Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Kala Judicial Review Posisi Wamen Jadi Pintu Masuk Revisi UU Kementerian Negara
15 Mei 2024 9:46 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
DPR berencana merevisi Undang-Undang Kementerian Negara. Revisi UU ini mencuat bersamaan dengan wacana presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang ingin menambah jumlah pos kementerian.
ADVERTISEMENT
Nomenklatur kementerian di kabinet Jokowi-Ma'ruf berdasar UU Kementerian Negara yang berlaku saat ini berjumlah 34. Rinciannya, 4 menteri koordinator alias menko dan 30 menteri bidang.
Jumlah itu rencananya akan ditambah di Kabinet Prabowo-Gibran menjadi 40.
Rencana revisi UU Kementerian Negara ini menuai tanya. Mengapa momennya bertepatan dengan Prabowo yang ingin menambah jumlah kementerian?
Baleg DPR menuturkan, sebenarnya, revisi UU ini bermuara dari judicial review posisi wakil menteri ke Mahkamah Konstitusi pada 2011. MK baru memutus gugatan itu pada 2012.
Pada tanggal 5 Juni 2012 MK, mengeluarkan putusan No. 79/PUU-IX/2011 yang intinya mengabulkan sebagian permohonan pengujian pasal 10 UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dengan membatalkan penjelasan pasal tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MK juga menginstruksikan kepada presiden untuk memperbarui Keppres yang lama agar sesuai dengan kewenangan eksekutif dan tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.
Berikut bunyi amar putusannya:
ADVERTISEMENT
Sebagai tindak lanjut atas putusan MK tersebut, presiden menerbitkan Perpres No 60/2012. Namun, keberadaan Perpres ini dinilai kembali menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai kedudukan Wakil Menteri itu sendiri.
Baleg DPR Jadikan Putusan MK Pintu Masuk Ubah Nomenklatur di UU Kementerian
Badan Legislasi DPR RI mulai membahas revisi UU Kementerian Negara di tengah isu Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto ingin menambah jumlah nomenklatur kabinet. Salah satu revisi itu akan membuat jumlah kementerian menjadi fleksibel sesuai kebutuhan presiden.
Dalam rapat Baleg, dipaparkan Pasal 15 akan dibahas tentang jumlah keseluruhan kementerian. Pada Pasal 15 UU Kementerian Negara mengatur jumlah keseluruhan kementerian paling banyak 34 kementerian.
Sedangkan dalam revisi revisi UU Kementerian Negara yang menjadi inisiatif Baleg DPR, akan diubah nomenklatur kementerian ditetapkan sesuai kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan negara. Sehingga tidak ditetapkan angka tetap jumlah kementerian.
ADVERTISEMENT
"Diusulkan perubahannya menjadi ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan," kata salah satu tim ahli Baleg saat memaparkan perubahan UU Kementerian Negara di Gedung DPR, Senayan, Selasa (14/5).
Revisi UU Kementerian Negara ini sesungguhnya tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas periode 2019-2024. Tetapi karena ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 79/PUU-IX/2011 tentang Pasal 10 yang memuat kata wakil menteri adalah pejabat karier dalam penjelasan UU Kementerian Negara.
Revisi UU Kementerian Negara yang dibahas ini menghapus wakil menteri sebagai pejabat karier dan bukan anggota kabinet sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
Namun, Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, revisi UU Kementerian Negara ini tetap bisa dilakukan meski tidak masuk Prolegnas prioritas.
ADVERTISEMENT
Supratman mengatakan revisi UU bisa menjadi pintu masuk membahas isu lain diluar keputusan MK, seperti penambahan jumlah nomenklatur.
"Kalau ada UU yang tidak kita usulkan masuk dalam Prolegnas maka memungkinkan kita bahas kalau itu adalah akibat putusan MK jadi ini pintu masuk saja. Soal materinya itu tidak dibatasi oleh apakah yang hanya yang diputuskan MK atau tidak Itu tidak membatasi kita untuk tidak membahas materi muatan yang lain," kata Supratman dalam rapat.
Dasco Bantah Revisi UU Kementerian demi Kepentingan Prabowo
Ketua Harian DPP Gerindra sekaligus Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membantah revisi itu dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan Prabowo.
"Sebenarnya begini kalau ada revisi UU Kementerian bukan untuk mengakomodasi jumlah menteri dalam jumlah tertentu," kata Dasco di Gedung DPR, Senayan, Selasa (14/5).
ADVERTISEMENT
"Tetapi kemudian mungkin untuk mengakomodasi kepentingan kebutuhan nomenklatur dan juga bagaimana mengoptimalkan memaksimalkan kerja-kerja kabinet di masa depan," tambah dia.
Dia menuturkan saat ini Prabowo belum membahas jumlah kementerian dan posisi bagi para parpol pendukung. Lebih lanjut, Dasco juga menuturkan Prabowo belum mengajak bertemu calon-calon menterinya untuk membahas posisi di kabinet.
Kenapa Baleg DPR Revisi UU Kementerian di Tengah Isu Prabowo Mau Tambah Menteri?
Supratman Andi Agtas menjelaskan alasan revisi UU Kementerian Negara baru dibahas di tengah isu Presiden terpilih RI Prabowo Subianto ingin menambah jumlah nomenklatur kementerian dari 34 menjadi 40 pos untuk mengakomodasi koalisinya.
Revisi UU Kementerian Negara yang dibahas ini akan menghapus wakil menteri sebagai pejabat karier dan bukan anggota kabinet sesuai putusan MK. Namun, Baleg juga akan membahas penambahan jumlah pos kementerian.
ADVERTISEMENT
Supratman yang juga politikus Gerindra ini mengatakan, sebenarnya Baleg tidak sengaja merevisi UU dibahas di tengah isu penambahan menteri Prabowo. Dia menyebut adanya faktor kebetulan dari pembahasan revisi UU Kementerian Negara dengan penyusunan kabinet periode 2024-2029.
"Itu soal timing saja. Bagi kami di Badan Legislasi kami sudah menginventarisir semua RUU yang terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan salah satu yang kami temui itu adalah salah satunya dua-duanya yang hari ini kita temui menyangkut soal Keimigrasian dan Kementerian Negara," ujar Supratman di Gedung DPR, Senayan, Selasa (14/5).
"Kalau soal kebetulan bahwa ada isu yang terkait dengan perubahan nomenklatur dan jumlah kementerian itu hanya soal kebetulan saja;" kata Supratman.
ADVERTISEMENT
Dia menyebut, Baleg hanya bertujuan untuk menyesuaikan keputusan MK dengan UU yang ada.
ADVERTISEMENT
"Ya, bisa saja kebetulan menyangkut soal itu yang jelas bahwa semua undang-undang yang hasil putusan MK badan legislasi sesegera mungkin menindaklanjuti supaya bisa menyesuaikan dengan Mahkamah Konstitusi," ucapnya.
Terkait putusan MK keluar tahun 2012 dan baru dibahas tahun 2024, Supratman menuturkan banyak UU yang harus disaring Baleg untuk dibahas. Sehingga, Baleg melalui tim ahli perlu membahas terlebih dahulu setiap UU yang ada untuk dibawa ke dalam pembahasan.
"Banyak masalahnya banyak jadi UU yang diputuskan oleh MK dan dibatalkan dan yang lain itu banyak sekali. Sehingga kami diberi daftar kami menugaskan kepada badan keahlian mana, nih, daftar yang sudah, karena yang memeriksa putusan, kan, bukan sedikit. Tenaga ahli kami tugaskan untuk melihat. Salah satunya adalah UU Kementerian Negara," ujar Supratman.
ADVERTISEMENT
Penambahan Jumlah Kementerian Kabinet Harus Direstui Jokowi
Supratman menjelaskan, jumlah nomenklatur yang akan diusulkan dalam draft RUU Kementerian Negara harus disetujui Presiden Jokowi.
"Kalau di kita akan mempercepat. tapi kan tergantung pada pemerintah juga setelah di badan legislasi diparipurnakan kemudian kita kirim ke pemerintah apakah Presiden setuju atau tidak kan tergantung, saya tidak bisa mewakili Presiden," kata Supratman di Gedung DPR, Senayan, Selasa (14/5).
Panja Baleg DPR akan menyusun naskah akademik RUU Kementerian Negara dan dikirimkan kepada Jokowi. Supratman mengatakan, jumlah nomenklatur yang diusulkan Baleg harus mendapatkan persetujuan Jokowi sebelum dibahas.
"Karena Presiden kita hari ini Presiden Jokowi. Kalau Pak Presiden Jokowi setuju dengan draft yang akan kita ajukan umpamanya menyangkut soal jumlah (kementerian) itu ya akan bisa cepat (dibahas)," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Supratman menuturkan, Baleg belum menentukan kapan draft RUU Kementerian Negara akan diserahkan kepada Jokowi. Sebab, kata dia, Panja Baleg masih harus mendengarkan pandangan 9 fraksi di DPR terlebih dahulu.