Kajian KPK Ungkap Senioritas PPDS: Biayai Touring hingga Iuran Uang untuk Dosen

20 Desember 2024 20:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Direktorat Monitoring KPK membuat kajian berjudul 'Identifikasi Risiko Korupsi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia.'
ADVERTISEMENT
Kajian itu disusun pada April 2023 hingga September 2023, dengan ruang lingkup kajian yakni tata kelola pada PPDS yang diselenggarakan pada tahun 2020–2022.
Dalam kajian itu, KPK turut menanyakan kepada responden yang merupakan peserta PPDS. Salah satunya terkait mengerjakan kebutuhan pribadi senior atau dosen di luar program pendidikan.
Hasilnya, responden dari Sumatera merupakan yang tertinggi dalam menjawab 'Ya' dengan jumlah 30,05 persen. Kemudian, diikuti oleh responden dari Bali-Nusa Tenggara 23,26 persen, dari Jawa 21,92 persen, Sulawesi sebanyak 9,05 persen, dan Kalimantan sebesar 5,41 persen.
"Hal ini merupakan tindakan penyalahgunaan yang semakin memperberat beban peserta PPDS," demikian bunyi laporan kajian tersebut, dikutip Jumat (20/12).
Saat didalami lewat wawancara, ternyata ditemukan bahwa telah terjadi diskriminasi yang dialami oleh peserta PPDS dalam memenuhi kebutuhan pribadi senior atau dosen dalam taraf tidak wajar. Misalnya membiayai kebutuhan hobi dosen seperti touring motor dan sepeda.
ADVERTISEMENT
Temuan KPK mengungkapkan bahwa peserta PPDS umumnya bekerja sama dengan rekan seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan dosen atau senior itu.
"Ketika didalami lewat wawancara, peserta PPDS menyebutkan memenuhi kebutuhan pribadi senior/dosen masih ada yang pada taraf wajar namun ada juga yang tidak wajar, misalnya mengantar dosen ke bandara masih dianggap wajar, namun membiayai kebutuhan hobi dosen seperti touring motor dan sepeda dianggap sudah tidak wajar," bunyi kajian.
"PPDS umumnya bekerja sama dengan rekan seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan pribadi senior/dosen ini. Misalnya, dengan mengumpulkan sejumlah uang secara periodik dengan jumlah yang sangat variatif mulai dari Rp 50.000 per bulan hingga jutaan rupiah per semester," masih dalam laporan tersebut.
Ilustrasi siswa depresi tidak lolos PPDB. Foto: Mindmo/Shutterstock
Dalam laporan kajian itu juga terungkap bahwa hal tersebut dilakukan oleh peserta PPDS lantaran mayoritas dari mereka khawatir progres pendidikannya terganggu.
ADVERTISEMENT
"Hal ini menunjukkan bahwa bentuk senioritas ini telah disalahgunakan untuk mendapatkan sesuatu dari pihak yang rentan atau dengan kata lain sebagai bentuk penyuapan secara halus dari para junior," paparnya.
Tak hanya itu, para peserta PPDS di hampir seluruh wilayah di Indonesia mengaku pernah mendapatkan pembagian tugas yang tidak adil berkaitan dengan pendidikan.
Di Sumatera misalnya, ada sebanyak 21,60 persen responden mengaku pernah merasakan diskriminasi tersebut. Kemudian, mahasiswa PPDS di Bali-Nusa Tenggara sebesar 19,93 persen, lalu di Jawa sebanyak 16,23 persen, dan Sulawesi sebesar 7,54 persen.
Adapun pertanyaan tersebut berkaitan dengan diskriminasi yang terjadi disebabkan faktor hubungan kekerabatan dan perilaku bullying dari mahasiswa PPDS senior ke junior karena dapat atau tidak dapat memenuhi perintah atau keinginan para senior.
ADVERTISEMENT
Laporan kajian ini pun menekankan bahwa bentuk perilaku ini sebagai tindakan penyalahgunaan kewenangan yang memperberat tekanan bagi peserta PPDS.
"Pembagian tugas yang tidak adil bagi peserta PPDS yang tidak memiliki kekerabatan dengan dosen atau senior atau mereka yang tidak memenuhi kebutuhan senior atau dosennya merupakan tindakan penyalahgunaan kewenangan yang memperberat tekanan bagi peserta PPDS secara umum dan mendorong mereka untuk melakukan tindakan koruptif," paparnya.
Adapun dalam melakukan kajian ini, KPK menggunakan survei kepada peserta PPDS. Dilakukan melalui platform daring dengan google form.
Pemilihan responden menggunakan teknik snowball sampling dalam jangka waktu 30 hari hingga data mencapai saturasinya. Kuesioner disebarkan melalui Asosiasi Fakultas Kedokteran Negeri Seluruh Indonesia (AFKNI) yang menurunkan kepada seluruh dekan fakultas kedokteran penyelenggara PPDS. Serta melalui jejaring mahasiswa dan alumni PPDS di tiap program studi.
ADVERTISEMENT
Jumlah sampel yang mengisi serta selesai diolah adalah sebanyak 1.417. Proporsinya adalah 1.366 responden peserta yang lulus seleksi PPDS baik sebagai mahasiswa maupun alumni. Jumlah sampel +/-10% dari estimasi total populasi residen/peserta didik sebanyak 13.000, berdasarkan data residen Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia per 2020. Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% maka didapatkan margin of error sebesar +/- 2.58% yang diharapkan hasil dari survei ini dapat merepresentasikan populasi.
Kajian ini menggunakan metode pendekatan campuran (mixed methodology) dari pendekatan kuantitatif dengan kualitatif.
Bersamaan dengan pengumpulan data primer, dilakukan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan keterangan dan data dukung yang berasal dari focus group discussion, interview, serta telaah dokumen dan regulasi terkait.