourne Lockdown

28 Mei 2021 6:00 WIB
·
waktu baca 13 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mural tentang pandemi COVID-19 Foto: Dhemas Reviyanto/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Mural tentang pandemi COVID-19 Foto: Dhemas Reviyanto/Antara Foto
ADVERTISEMENT
kumparan merangkum sejumlah kabar corona dunia pada Kamis (27/5). Mulai dari warga India menyembah dewi corona hingga Melbourne, Australia, lagi-lagi memberlakukan lockdown.
ADVERTISEMENT
Seperti beritanya, berikut rangkumannya:
Ingin Pandemi Segera Usai, Warga di India Mulai Menyembah Dewi Corona
Para pendeta Hindu di sebuah kuil di India tiap harinya berdoa kepada dua dewi corona. Mereka percaya doa tersebut dapat membantu upaya menjinakkan virus corona.
Pada 2021 India menjadi episenter virus corona dunia. Tiap harinya ada 200 ribu sampai 300 ribu kasus baru.
Warga India pun mulai melakukan berbagai cara untuk menangani virus corona. Salah satu cara yang dilakukan adalah menyembah 'Dewi Corona'. Penyembahan dilakukan di kota Coimbatore. Di wilayah itu ada 100 ribu orang kehilangan nyawa akibat COVID-19.
Seorang pendeta (kiri) melakukan Aarti, ritual berdoa di depan Corona Devi yang diyakini melindungi orang-orang dari virus corona di kuil Kamatchipuri Adhinam, Coimbatore, India. Foto: AFP
Penyembahan terhadap 'Dewi Corona' dilakukan di Kuil Kamatchipuri Adhinam. Selain berdoa, para pendeta Hindu turut menaruh sesajen berupa makanan dan persembahan lain di depan patung Dewi Corona.
ADVERTISEMENT
Pendeta setempat juga rutin memandikan patung dengan air kunyit campur susu. Mereka percaya upaya memanjatkan doa kepada 'Dewi Corona' akan membuahkan hasil.
"Kami juga punya kuil serupa di masa lalu untuk penyakit cacar, cacar air dan wabah lain," kata pengelola kuil Anandbharathi K.
"Kami menyembah virus dalam rupa Dewi dan berdoa kepadanya tiap hari agar imbas penyakit berkurang," sambung dia.
Anandbharathi mengakui sudah tidak ada cara lain untuk menangani pandemi COVID-19 selain menyembah virus itu sendiri.
"Bahkan dokter tak dapat menangani betapa besarnya situasi ini. Jadi, kami berpaling kepada imam dan Dewa sebagai pilihan terakhir," kata dia.
Peter Daszak dan Thea Fischer, anggota tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang bertugas menyelidiki asal-usul penyakit virus korona (COVID-19) di Wuhan, China. Foto: Thomas Peter/REUTERS
4 Hipotesis WHO soal Asal Corona: Penularan Hewan ke Manusia; Kebocoran Lab
Sudah hampir 1,5 tahun pandemi COVID-19 melanda dunia ini. Pandemi COVID-19 mengakibatkan hilangnya nyawa jutaan manusia dan merosotnya perekonomian berbagai negara.
ADVERTISEMENT
Tetapi hingga kini, asal-usul dari bencana dunia ini masih belum ditemukan, bahkan masih panas diperdebatkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah turun tangan menginvestigasi langsung ke kota pertama kasus virus corona tersebut ditemukan, yakni Wuhan.
Sejak Januari hingga Februari 2021, selama empat minggu lamanya, WHO telah melakukan penyelidikan lebih dalam soal asal-usul SARS-CoV-2.
Tim Investigasi WHO mengerucutkan segala kemungkinan asal-usul COVID-19 ke dalam empat skenario atau hipotesis, yang mereka urutkan dari yang paling memungkinkan hingga ke yang paling mustahil.
Skema skenario penyebaran dan penularan COVID-19. Foto: WHO

1. Penularan langsung dari hewan ke manusia

Dikutip dari Reuters, pada teori ini, satu orang terpapar virus SARS-CoV-2 lewat kontak langsung dengan spesies inang, yakni kelelawar tapal kuda. Virus ini bisa jadi sudah menyebar di manusia selama beberapa lama, sebelum akhirnya merebak di Kota Wuhan yang padat penduduk.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan WHO yang dikutip kumparan, teori ini dinilai ‘bisa jadi paling memungkinkan’ (possible to likely). Mayoritas penyakit menular yang mewabah di dunia berasal dari hewan reservoir dan ada bukti-bukti kuat bahwa virus-virus corona lainnya (selain SARS-CoV-2) ini berasal dari hewan, seperti virus penyebab epidemi SARS pada 2003, yakni SARSr-CoV, ditemukan di berbagai jenis kelelawar, terutama kelelawar Rhinolopus.
Reservoir adalah organisme yang menjadi tempat hidup dan berkembang biak bagi parasit yang patogenik terhadap spesies lain, biasanya tanpa merusak inangnya.
Tetapi, kontak antara manusia dengan hewan reservoir seperti kelelawar itu cenderung jarang, tak seperti kontak manusia dengan hewan-hewan lain, seperti hewan ternak.
Kemudian, meskipun konsumsi daging kelelawar dan hewan liar lainnya banyak dilakukan di berbagai negara, ternyata tidak ditemukan bukti transmisi virus-virus corona lewat kontak seperti itu (lewat memakan daging hewan liar itu).
ADVERTISEMENT
Investigasi pelacakan oleh WHO juga tak menemukan bukti adanya kehadiran kelelawar di pasar makanan.
Skema skenario penyebaran dan penularan COVID-19. Foto: WHO

2. Penularan lewat hewan perantara

Skenario ini dianggap sebagai skenario yang paling memungkinkan. Dalam hipotesis ini, penularan dari hewan reservoir atau spesies inang ke manusia melewati spesies perantara yang masih belum diketahui.
Dikutip dari National Geographic, hipotesis ini menyatakan virus corona pertama dibawa lewat hewan perantara lainnya, seperti cerpelai atau trenggiling. Tak seperti kelelawar, kedua hewan ini cenderung lebih sering berkontak langsung dengan manusia.
SARS-CoV-2 ini terbukti sangat mudah beradaptasi di spesies inangnya, dan dapat menjangkiti hewan-hewan lainnya seperti cerpelai, kucing, anjing, bahkan harimau.
Menurut laporan WHO, meningkatnya jumlah hewan yang rentan terhadap virus corona ini meliputi hewan yang diternakkan dalam peternakan yang cukup padat.
ADVERTISEMENT
Tetapi, hingga kini masih belum diketahui dengan jelas apa spesies perantara itu.
WHO telah menganalisis sampel yang diambil dari ribuan hewan ternak di seluruh China, yang mana seluruhnya menunjukkan hasil negatif SARS-CoV-2. Meski begitu, ahli menganggap pengambilan sampel yang dilakukan oleh WHO masih kurang dari cukup.
WHO menilai skenario ini sebagai "memungkinkan-sangat memungkinkan" (likely to very likely).
Skema skenario penyebaran dan penularan COVID-19. Foto: WHO

3. Penyebaran lewat produk makanan beku

Dikutip dari Reuters, skenario ketiga ini mengatakan bahwa COVID-19 kemungkinan berasal dari skenario satu atau dua (penularan langsung atau lewat spesies perantara), lalu tersebar lewat rantai penjualan produk makanan beku.
Virus corona tersebut bisa jadi berasal dari luar China dan diimpor masuk ke negara tersebut lewat permukaan kemasan makanan beku atau bahkan di permukaan makanan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Menurut National Geographic, teori ini mulai ramai diperbincangkan pada musim panas tahun lalu usai lonjakan kasus di China, dan ada beberapa bukti yang menyebutkan bahwa patogen (organisme penyebab penyakit) dapat bertahan hidup lebih lama di temperatur yang rendah.
Tetapi, dalam laporan WHO, disebutkan bahwa tidak ada bukti yang kuat soal transmisi SARS-CoV-2 lewat makanan.
“Tak ada bukti konklusif untuk transmisi SARS-CoV-2 lewat makanan dan probabilitas kontaminasi rantai penjualan makanan beku oleh virus tersebut dari reservoir sangatlah rendah,” kata WHO dalam laporan tertulisnya.
Oleh karenanya, penilaian yang diberikan WHO untuk skenario ini adalah ‘bisa jadi’ (possible).
Skema skenario penyebaran dan penularan COVID-19. Foto: WHO

4. Penyebaran akibat kebocoran lab di WIV

Skenario ini adalah skenario yang paling hangat diperbincangkan oleh publik dunia, sejak awal pandemi hingga 1,5 tahun kemudian.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, skenario ini berpusat pada virus SARS-CoV-2 bocor dari lab di Institut Virologi Wuhan (WIV). Banyak yang berpendapat bahwa SARS-CoV-2 ini bocor dari salah satu lab, atau bahkan virus ini merupakan virus yang sengaja dibuat oleh WIV.
Laporan WHO menyebut bahwa kebocoran lab itu bisa terjadi, meskipun kejadiannya sangatlah langka. Para peneliti bisa jadi terinfeksi virus atau patogen yang mereka teliti jika keamanan biologi (biosafety) lab tersebut rendah, buruknya manajemen lab, dan kelalaian.
WIV sendiri sudah meneliti berbagai virus corona kelelawar sebelum SARS-CoV-2, seperti virus RaTG13, jenis virus yang ditemukan pada kelelawar. Virus CoV RaTG13 ini, menurut National Geographic, memiliki tingkat kemiripan 96,2 persen dengan SARS-CoV-2 dan merupakan kerabat terdekat virus penyebab COVID-19 sejauh yang diketahui.
ADVERTISEMENT
Tetapi, WHO menyatakan skenario ini sangat tidak mungkin. Sebab, sebelum mewabahnya COVID-19, tak ada laporan yang mencatatkan lab WIV tengah meneliti virus-virus kerabat yang jauh lebih berkaitan dengan SARS-CoV-2.
Selain itu, tak ada juga laporan dari staf WIV bahwa mereka merasakan adanya gejala-gejala layaknya gejala COVID-19 sebelum Desember 2019.
Kemudian, manajemen serta keamanan lab di WIV terbukti baik. “Tiga laboratorium di Wuhan yang bekerja meneliti diagnostik CoV dan/atau isolasi CoV serta pengembangan vaksin seluruhnya memiliki fasilitas level keamanan biologi (biosafety) BSL 3 atau 4 berkualitas tinggi yang dikelola dengan baik,” tulis WHO dalam laporannya.
Dengan sedikitnya bukti dan banyaknya argumen yang memperkuat keamanan lab, penilaian yang diberikan terhadap skenario ini adalah ”sangat tidak mungkin” (very unlikely).
ADVERTISEMENT
Tetapi, hipotesis keempat ini kembali menjadi sorotan akibat beredarnya laporan intelijen AS yang menyebutkan bahwa ada tiga peneliti WIV jatuh sakit hingga harus dirawat di rumah sakit pada November 2019, sebulan sebelum COVID-19 diumumkan.
Buntut dari laporan ini, Presiden Amerika Serikat Joe Biden memerintahkan kaki tangannya untuk melakukan investigasi lebih dalam soal asal-usul virus corona ini.
Biden juga meminta WHO untuk melaksanakan investigasi asal-usul COVID-19 tahap dua.
Menanggapi hal ini, pada Rabu (26/5), Direktur Program Kedaruratan WHO, Mike Ryan, mengatakan bahwa mereka akan mengabarkan pemberitahuan terbaru soal langkah WHO selanjutnya dalam beberapa pekan ke depan.
Seorang wanita mengenakan masker memegang dupa saat berdoa di sebuah kuil Buddha pada hari tahun baru 2021 di Wuhan, Hubei, China, Jumat (1/1). Foto: Tingshu Wang/REUTERS
Investigasi di Wuhan: Corona Ditularkan Kelelawar ke Manusia Lewat Perantara
Tim pencari fakta asal-usul virus corona SARS-CoV-2 sampai pada kesimpulan. Mereka menyatakan, virus pemicu COVID-19 itu ditularkan dari hewan ke manusia.
ADVERTISEMENT
Tim WHO yang menggelar penelitian di Wuhan, China, menyebut, kelelawar membawa virus itu ke manusia lewat hewan perantara. Tidak disebut hewan apakah itu.
Tim pencari fakta menegaskan, teori virus berasal dari kebocoran lab sama sekali tidak benar.
"Hipotesis inang perantara sangat mungkin, sementara teori virus hasil kebocoran lab sangat tidak mungkin," tulis laporan tim investigasi WHO yang salinan laporannya dilihat oleh kantor berita AFP.
Laporan misi internasional ke Wuhan sangat dinantikan publik, sejak tim menyelesaikan investigasi di Wuhan awal 2021 lalu.
Publikasi laporan sempat tertunda. Diduga hal itu terjadi karena masalah koordinasi tim peneliti WHO dengan kolega China.
Awalnya laporan itu akan disampaikan pada 9 Februari 2021, tepat di hari terakhir investigasi.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam konferensi pers usai investigasi rampung, tim WHO dan koleganya dari China belum bisa menemukan kesimpulan pasti.
ADVERTISEMENT
Kantor berita AFP sendiri sudah mendapat laporan kesimpulan pada Senin (29/3/2021). Padahal, laporan tersebut belum secara resmi dirilis.
Presiden AS Joe Biden menyampaikan pernyataan di Cross Hall di Gedung Putih di Washington, AS, Kamis (20/5). Foto: Jonathan Ernst/REUTERS
Teori Kebocoran Lab China Mencuat, Joe Biden Minta Perdalam Asal-usul COVID-19
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, memerintahkan pada ajudan serta kaki tangannya untuk mencari jawaban atas asal-usul virus corona penyebab COVID-19.
Pada Rabu (25/5) waktu setempat, Biden mengatakan bahwa badan-badan intelijen AS kini tengah menggali sejumlah teori mengenai asal-usul SARS-CoV-2, dan salah satunya bisa jadi adalah teori kebocoran lab di China.
“Badan-badan intelijen saat ini tengah mempertimbangkan dua skenario, tetapi masih kurang yakin akan kesimpulannya. Mereka juga tengah memperdebatkan teori mana yang paling memungkinkan,” kata Biden, seperti dikutip dari Reuters.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan tertulisnya, Biden mengungkapkan, kesimpulan-kesimpulan tersebut dimuat dalam laporan yang disampaikan langsung ke Biden.
Biden pada Maret lalu telah meminta timnya untuk menggali apakah COVID-19 ini muncul akibat kontak manusia dengan hewan yang terinfeksi atau dari kecelakaan kebocoran lab.
Sikap Biden yang “buka-bukaan” soal penelitian badan intelijen AS adanya perdebatan sengit di dalam pemerintahan Biden terkait asal-usul virus corona penyebab pandemi global ini.
Hal ini juga cenderung mengarah pada adanya kepercayaan mengenai teori kebocoran lab sebagai penyebab pandemi COVID-19. Sebelumnya pandemi COVID-19 disebut-sebut berasal dari alam bebas.
Merespons komentar Biden Kedutaan Besar China untuk AS mengatakan bahwa politisasi isu ini malah akan mengganggu jalannya investigasi asal-usul COVID-19.
“China mendukung studi komprehensif atas seluruh kasus awal COVID-19 yang ditemukan di seluruh dunia serta investigasi menyeluruh ke dalam lokasi-lokasi penelitian rahasia dan laboratorium biologi di penjuru dunia,” ujar Kedubes China dalam situs resminya.
Warga membawa troli usai belanja di supermarket saat Melbourne kembali lockdown, Kamis (27/5). Foto: WILLIAM WEST / AFP
COVID-19 Kembali Melonjak, Melbourne Lagi-lagi Lockdown
ADVERTISEMENT
Negara Bagian terpadat nomor dua di Australia, Victoria, pada Kamis (27/5/2021) memulai lockdown ketat. Victoria rumah bagi salah satu kota terbesar di Negeri Kangguru, Melbourne.
Lockdown diputuskan akibat melonjaknya kasus COVID-19 di Negara Bagian Victoria. Dengan berlakunya lockdown maka tujuh juta warga Victoria termasuk di Melbourne bakal terdampak.
Mereka dilarang ke luar rumah. Hanya yang ingin pergi ke rumah sakit, membeli makanan, dan berolahraga yang diizinkan berada di luar rumah.
Plt Menteri Utama Victoria James Merlino mengatakan, lockdown akan berlangsung sampai 3 Juni 20201. Dia memastikan, lockdown adalah kebijakan yang wajib diambil demi menekan laju penyebaran COVID-19.
"Kami melihat banyak bukti bahwa kami sedang menghadapi strain virus yang lebih menular, yang lebih cepat dari pernah ada sebelumnya," ucap Merlino.
ADVERTISEMENT
Merlino menambahkan, dari pelacakan kontak yang dilakukan lebih dari 10 ribu orang wajib isolasi mandiri dan harus segera dites.
Seorang pekerja menulis pemberitahuan di gerbang pusat kesehatan primer tentang tidak tersedianya vaksin COVID-19 di Hyderabad, India, Senin (24/5). Foto: Noah Seelam/AFP
Percepat Vaksinasi, India Tak Akan Lakukan Uji Vaksin COVID-19 Impor
Di tengah krisis vaksin, India memutuskan untuk tak memberlakukan uji lokal vaksin corona luar negeri yang sudah teruji kualitasnya.
Keputusan ini diambil demi mempercepat impor vaksin COVID-19 di tengah gelombang kedua pandemi yang masih belum mereda.
Dikutip dari Reuters, Pemerintah India mengatakan bahwa mereka telah berdiskusi dengan perusahaan asal Amerika Serikat, Pfizer, untuk mengimpor vaksin Pfizer/BioNTech secepat mungkin.
Para pemangku jabatan juga telah mendiskusikan soal impor vaksin ini dengan Moderna dan Johnson & Johnson.
Seperti diketahui, bulan lalu, India berjanji untuk mempercepat persetujuan penggunaan vaksin impor. Nyatanya, keteguhan India akan uji lokal vaksin inilah yang menjadi masalah utama dari molornya diskusi dengan Pfizer.
ADVERTISEMENT
“Ketentuan tersebut kini telah diamandemen untuk menghilangkan persyaratan uji lokal secara keseluruhan bagi vaksin-vaksin yang mapan dan teruji yang diproduksi di luar negeri,” kata Pemerintah India dalam keterangannya.
Ilustrasi vaksin corona Sinopharm. Foto: Leonardo Fernandez Viloria/REUTERS
Penelitian di Amerika: Efikasi Vaksin COVID-19 Sinopharm di Atas 70 Persen
Dalam laporan penelitian yang dipublikasikan oleh Journal of the American Medical Association (JAMA), dua vaksin COVID-19 yang dikembangkan perusahaan Sinopharm menunjukkan efikasi di atas 70% terhadap kasus penyakit bergejala.
Salah satu anak perusahaan Sinopharm yang bertempat di Kota Wuhan, China, menjadi pengembang vaksin COVID-19 Sinopharm.
Menurut laporan yang terbit pada Rabu (26/5), vaksin menunjukkan efikasi 72,8% terhadap penyakit COVID-19 bergejala setidaknya 2 pekan usai suntikan kedua.
Angka ini sedikit lebih baik dibandingkan angka efikasi pertama, yakni 72,5%, yang diumumkan oleh perusahaan tersebut pada Februari lalu.
ADVERTISEMENT
Institusi lainnya yang berkaitan dengan perusahaan Sinopharm, berlokasi di Beijing, juga turut mengembangkan vaksin COVID-19 dengan hasil yang baik. Vaksin ini menerima izin penggunaan darurat oleh WHO di awal bulan ini.
Efikasi vaksin mencapai 78,1%, menurut laporan tersebut.
Hasil sementara yang memuaskan tersebut diambil berdasarkan perhitungan lebih dari 142 kasus bergejala yang melibatkan lebih dari 40.000 partisipan. 26 orang disuntik dengan vaksin dari Wuhan dan 21 dengan vaksin Beijing.
“Hanya terdapat 2 kasus COVID-19 akut di antara partisipan, sehingga kesimpulan mengenai pencegahan kasus akut tak bisa diambil,” tulis laporan oleh JAMA tersebut.
“Studi ini tak bisa menjawab pertanyaan apakah vaksin-vaksin ini bisa mencegah infeksi tanpa gejala, karena untuk itu, membutuhkan pengawasan studi formal lewat pemeriksaan virologi dan serologi,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Diketahui, uji klinis dari vaksin-vaksin tersebut dilakukan di Uni Emirat Arab dan Bahrain. Uji klinis ini tidak melibatkan wanita hamil dan orang-orang berusia di bawah 18 tahun.
Kemudian, menurut peneliti dari studi ini, data-data lansia dan penderita komorbid penerima vaksin ini juga masih kurang.
Lebih lanjut, data yang dikumpulkan dari lokasi uji klinis lainnya seperti di Mesir dan Yordania akan dimasukkan ke dalam penelitian akhir.
Pekerja mengenakan alat pelindung diri (APD) menyiapkan kayu untuk pemakaman jenazah yang meninggal karena virus corona di sebuah krematorium, Mumbai, India, Kamis (15/4). Foto: Francis Mascarenhas REUTERS
3 Tingkah Luar Nalar Warga India saat Corona: Oles Kotoran Sapi sampai ke Dukun
India menjadi sorotan dunia pada 2021 ini. Negara tersebut menjadi episenter pandemi COVID-19 di dunia.
Sejak April 2021, India mengalami lonjakan kasus virus corona. Setiap harinya muncul 200 ribu hingga 400 ribu kasus baru COVID-19.
ADVERTISEMENT
Kini total kasus COVID-19 di India mencapai 27.369.093 orang. Sebanyak 315.263 di antaranya meninggal dunia.
Lonjakan kasus COVID-19 menjadi masalah besar di lapisan masyarakat di India. Warga India yang mulai kewalahan menghadapi COVID-19 mencoba mengambil cara di luar nalar.
Berbagai cara diambil demi mencegah dan menyembuhkan COVID-19. Cara-cara tersebut terbilang tidak normal lantaran warga memilih pengobatan nonmedis seperti ke dukun hingga mengoleskan urine dan kotoran sapi.
Merangkum beberapa sumber, ini tiga cara unik warga India dalam menghadapi pandemi COVID-19:

1. Pergi ke Dukun

Pada April 2021, kasus virus corona di India mulai menunjukkan lonjakan besar. Beberapa warga India percaya virus corona disebabkan roh jahat.
Kejadian itu terjadi di sebuah wilayah kecil di Negara Bagian Maharashtra. Karena percaya disebabkan roh jahat, warga di Maharashtra memilih berobat ke dukun.
ADVERTISEMENT
Warga-warga di Maharashtra bahkan menganggap rumah sakit adalah pilihan terakhir.
Sejumlah warga mengoleskan kotoran sapi ke tubuhnya selama 'terapi kotoran sapi' untuk meningkatkan kekebalan tubuh melawan virus corona di penampungan sapi Ahmedabad, India. Foto: Amit Dave/REUTERS

2. Oles Urine dan Kotoran Sapi

ADVERTISEMENT
Tindakan di luar nalar lain dilakukan warga India di Negara Bagian Gujarat.
Beberapa dari warga India percaya kotoran dan urine sapi manjur meningkatkan imunitas, bahkan bisa menyembuhkan dari COVID-19. Mereka pun akhirnya memilih mengoleskan urine sapi untuk mencegah dan menyembuhkan COVID-19.
Praktik penggunaan kotoran dan urine sapi mendapat penolakan luas dari ahli medis di India.
Mereka mengatakan, tidak ada bukti ilmiah kotoran sapi bisa mencegah dan menyembuhkan corona. Justru kotoran sapi bisa menyebarkan penyakit menular lainnya.

3. Sembah Dewi Corona

Para pendeta Hindu di sebuah kuil di India tiap harinya berdoa kepada dua 'Dewi Corona'. Mereka percaya doa tersebut dapat membantu upaya menjinakkan virus corona.
ADVERTISEMENT
Penyembahan terhadap 'Dewi Corona' dilakukan di Kuil Kamatchipuri Adhinam. Selain berdoa, para pendeta Hindu turut menaruh sesajen berupa makanan dan persembahan lain di depan patung 'Dewi Corona'.
"Kami menyembah virus dalam rupa Dewi dan berdoa kepadanya tiap hari agar imbas penyakit berkurang," kata pengelola kuil Anandbharathi K.
Anandbharathi mengakui sudah tidak ada cara lain untuk menangani pandemi COVID-19 selain menyembah virus itu sendiri.
"Bahkan dokter tak dapat menangani betapa besarnya situasi ini. Jadi, kami berpaling kepada imam dan Dewa sebagai pilihan terakhir," kata dia.