Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kala Ajal Menjemput di Kali Bekasi: Kisah Mereka yang Ditinggalkan
30 September 2024 18:36 WIB
·
waktu baca 9 menitSipa tengah diinfus di sebuah rumah sakit di Cikarang ketika mendengar kabar buruk. Cucunya, Muhammad Rizky yang akrab dipanggil Iky, sudah dua hari tak pulang ke rumahnya di Jalan Madona 4, Bojong Menteng, Rawalumbu, Kota Bekasi , sejak Jumat malam (20/9).
Tanpa pikir panjang, dengan kantong infus yang belum habis, Sipa mencabut selang cairan yang menancap di tubuhnya untuk pengobatan itu. Inhaler asma yang sudah ia beli pun tak sempat diambilnya ke pihak RS.
Dokter sempat memperingati Sipa soal lakunya itu, tetapi ia tak peduli. Sipa ingin segera pulang untuk memastikan kabar cucunya. Sipa was-was mendengar kabar ada tujuh remaja ditemukan tewas mengambang di Kali Bekasi —yang berjarak sekitar 2,5 km dari rumahnya—pada Minggu (22/9) pagi.
Pikiran negatif mengelilingi benak Sipa, karena pria sepuh itu merasa selama apa pun Rizky pergi, baik hingga malam atau pagi, remaja 19 tahun itu selalu pulang ke rumah.
“Itu gue dengar-dengar katanya ada anak ilang di Kali Bekasi. ‘Jangan-jangan [Rizky],’ gue begitu ngiranya. Pas nanya ke rumah, ‘Emang si Iky enggak pulang?’ Kagak katanya. Sudah [pikiran] kepecah,” kata Sipa dengan logat Betawinya yang kental.
Pihak keluarga mencari sana-sini dengan informasi pemberitaan di media sosial. Hingga mereka mengetahui bahwa Rizky merupakan 1 dari 7 mayat yang ditemukan tewas di Kali Bekasi dan tengah diidentifikasi di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Kakak kandung Rizky, Reza Kurniawan, pun mengidentifikasi jenazah adiknya dari pakaiannya long sleeve dengan logo di dada kiri yang identik dengan busana miliknya. Menurut Sipa, Rizky memang mengenakan pakaian milik kakaknya itu.
“Orang sepatu juga sepatu abangnya, dia yang ngenalin. Dia juga pakai kalung [milik abangnya]” kata Sipa.
Pihak kepolisian belum mengungkap penyebab kematian dari tujuh remaja yang meninggal di Kali Bekasi. Kabid Yandokpol RS Polri, Kombes Hery Wijatmoko, menyatakan pemeriksaan masih berlangsung menunggu hasil laboratorium forensik dan patologi anatomi.
Namun demikian, meninggalnya Rizky dan enam remaja lain berkelindan dengan peristiwa patroli tim Perintis Presisi Polres Bekasi Kota pada Sabtu (21/9) dini hari. Polisi mendapati potensi tawuran di gubuk warung dekat Gudang Semen Merah Putih yang masih di wilayah Bojong Menteng.
Ketika polisi menghampiri lokasi itu sekitar pukul 03.30 WIB, kumpulan anak muda yang tengah nongkrong di sana berhamburan melarikan diri. Ada yang ke rumah warga hingga melompat ke Kali Bekasi yang berada di belakang gubuk. Dari patroli itu, polisi mengamankan 22 remaja.
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Audy Joize Oroh, menyatakan 22 remaja yang diamankan mengaku kenal dengan tujuh jenazah yang mengambang di Kali Bekasi.
“Kami ambil keterangan, mereka mengenal [sosok tujuh jenazah] dan pada saat kejadian itu juga mereka, ketujuh jenazah ini, ada di TKP, di warung itu,” ujar Kompol Audy kepada kumparan, Jumat (27/9).
Rizky di Mata Keluarga: Anak Yatim yang Tak Neko-neko
Tak ada yang menyangka Rizky terlibat rencana tawuran karena sebagai engkong, Sipa merasa cucunya itu hidup sebagai pribadi yang tidak pernah neko-neko alias banyak tingkah di rumah.
Sipa bercerita bahwa cucunya adalah anak yatim piatu. Ibu Rizky baru meninggal saat virus COVID-19 merebak medio 2020-2022. Di rumah, Rizky diasuh oleh ayah sambungnya, sehingga ia kerap tinggal dengan kakeknya yang rumahnya persis berdempetan di belakang rumahnya.
“[Tinggal] berdua, nemenin [engkong]. Kalau kita malam-malam ada apa-apa kan bisa kita perintah. Misal, “Kerokin dong, Tong.” Dia bilang sudah malam, tapi mau [disuruh]” kenang Sipa.
Seorang kerabat menyebut Rizky merupakan lulusan SMK jurusan Teknik Kendaraan Ringan di daerah Babakan, Kota Bekasi. Sipa mengatakan, cucunya sudah 2 kali Lebaran menganggur karena sulitnya mencari pekerjaan.
Karenanya, Sipa menggambarkan bahwa keseharian remaja itu hanya tidur-tiduran dan nongkrong di depan halaman rumah, sesekali bersama teman-temannya.
“Nyari kerja setahunan. Katanya [masuk perusahaan] harus bayar, tapi dipanggil [kerja] kagak,” tutur Sipa menceritakan keluh kesah cucunya.
Sipa dan kerabat lain mengatakan, Rizky kadang-kadang dimintai tolong untuk membetulkan motor tetangga yang mogok. Dari situlah ia mendapatkan upah untuk sekadar membeli nasi dan rokok.
Kakeknya juga menilai Rizky sebagai pribadi yang mandiri. Jika lapar, Rizky bahkan disebut tak berani mengeluh kepada kakeknya yang hanya bekerja sebagai kuli.
“Dia tidur bae, ditanya, ‘Sudah beli nasi?’ Ntar dia nyeduh mie. Awak (badan) juga sudah habis tuh makan mie mulu, kan krempeng. Mie mulu, nasi enggak kena, tidur pagi, apa enggak rusak [badan],” ujar Sipa.
Setelah Rizky tiada, Sipa merelakan cucunya yang berakhir di Kali Bekasi. Ia hanya merasa nasib cucunya tak sebaik remaja lain yang nongkrong di tempat yang sama pada saat itu. Sipa mengaku tak mengenal siapa-siapa yang mengajak Rizky ke sana malam itu, termasuk enam korban tewas lain.
“Kalau gue kenal gue salahin tuh bocah, masa lu hidup, dia pada kagak. Kita kan sudah terima nasib, Tong. Sudah Yang kuasa sudah boleh ngatur,” tutupnya.
Kisah Davi yang Pendiam dan Penakut
Korban malang lain malam itu selain Rizky ialah Ahmad Davi, warga RT 2 RW 4 Kelurahan Bantar Gebang, Kota Bekasi. Ia adalah seorang pelajar berusia 16 tahun yang sehari-harinya mengelola toko online menjual berbagai asesoris kendaraan bermotor.
Kakak Davi, Sofyan (41), bercerita Davi merupakan anak yang manja karena dekat dengan sekali dengan ayahnya. Dia juga dikenal sebagai anak penakut karena saat malam bahkan untuk buang air kecil ke kamar mandi pun minta diantar.
Keluarga tidak pernah berpikir Davi mengikuti tawuran karena sehari-harinya dianggap bukan anak nakal dan tak pernah jauh dari rumah. Kalau malam Sabtu tak pulang, Davi kerap diketahui sedang menginap di rumah saudara atau kawannya.
Davi juga dikenal sebagai pribadi yang pendiam. Setelah selesai membereskan urusannya di toko online–yang lokasinya ada di depan rumahnya–ia kadang hanya nongkrong bermain HP bersama kawannya di teras rumah.
“Kesehariannya masih bisa kita kontrol. Biasanya ya enggak lama kalau keluar, jam 10-11 [malam] pasti pulang, semalam-malamnya jam 12. Walaupun sampai pagi, jam 1-2, itu di sini [teras rumah] main game berdua atau bertiga sama temannya,” terang Sofyan.
Davi mengelola toko onlinenya bersama empat orang. Biasanya, setelah asesoris motor yang terjual di-packing, ia mengirim paket tersebut ke ekspedisi bersama seorang kawannya bernama Rizki (beda dengan Muhammad Rizky).
Rizki inilah kawan yang mengajak Davi ke gubug di depan Gudang Semen Merah Putih pagi Sabtu (21/9) dini hari itu. Menurut Sofyan, Rizki diajak ke sana karena mengenal almarhum Muhammad Rizky, cucu Sipa.
Sedangkan Davi disebut hanya mengenal Rizki, tidak mengenal remaja lainnya yang ada di gubug malam itu. Begitu pun Rizki hanya mengenal almarhum Rizky. Karena hubungan Davi yang tak mengenal remaja lain yang nongkrong di malam itu, keluarga menganggap Davi merupakan korban ajakan remaja lain.
“Davi itu bukan salah satu pelaku tawuran. Dia ini korban dari oknum-oknum pelaku tawuran yang mengkoordinir anak-anak di bawah umur yang tidak tahu apa-apa gitu,” kata Sofyan.
Baik keluarga Rizky maupun Davi mengaku anaknya tak tahu menahu soal ajakan tawuran. Keduanya dianggap ikut-ikutan saja ke tempat nongkrong di depan Gudang Semen Merah Putih.
“Berdasarkan keterangan orang-orang yang diamankan, mereka mengikuti kegiatan tersebut karena diundang temannya sehingga tidak saling kenal satu dengan yang lain,” Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi.
Berulangnya Pembubaran Tawuran Berujung Kematian
Kejadian pembubaran tawuran berujung terenggutnya korban jiwa bukan kali ini terjadi. Kasus serupa pernah terjadi 3 bulan lalu pada kematian Afif Maulana di Padang.
Remaja 13 tahun itu ditemukan tewas di bawah Jembatan Sungai Kuranji, Padang setelah sebelumnya polisi menindak konvoi motor yang diduga hendak tawuran.
Afif tewas setelah diduga jatuh dari jembatan yang tingginya sekitar 15 meter. Seorang kawan yang berboncengan motor dengannya menyebut, Afif sempat mengajaknya melompat dari sana untuk menghindari penangkapan polisi.
Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, menilai kaburnya masyarakat karena panik melihat polisi salah satunya disebabkan adanya anggapan polisi sebagai sosok yang ditakuti.
“Ada masyarakat yang apriori (beranggapan sebelum mengetahui) tindakan kepolisian yang seringkali melakukan kekerasan, [misal] ditangkap tanpa prosedur. Makanya jadi takut, kemudian lari [ketika lihat polisi],” kata Bambang.
Menurut Bambang, polisi harusnya bukan ditakuti melainkan dihormati. Jika masyarakat tidak berniat untuk melakukan kejahatan, mestinya tidak perlu takut dengan polisi.
Adapun untuk mencegah ekses terhadap kaburnya terduga pelaku tawuran yang bisa berujung maut, idealnya menurut Bambang, perlu ada tindak lanjut tuntas dalam suatu peristiwa. Misalnya, saat membubarkan tawuran, harus ada penyisiran pelaku di TKP bekerja sama dengan Satpol PP atau stakeholder lain.
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, menyoroti bahwa selain penindakan, perlu juga pencegahan tawuran dimulai dari hulu. Ia mengimbau para orang tua agar memastikan anaknya tidak keluyuran malam untuk mencegah terlibat tawuran.
“Jadi kalau orang tua punya standar anak sudah jam 21.00 belum pulang, dicari itu yang hilang hari-hari ini,” ujar Diyah.
Diyah juga menyinggung pentingnya sistem keamanan lingkungan (siskamling) diterapkan di masyarakat. Termasuk pentingnya sistem pengawasan pemerintah di titik buta yang tidak terjangkau masyarakat.
“Karena kita belajar dari kasus sebelumnya, seringnya [tawuran] kalau dibubarkan masyarakat, tidak terjadi lagi di tempat itu,” kata dia.
Kini KPAI tengah mengkaji metode pembubaran tawuran dari aparat agar tidak lagi terjadi kasus serupa. Ia mengusulkan agar polisi bisa merespons tawuran dengan mencegah, menangani, dan menuntaskan (3M).
Dalam tahapan pencegahan, menurut Diyah, polisi dapat melakukan sosialisasi anti-tawuran ke sekolah-sekolah. Ia juga mengusulkan, dalam tahapan penindakan, polisi melakukan pendekatan kepada anak-anak geng agar terkontrol.
“Kemudian bagian penuntasan kami kaji anak-anak ini kenapa suka tawuran dan berani, karena faktor miras, narkoba, dan ada peredaran senjata tajam yang harus diusut ketiga-tiganya,” ujar Diyah.
Kombes Ade Ary Syam Indradi menyebut Polda Metro Jaya selama ini tidak sekadar patroli untuk mencegah tawuran. Pihaknya sudah melakukan pendekatan berdiskusi dengan pimpinan kelompok-kelompok remaja dan mengarahka ke kegiatan positif.
“Kami dari Polda Metro Jaya pun memasifkan dan menggiatkan [program] Siskamling, Door to Door System yang dilakukan Bhabinkambitbnas, Ngopi Kamtibnas, Aktifkan Siskamling, Jumat Curhat, Police Goes To School, Polisi Sahabat Anak, untuk mendeteksi secara dini informasi akan adanya tawuran dan melakukan langkah pencegahan,” ujar Kombes Ade.