Kabar Terbaru soal Skor E dari Kemenkes untuk DKI terkait Corona

29 Mei 2021 8:17 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/2). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/2). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menkes Budi Gunadi Sadikin akhirnya mengklarifikasi skor E yang didapat DKI Jakarta terkait penanganan COVID-19. Budi mengatakan, nilai itu bukan penilaian penanganan pandemi tetapi merupakan indikator risiko dan baru digunakan sebagai analisa internal Kemenkes.
ADVERTISEMENT
"Saya ingin menjelaskan mengenai penilaian penanganan COVID-19 yang khususnya berdampak bagi beberapa provinsi yang dimuat di berita. Sebenarnya apa yang disampaikan, data-data dan angka adalah merupakan indikator risiko berdasarkan pedoman WHO terbaru," kata Budi.
"Ini digunakan untuk analisa internal Kemenkes, untuk melihat persiapan kita menghadapi lonjakan kasus sesudah libur Lebaran kemarin," tambahnya.
Budi menjelaskan, angka-angka dan pedoman yang menentukan skor risiko penanganan pandemi di DKI baru didiskusikan dan masih dipelajari. Ia menegaskan, indikator tersebut bukan penilaian.
"Terus terang saya juga baru diskusikan pedoman atau angka-angka ini sekitar 4 minggu lalu. Kita lagi mempelajari bagaimana penerapannya, apa cocok atau tidak, dan kita sedang melakukan simulasi di beberapa daerah baik provinsi, kabupaten/kota. Indikator risiko ini saya tegaskan bukan merupakan penilaian kerja dari daerah baik provinsi, kabupaten, atau kota," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Indikator itu adalah indikator risiko yang digunakan untuk melihat laju penularan provinsi di suatu daerah. Apabila merujuk pada perkataan Budi, DKI Jakarta mendapat skor E karena risiko penularan COVID-19 yang tinggi dan dalam level waspada dalam penanganan pandemi. Namun, bukan berarti penanganan COVID-19 di DKI Jakarta buruk.
Menkes RI Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers terkait kedatangan vaksin COVID-19 Sinovac di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (18/4). Foto: Muhammad Iqbal/ANTARA FOTO

Menkes Minta Maaf atas Kesimpangsiuran Skor E Jakarta

Budi Gunadi Sadikin kemudian menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pihak di lingkungan Pemprov DKI, termasuk tenaga kesehatan yang merasa kecewa atas pemberian skor E soal pengendalian pandemi COVID-19.
"Saya menyampaikan permohonan maaf atas kesimpangsiuran berita yang terjadi, indikator risiko ini dianggap penilaian kinerja penanganan," kata Budi.
Budi menyebut skor E yang dimaksud sebenarnya adalah indikator risiko. Khususnya dalam menghadapi kemungkinan lonjakan kasus usai Lebaran.
ADVERTISEMENT
"Kita baru mendiskusikan 4 minggu lalu, kita pelajari bagaimana penerapannya. Apakah cocok atau tidak, kita simulasi di berbagai daerah. Indikator risiko ini bukan penilaian kerja daerah baik provinsi ataupun kab/kota," jelas Menkes.
Lebih lanjut, Budi mengatakan Kemenkes masih mendalami ada faktor lain dari pengalaman sebelumnya untuk perbaiki respons atau program menghadapi pandemi.
"Saya percaya orang Indonesia bisa kalau saling dukung dan tidak saling menyalahkan," tutup Budi.
Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, menghadiri Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) I Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021, Selasa (25/5). Foto: PPID DKI Jakarta

Wagub DKI Beberkan Upaya Pengendalian Corona Jakarta

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menegaskan, Jakarta serius dalam penanganan COVID-19.
"Kebijakan di Jakarta sangat serius dan sungguh-sungguh dalam pengendalian COVID-19. Alhamdulillah kita lihat bersama, angkanya masih cukup landai, tidak ada peningkatan yang signifikan," kata Riza.
ADVERTISEMENT
Riza merinci berbagai upaya yang sudah dilakukan Pemprov DKI. Mulai dari rumah sakit rujukan corona yang terus bertambah, lokasi isolasi yang juga bertambah. Juga puskesmas dan tenaga kesehatan yang memadai.
"Dukungan yang kita upayakan di DKI Jakarta, satu, total RS rujukan saja sudah mencapai 106 RS, terbanyak se-Indonesia untuk RS rujukan COVID-19. Sebelum 98 RS. Kita juga punya lokasi isolasi terkendali di 12 lokasi yang sebelumnya 8 lokasi," ucap dia.
Menurutnya, okupansi rumah sakit rujukan corona di Jakarta juga masih terkendali. Dari 6.657 bed isolasi, yang terpakai 2.149 atau 32%.
"Ini Alhamdulilah ada penurunan. Kemudian ruang ICU 1.014, terpakai 345, ada 34%. Jumlah laboratorium sudah mencapai 102 lab, lab gratis 19, lab berbayar ada 88," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Lalu harian Jakarta yang sebelumnya 25.143, sekarang sudah mencapai 70.490. Kemudian di Jakarta ada 9 lokasi isolasi terkendali di beberapa hotel dengan kapasitas kamar 1.533 dan baru terpakai 455, atau terpakai 29,7%.
"Ini merupakan upaya-upaya yang kita lakukan di DKI Jakarta. Dan Jakarta sudah sejak lama tidak masuk dalam zona merah. Artinya ada upaya perbaikan. Kemudian berbagi regulasi kami buat, Jakarta termasuk provinsi yang memiliki Perda pengendalian covid sejak awal. Kemudian kita terus mengeluarkan regulasi terkait pergub DKI, kepgub DKI, surat edaran," kata dia.
Terakhir, Jakarta juga mendukung program vaksinasi pemerintah dan sudah menyuntik lebih dari 4 juta orang.
"Prinsipnya provinsi DKI Jakarta sungguh-sungguh dan serius mengikuti apa yang menjadi kebijakan pemerintah pusat dan kami juga membuat berbagai program-program dalam rangka pengendalian COVID," tutupnya.
ADVERTISEMENT

Data BOR di DKI Jakarta

Jika melihat data Pemprov DKI, okupansi bed isolasi dan bed ICU di Jakarta sebenarnya malah menurun. Dari data terakhir bahkan okupansi bed isolasi Jakarta ada di angka 28%. Sedangkan bed ICU terisi 31%.
Angka itu tentu kabar baik, apalagi melihat okupansi RS Jakarta di awal tahun yang mencapai 80% lebih.
Sementara untuk testing di Jakarta, memang mengalami penurunan selama 4 pekan. Dari data Pemprov, di 2 Mei, data sepekan mencatat tes PCR dilakukan kepada 61.641 orang. Namun menurun di data terakhir yakni di pekan 17023 Mei menjadi 56.247 orang dites PCR.
Berikut data BOR dan testing mingguan DKI selama 4 pekan:
26 April-2 Mei
Bed Isolasi: 36%
ADVERTISEMENT
Bed ICU: 41%
Orang yang dites: 61.641
3-9 Mei
Bed Isolasi: 30%
Bed ICU: 34%
Orang yang dites: 65.800
10-16 Mei
Bed Isolasi: 26%
Bed ICU: 34%
Orang yang dites: 39.113
17-23 Mei
Bed Isolasi: 28%
Bed ICU: 31%
Orang yang dites: 56.247
Zita Anjani, Foto: Aprilandika Pratama/kumparan

Nilai Skor E dari Kemenkes Lukai Perasaan Nakes di Jakarta

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi PAN Zita Anjani menilai sejauh ini Pemprov DKI dinilai sudah melakukan upaya maksimal. Menurutnya skor Kemenkes melukai hati para tenaga kesehatan di Jakarta.
"Sejauh ini Dinkes DKI sudah kerja maksimal, kerja di atas rata-rata. Hasilnya jelas, data per 27 Mei, angka sembuhnya 95,7%, meninggalnya 1,7%. Ini lebih baik dari yang lain," kata Zita.
ADVERTISEMENT
"Sekalipun penularannya meningkat, tapi tidak bisa dikatakan nilai E, itu melukai banyak perasaan nakes di Ibu Kota. Sama saja mengabaikan pengorbanan 18 nakes yang telah gugur melawan pandemi," tambah dia.
Menurutnya, penilaian penanganan corona juga harus dilihat dari banyak sisi. Tidak bisa hanya dengan melihat satu atau dua indikator saja.
Oleh karena itu ia berharap Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, selaku pejabat yang merilis skor itu, bisa melakukan evaluasi. Juga memberi semangat bagi daerah, khususnya tenaga kesehatan.
"Saya berharap, Wamenkes bisa mengevaluasi apa yang telah diucap. Kita tidak butuh nilai-nilai, Pemerintah Pusat harusnya mendorong, mengayomi, dan memberi semangat Nakes yang ada di daerah," tuturnya.
Epidemiolog UI, Pandu Riono. Foto: Dok. Pribadi

Indikator Penanganan Pandemi Wamenkes Tak Bisa Dipakai

Sedangkan Pandu Riono mengkritik Wamenkes Dante Saksono Harbuwono karena menyampaikan indikator penanganan pandemi di RI yang tidak bisa dipakai di rapat DPR.
ADVERTISEMENT
Dante mengungkap Provinsi DKI Jakarta mendapat nilai E dalam kualitas penanganan COVID-19. Hal ini diukur dari kapasitas Bed Occupancy Rate (BOR) di Jakarta yang terus meningkat dan tindak lanjut tracing kasus COVID-19 yang kurang baik.
Ahli Wabah UI itu menyebut, indikator yang dipaparkan Dante tak cocok untuk menentukan penanganan pandemi per provinsi dan tidak bisa dijadikan bahan evaluasi.
"Wamenkes mempresentasikan di forum DPR, tapi dr Dante tidak memahami bahan presentasinya, ibarat 'talking without speaking'," tulis Pandu.
Penilaian kualitas pandemi COVID-19 per Provinsi di Indonesia. Foto: Youtube/DPR Komisi IX
Meski begitu, Pandu mengkritik indikator tersebut tak bisa digunakan sebagai evaluasi karena merupakan adopsi pedoman WHO untuk melonggarkan PSBB.
"Yang dibuat oleh @KemenkesRI itu tidak bisa dipakai karena adopsi pedoman @WHOIndonesia yang dipakai untuk melonggarkan PSBB atau lockdown. @BudiGSadikin," jelas Pandu.
ADVERTISEMENT
Ia pun membagikan indikator pantau pandemi atau indikator evaluasi yang dikembangkan Pemda DKI. Alat evaluasi tersebut lebih mendetail, yakni berisi indikator epidemiologi, kesehatan publik, dan fasilitas kesehatan.
****
Saksikan video menarik di bawah ini:
ADVERTISEMENT