Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Pada Rakernas LDII 2023, Selasa (7/11), Prabowo Subianto menyebut lantang tentang adanya menteri-menteri berasas neoliberal di kabinet Jokowi . Namun, ucapan tersebut menggantung. Menteri Pertahanan yang juga capres nomor urut 2 itu tak memberi tahu lebih lanjut siapa-siapa saja menteri yang ia maksud.
Prabowo beralasan, sebagai bagian dari anggota Kabinet Indonesia Maju, ia tak etis bila mengungkap nama-nama menteri tersebut, sebab sesama menteri di kapal pemerintahan yang sama harus kompak.
Tiga minggu kemudian, Rabu (29/11), Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara soal anggaran jumbo Kemhan yang mencapai USD 25 miliar (setara Rp 384,87 triliun) pada 2024. Anggaran itu naik signifikan karena pinjaman Kemhan ke luar negeri untuk pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan tahun jamak 2020–2024.
Rangkaian kejadian tersebut dipandang pakar politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno sebagai bentuk interaksi tak mulus dalam kabinet Jokowi. Kubu-kubu antarmenteri muncul pasca-deklarasi capres-cawapres 2024.
Menteri-menteri Jokowi praktis berasal dari parpol yang mendukung capres-cawapres berbeda. Lantas bagaimana canggungnya mereka kini dan apa dampaknya di pengujung masa pemerintahan Jokowi ini?
***
Pada 18 Oktober 2023, Menko Polhukam Mahfud MD dideklarasikan sebagai cawapres Ganjar Pranowo di tengah lawatan Presiden Jokowi ke Beijing, China. Saat itu Mahfud mengaku sudah mendapat izin dari Jokowi, atasannya, untuk maju sebagai cawapres.
Mahfud mengirim tiga surat sekaligus kepada Jokowi: 1) melapor dideklarasikan sebagai cawapres; 2) izin maju sebagai cawapres; dan 3) izin cuti sebagai menteri untuk daftar cawapres. Esoknya, 19 Oktober, Mahfud mengantongi surat-surat izin itu sebagai bekal mendaftar ke KPU.
Berdasarkan Pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menteri seharusnya mundur ketika menjadi capres atau cawapres. Namun, pasal itu digugat oleh Partai Garuda sehingga keluarlah putusan MK Nomor 68/PUU-XX/2022 yang membolehkan menteri jadi capres/cawapres selama mendapat izin dari presiden.
Menimbang putusan itu, Presiden Jokowi pun mengubah aturan terkait menteri yang ikut Pilpres 2024 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2023. Pada beleid baru itu, menteri tak harus mundur ketika mendaftar pilpres atau jadi bagian dari tim kampanye capres-cawapres.
Berbeda dengan aturan sebelumnya dalam PP Nomor 32 Tahun 2018, menteri atau pejabat setingkat menteri kini hanya memerlukan izin dan mengajukan cuti kampanye kepada presiden.
Kabinet Beda Kubu Capres
Selain Mahfud MD, anggota kabinet Jokowi lain yang ikut kontestasi Pilpres 2024 adalah Prabowo Subianto. Sementara itu, meski pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar bukan bagian dari kabinet, parpol penyokongnya masih memiliki perwakilan menteri di kabinet Jokowi.
Menteri-menteri yang berada di kubu Prabowo-Gibran adalah Prabowo sendiri (Menhan-Gerindra), Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian-Golkar), Zulkifli Hasan (Mendag-PAN), Bahlil Lahadalia (Menteri Investasi-Golkar), Luhut Binsar (Menko Maritim-Golkar), Agus Gumiwang (Menteri Perindustrian-Golkar), dan Budi Arie (Menkominfo-Ketum Projo pendukung Prabowo-Gibran).
Sementara menteri-menteri di kubu Ganjar-Mahfud adalah Mahfud MD sendiri (Menko Polhukam), Pramono Anung (Seskab-PDIP), Yasonna Laoly (Menkumham-PDIP), Tri Rismaharini (Mensos-PDIP), Azwar Anas (Menpan RB-PDIP), Sandiaga Uno (Menparekraf-PPP), dan I Gusti Ayu Bintang (Menteri PPPA-PDIP).
Terakhir, menteri-menteri di kubu Anies-Muhaimin adalah Siti Nurbaya Bakar (Menteri LHK-NasDem), Ida Fauziyah (Menaker-PKB), dan Abdul Halim Iskandar (Menteri Desa-PKB).
Tak menampik kemungkinan, menurut pengamat politik Adi Prayitno, ada juga menteri-menteri profesional yang condong ke pasangan calon tertentu. Hal itu bisa terlihat dari gestur, hati, dan pikiran sang menteri yang diperlihatkan ke publik.
“Parpol dan menteri-menterinya Pak Jokowi sudah mulai berhitung satu sama lain, siapa mendukung siapa, dan siapa menjadi bagian dari siapa. Tinggal kita tunggu kapan terbentuk distingsi yang cukup tegas antara pilihan-pilihan politik di dalamnya,” ujar Adi, Jumat (8/11).
Seorang menteri Kabinet Indonesia Maju menyebut, situasi kabinet saat ini terbilang kikuk. Komunikasi antarmenteri yang sudah berkubu-kubu sesuai situasi pilpres tak lagi berlangsung cair. Bahkan, menurutnya, gelaran rapat kabinet belakangan ini termasuk jarang.
Namun, sumber pejabat kementerian yang mengetahui jadwal menteri berkata lain. Menurutnya, rapat kabinet masih sering berlangsung seperti biasa. Ia menampik agenda menteri dan kegiatan kementerian terpengaruh kontestasi Pilpres.
“Kalau [rapat kabinet] itu tergantung isunya. Apakah isunya terkait kementerian [atau tidak]?” ujar sumber itu. Ia menegaskan, rapat kabinet terbatas bisa dilakukan per minggu, per bulan, atau bahkan dua kali seminggu.
Dalam rilis Sekretariat Negara, rapat terbatas belakangan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf berlangsung 4 Desember dengan bahasan Rencana Pendirian Dana Kepariwisataan Indonesia. Ratas itu dihadiri antara lain oleh Menparekraf Sandiaga Uno, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Mendagri Tito Karnavian, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri PPN Suharso Monoarfa, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit.
Tiga hari berselang, 7 Desember, Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden menginfokan Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas kebijakan bebas visa kunjungan yang salah satunya dihadiri oleh Sandiaga Uno.
Seorang staf khusus menteri bercerita, menteri yang menjadi atasannya tetap bersikap profesional meski berbeda pilihan politik dengan sejumlah menteri lain. Meski demikian, menurutnya, sang menteri jadi kurang sreg bekerja di jajaran pemerintahan yang ia nilai lebih mendukung salah satu paslon. Terlebih, salah satu cawapres, Gibran Rakabuming, tak lain dari putra Presiden Jokowi sendiri.
Cerita stafsus menteri itu senada dengan ucapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebut ada perasaan batin yang tidak pas pada menteri-menteri PDIP di pemerintahan. Walau begitu, ujarnya, menteri-menteri PDIP tetap profesional meski Jokowi diduga kuat berbeda pilihan politik dengan PDIP.
“Menteri dari PDI Perjuangan tetap punya tanggung jawab untuk bangsa dan negara karena tugasnya sebagai pembantu Presiden Republik Indonesia siapa pun presidennya,” kata Hasto di Jakarta, Minggu (18/11).
Salah satu pejabat kementerian mengakui, meski atasannya masih tetap bersikap profesional, namun sang menteri tentu menyimpan rasa tak enak di hati karena perbedaan kubu politik di kabinet. Perbedaan kubu itu kemudian membuat menteri itu menginstruksikan agar menjaga protokoler acara, terutama pada acara-acara yang melibatkan tokoh politik.
“Misal ada acara mengundang [tokoh yang jadi] bagian timses tertentu. Kalau [ketiga timses paslon] sama-sama diundang kan kementerian nggak mungkin nolak, tapi duduknya janganlah didekat-dekatkan. Menteri dekat dengan [tamu undangan] yang tidak ada afiliasi politik, sebab menteri enggak mau dikaitkan dengan [isu politik] itu,” kata sumber tersebut.
Adi Prayitno menilai, Jokowi mempertahankan menteri-menterinya meski berbeda kubu karena ia ingin mengonsolidasikan kekuatan politik partai-partai, sebab banyak elite partai yang menjadi menteri-menteri Jokowi.
“Ketum atau sekjen partai jadi menteri Jokowi. Sekalipun punya sikap politik yang agak berbeda, itu rumit untuk ditunjukkan karena status mereka di satu sisi sebagai ketum partai dan di sisi lain sebagai pembantu presiden,” ujar Adi.
Pelbagai ketegangan pun terjadi imbas dari pengkubuan ini. Misalnya saat Stafsus Menkeu, Yustinus Prastowo, menuduh Kepala BP2MI Benny Ramdhani—yang notabene Wakil Ketua TPN Ganjar-Mahfud—memobilisasi pekerja migran untuk membenci institusi pemerintah dalam kasus kontainer PMI yang tertahan Ditjen Bea Cukai.
Benny kemudian balik menyebut ucapan Yustinus sebagai tudingan serius yang mencerminkan “cara dan watak laten Orde Baru”. Ia pun berencana mengambil langkah hukum dengan melaporkan Yustinus ke Kepolisian.
“Dulu friksi, konfrontasi, bahkan perbedaan politik di antara kubu Jokowi kan tidak pernah terlihat. Sekalipun ada, tidak pernah tampak ke permukaan. Tapi praktis setelah muncul 3 capres, sikap yang berbeda mulai ditunjukkan,” ujar Adi.
Kini, makin mendekati suksesi kepemimpinan 2024, pemerintah bahkan membuat Media Center Indonesia Maju untuk menangkis serangan-serangan dan hoaks. Medcen ini diresmikan oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Juru Bicara Medcen Indonesia Maju Tina Talisa menjelaskan, pendirian center ini tidak berhubungan dengan Pilpres 2024. Menurutnya, media center tersebut merupakan ruang bagi pemerintah untuk menyampaikan secara utuh agenda-agenda ekonomi dan pembangunan untuk menjaga kepercayaan dan meyakinkan investor bahwa situasi di Indonesia terkendali.
Tina yang juga menjabat sebagai Jubir Menteri Investasi menampik adanya kecanggungan di tubuh pemerintah. Menurutnya, tak ada perbedaan karena pandangan politik di kabinet.
“Rutinitas kerjaan, koordinasi, tidak ada perbedaan. Misal di Rakornas Penanaman Modal, kami kerja sama dengan [Menteri] ATR/BPN dan Mendagri. Berikutnya dengan LHK atau Dirjen PUPR,” ujarnya.
Tina menyatakan, ada 18 kementerian/lembaga yang terintegrasi secara online dengan Media Center Indonesia Maju, dan koordinasi antar-kementerian ini berjalan normal dan akur.
Kabinet Seharusnya Bebas Kepentingan Politik
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menganggap kecanggungan yang terjadi di tubuh kabinet Jokowi tidaklah wajar, sebab kabinet mestinya terpisah dari kepentingan politik, dan anggotanya tidak terlibat langsung dalam urusan pemilu.
“Tapi sekarang kan tidak begitu. Jokowi—baik secara langsung atau tidak—membuat kekacauan dengan membangun kubu-kubu yang seharusnya tidak perlu terjadi di kabinet. Padahal dulu di 2014, Jokowi sudah sangat tegas mengatakan tidak boleh ada rangkap jabatan antara ketua umum dengan anggota kabinet,” ujarnya.
Imbas rangkap jabatan ketua umum partai dengan menteri tak cuma pengkubuan politik di kabinet saat ini, tapi juga masuknya kepentingan politik ke ranah birokrat sehingga memengaruhi komunikasi antaranggota kabinet.
Sementara partai-partai yang masih punya wakil di kabinet padahal sudah berbeda kubu dengan Jokowi—yang disinyalir mendukung Prabowo—dinilai Adi Prayitno tak menarik kader-kadernya dari kabinet karena “bekerja dari dalam merupakan suatu kemewahan”.
“Tentu untuk mendapat informasi yang cukup signifikan [bagi partai] terkait bagaimana dinamika dan konstelasi politik yang berkembang, terutama terkait pilpres,” kata Adi.
Dedi berpendapat, Jokowi perlu belajar dari Susilo Bambang Yudhoyono lantaran presiden ke-6 RI itu tak ikut campur dalam urusan pemilu di ujung masa jabatannya. Sementara Jokowi justru menyatakan akan cawe-cawe demi bangsa dan negara.
“Jokowi memang agak berbeda dengan SBY. Saat itu [pada masa SBY] ada kesepakatan bahwa yang menjadi menteri harus fokus dan tidak boleh cawe-cawe urusan yang lain. Tapi di era Pak Jokowi boleh. Menteri tak wajib mundur, bahkan boleh kampanye,” kata Adi Prayitno.
Inilah juga yang membuat kondisi di internal kabinet jadi tak enak dan canggung. Indikasinya, lanjut Adi, sulit untuk menemukan momen-momen kebersamaan para menteri yang dulu tampak mesra, hangat, dan saling bercanda.
“Ke depan, siapa pun yang jadi presiden, konflik kepentingan harus dihindari. Caranya, ambil menteri dari mereka yang tak punya potensi maju dalam kompetisi apa pun, baik caleg, pilkada, atau pilpres. Tapi kalau seperti sekarang, antarmenteri saling bersaing dan saling dingin,” ujar Adi melontarkan pendapatnya.
Setidaknya, bila menteri tersebut maju caleg/pilkada/pilpres, maka yang bersangkutan mestinya mengundurkan diri dari kabinet untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan.