Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1

ADVERTISEMENT
Seorang warga Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), Ismail Ahmad, terpaksa harus berurusan dengan polisi. Ia dipanggil oleh Polres Kepsul, terkait unggahannya di facebook yang mengutip kelakar dari Presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
ADVERTISEMENT
Ismail mengutip Gus Dur yang berkelakar tentang Polri. Bunyinya: polisi di Indonesia yang jujur hanya ada 3, yakni yakni patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng.
Tapi, Ismail tak sampai ditahan. Kapolres Kepsul, AKBP M. Irfan, mengatakan, Ismail sudah pulang setelah menyampaikan pernyataan maaf.
Meski begitu, aksi serius Polri dalam menanggapi persoalan ini menuai beberapa kecaman. Mulai dari putri Gus Dur hingga pakar kriminal.
Putri Gus Dur sebut Polisi Sensitif dan Mempertanyakan Peluang Kritik
Komentar datang dari Yenny Wahid. Ia berkata, kebebasan berpendapat di Indonesia masih dijamin oleh Undang-Undang. Selama itu, masyarakat masih bebas bersuara dengan kritis.
"Namun yang jelas, ada oknum-oknum aparat keamanan yang terlalu sensitif dan terlalu mudah menggunakan kekuasaannya untuk mengintimidasi anggota masyarakat sipil lainnya," kata Yenny saat dihubungi kumparan, Rabu (17/6).
Bahkan, ia menyatakan, jika humor dan candaan satir dilarang, jiwa masyarakat Indonesia bisa terganggu. Ia lantas menganalogikan larangan humor satir seperti orang sakit gigi.
ADVERTISEMENT
"Lama-lama di negara ini, kalau ketawa saja enggak boleh, bisa pada sakit gigi semua di masyarakat, karena hanya orang sakit gigi yang susah ketawa," jelas Yenny.
Alissa Wahid juga turut bersuara. Kordinator jaringan Gusdurian ini menyatakan langkah yang dilakukan polisi tidak baik bagi demokrasi.
"(Masyarakat) masih bisa berpendapat dengan bebas. Tapi kalau diterus-teruskan begini, ya, bisa mundur kebebasan berpendapat kita," kata Alissa kepada kumparan, Rabu (17/6).
"Ini yang saya khawatirkan. Warga merasa tidak merdeka dan melakukan swa-sensor. Padahal ini tidak baik untuk kualitas demokrasi kita," lanjutnya.
Alissa meyakini, humor merupakan wadah bagi masyarakat untuk berkomentar. Tapi, jika humor ditindak, ia sangsi terhadap pandangan kritis guna menjaga check and balances.
ADVERTISEMENT
"Humornya pun dikeluarkan oleh Gus Dur yang terkenal dengan humor-humor kritisnya. Kalau untuk hal sesederhana ini saja sampai proses hukum, bagaimana dengan pendapat kritis yang penting untuk menjaga check and balances?" pungkasnya.
Komisi III DPR Tak Sepakat dengan Langkah Polisi
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, merasa yang dilakukan Ismail merupakan nasihat bagi Polri. Kutipan Gus Dur itu juga seharusnya berlaku sebagai pengingat bagi Korps Bhayangkara ini.
"Menurut saya, kutipan ini adalah pengingat sekaligus nasihat abadi bagi kepolisian. Ini adalah pengingat untuk para polisi agar tetap bekerja sesuai koridor, amanah, dan lurus," kata Sahroni kepada wartawan, Kamis (18/6).
Sahroni juga merasa unggahan Ismail itu wajar. Ia menilai tak ada upaya menyudutkan institusi kepolisian sebagaimana sangkaan Polres Kepulauan Sula itu.
ADVERTISEMENT
"Wajar saja ya, kan tujuannya untuk mengingatkan, bukan dipelintir untuk menyudutkan institusi kepolisian. Jadi, kita juga harus sama-sama fair, publik mengingatkan, polisi juga bisa menerima kritikan,” sebut Sahroni.
Komentar senada juga diucapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia heran dengan sikap Polres Sula tersebut. Padahal, kutipan serupa pernah diucapkan pula oleh eks Kapolri Tito Karnavian.
"Itu jelas kritikan dari masyarakat. Pak Tito waktu menjabat sebagai Kapolri bahkan pernah mengulas anekdot tersebut dan menjadikannya sebagai cambuk untuk membawa Polri lebih baik lagi," kata Habiburokhman.
Ia juga menyebut, polisi kelewat terbawa perasaan. Ia membandingkan, sebagai sesama pelayan masyarakat, anggota DPR bahkan setiap hari dikritik oleh masyarakat.
"Sama seperti kami di DPR, hampir tiap hari dikritik masyarakat. Tapi sebagai penyelenggara negara kita enggak boleh baper. Sama seperti kami di DPR, hampir tiap hari dikritik masyarakat. Tapi sebagai penyelenggara negara kita enggak boleh baper," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Reza Indragiri Pertanyakan Selera Humor Polri
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, sampai-sampai mempertanyakan selera humor Polisi di Indonesia. Ia membandingkan dengan Polisi Inggris.
"Terhadap polisi-polisi Inggris pernah dilakukan survei, apa kunci yang harus anda miliki agar sukses dalam tugas? Sesuai temuan survei tersebut, jawaban terbanyak adalah sense of humor (cita rasa humor)," kata Reza.
Rupanya, Reza yang juga pengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini pernah menanyakan pertanyaan serupa kepada mahasiswanya. Polisi Indonesia kebanyakan menjawab pemahaman UU.
Ini jadi indikator, bahwa polisi di Inggris hadir sebagai sahabat masyarakat, sedangkan polisi indonesia merupakan penegak hukum. Lantas, ia juga melihat betapa rendahnya selera humor polisi Indonesia. Kemungkinan, hal ini yang menyebabkan mereka mudah tersinggung.
ADVERTISEMENT
"Polisi dan semua orang perlu insaf. Bahwa pada orang-orang dengan cita rasa humor yang rendah, semakin gampang tersinggung, semakin rendah pula imunitas tubuhnya. Riset lain, selera humor juga berpengaruh terhadap kemampuan diri dalam menikmati hidup," tutur Reza.
Lelucon Gus Dur ditulis oleh eks Menristek, AS Hikam
Lelucon Gus Dur yang demikian terkenal tersebut ditulis oleh eks Menteri Riset dan Teknologi kabinet Persatuan Nasional (1999-2001), Muhammad AS Hikam, dalam bukunya yang berjudul "Gus Dur Ku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita," yang terbit pada tahun 2013. Lelucon disampaikan jauh saat keduanya tak lagi menjabat, yakni tahun 2008.
Kala itu, mereka berdua tengah mendiskusikan kasus korupsi BLBI yang tak kunjung menemukan titik terang. AS Hikam bertanya kepada Gus Dur:
ADVERTISEMENT
“Kasus yang melibatkan Polri ini apakah saking sudah kacaunya lembaga itu atau gimana ya, Gus? Kan dulu panjenengan yang mula-mula menjadikan Polri independen dan diletakkan langsung di bawah Presiden?” tanya AS Hikam.
Gus Dur lantas menjelaskan pemisahan tersebut. Setelah reformasi, aparat keamanan dalam negeri dan sipil tidak bisa diatur dengan cara tentara. Polri akhirnya dibuat independen, berada langsung di bawah Presiden agar proses pemberdayaan berlangsung cepat.
"Nah, Polri memang sudah lama menjadi praktik kurang bener itu, sampai guyonannya kan hanya ada tiga polisi yang jujur; Pak Hoegeng (Kapolri pertama Indonesia 1968-1971), patung polisi, dan polisi tidur," jelas Gus Dur panjang lebar sambil tertawa.
---
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.
ADVERTISEMENT