Kala Orang Miskin ‘Punya’ Mobil Mewah

14 Februari 2019 10:10 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
Ilustrasi pencatutan identitas mobil mewah. Foto: Rangga/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pencatutan identitas mobil mewah. Foto: Rangga/kumparan
ADVERTISEMENT
“Emangnya orang yang rumahnya kecil enggak boleh punya mobil mewah?” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Yusuf, Selasa (12/2).
ADVERTISEMENT
Yusuf mengomentari kasus dugaan pencatutan nama yang dialami oleh Aisyah (63) dan keluarganya yang tinggal di gang sempit di Jalan Mangga Besar IV A, Taman Sari, Jakarta Barat.
Suasana rumah Aisyah di gang sempit. Foto: Fauzan Dwi Anangga/kumparan
Aisyah dan keluarganya mengaku tidak memiliki mobil mewah tersebut. Dia merasa nama keluarganya dicatut oleh seseorang tak dikenal.
Peristiwa ini terkuak saat Januari lalu petugas pajak dari Jakarta Barat bermaksud menagih pajak kendaraan mewah yang bermasalah secara door to door. Salah satu sasarannya adalah mobil Bentley tipe Continental GT B 2829 JZZ atas nama Zulkifli, anak kandung Aisyah. Mobil ini tercatat menunggak pajak Rp 108 juta sejak Desember 2018.
Aisyah dan suaminya, Abdul Manaf, tercengang. Pasalnya penghasilan keluarga ini menengah ke bawah, bahkan untuk makan sehari-hari saja terbatas.
ADVERTISEMENT
Aisyah dan keluarganya tinggal di rumah berukuran 6 x 3 meter bertingkat 3 yang dihuni 15 orang. Dapur dan kamar mandi berada di luar rumah. Untuk menuju rumah petak itu harus melintasi gang sempit selebar sekitar 80 cm. Tak ada halaman, apalagi parkiran mobil.
Suasana rumah Aisyah di gang sempit. Foto: Fauzan Dwi Anangga/kumparan
Abdul Manaf adalah pensiunan PNS yang rumahnya disita bank karena tak mampu membayar utang. Sedangkan Aisyah adalah ibu rumah tangga, dan Zulkifli bekerja serabutan dengan penghasilan rata-rata per hari Rp 5-10 ribu. Itu pun uangnya langsung habis untuk jajan. Menurut Aisyah, Zulkifli telah lama mengidap gangguan jiwa sehingga emosinya terkadang tidak stabil.
"Punya mobil? Motor aja kredit yang dua udah ditarik diler. Tadinya anak saya nge-Grab (ojek online), awalnya kan menjanjikan bonusnya, sekarang udah enggak lagi. Enggak kebayar, 5 bulan nunggak dan ditarik. Sekarang (motor kredit) tinggal satu," ujar Aisyah saat ditemui kumparan di kediamannya, Jumat (8/2).
Ilustrasi Bentley. Foto: AFP/STAN HONDA
ADVERTISEMENT
Menurut data yang terekam di Unit Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Jakarta Barat, Zulkifli tercatat sebagai pemilik tiga mobil mewah lain dengan pajak yang tidak bermasalah. Abdul Manaf juga tercatat sebagai pemilik Mercedes-Benz yang rutin membayar pajak. Sedangkan Aisyah sebagai pemilik Toyota Harrier yang menunggak pajak.
Harga pasaran Bentley tipe Continental GT kondisi baru saat ini sekitar Rp 8,8 miliar. Sedangkan untuk Bentley bekas berada di kisaran Rp 1,8 miliar hingga 6 miliar tergantung tipe dan tahun produksinya.
Setelah diingat-ingat, Aisyah menyebut 5 tahun lalu suaminya pernah menyerahkan KTP mereka sekeluarga kepada seseorang tak dikenal dengan iming-iming sembako. Sembako itu tak pernah datang, mereka hanya menerima uang Rp 125.000 per orang. Mungkin saat itulah KTP mereka dicatut.
ADVERTISEMENT
“Ya waktu itu marak minta KTP nanti dapat beras, minyak, dapat bantuan kan lumayan 3 orang Rp 375 ribu. Kebetulan lagi banyak yang kasih sembako jadi enggak curiga,” tutur Aisyah.
Ilustrasi KTP. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Dia menyebut selama 5 tahun terakhir tidak pernah ada masalah. Petugas pajak baru mendatanginya pada Januari 2019. Sejak itulah dia merasa terteror dan ketakutan karena didatangi petugas-petugas lain seperti polisi hingga KPK. Meski para petugas itu hanya memastikan data, Aisyah merasa ketakutan.
“Ya saya takut sampai enggak bisa tidur apalagi sama orang pajak diminta tanda tangan dan diminta foto, kalau kita kan orang awam takut. Takut sampai ke polisi ditanya kenapa dulu kasih KTP ke orang,” ujarnya.
Bahkan kasus ini membuatnya trauma dengan urusan yang menyertakan KTP. Sebab Aisyah mengaku tak bisa membedakan yang mana urusan resmi, yang mana pencatutan. Dia meminta pemilik mobil resmi segera menyelesaikan tanggungannya.
ADVERTISEMENT
“Jangan bikin susahlah, kita orang kecil gini kan takut kalau urusan sama negara, sama polisi. Kalau masuk kejebak enggak bisa bela diri. Orang tuh kalau mau bagi, bagi enaknya jangan bagi susahnya,” kata Aisyah.
Ilustrasi Samsat. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Keluarga Aisyah bukan satu-satunya korban pencatutan identitas kendaraan mewah. Aliyah dan suaminya yang tinggal di Jalan Karya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, juga mengalami hal serupa. Perempuan yang akrab disapa Mpok Aya ini tercatat sebagai pemilik mobil Porsche Cayman seharga sekitar Rp 1,1 miliar dengan tunggakan pajak Rp 70 juta. Sedangkan suaminya tercatat sebagai pemilik Ferrari.
Bedanya, keduanya mengaku sempat mengenal pemilik mobil, yakni seseorang yang tinggal di Pulau Bangka. Hanya saja pria tersebut sudah menjual mobil-mobil mewah itu ke pihak lain, namun saat itu belum balik nama.
ADVERTISEMENT
“Tapi yang kasus Bu Aliyah ini sekarang udah balik nama dan udah bayar,” ujar Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBNKB Kota Administrasi Jakarta Barat Elling Hartono kepada kumparan, Jumat (8/2), di gedung Samsat, Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat.
Hindari pajak progresif hingga pencucian uang
Elling menyebut ada 24 mobil mewah dengan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) di atas Rp 1 miliar di wilayah Jakarta Barat yang menunggak pajak dalam periode tahun 2018. Enam mobil di antaranya sudah diblokir karena data kepemilikan yang tidak benar, termasuk yang dialami Aisyah dan keluarganya. Tiga mobil sudah membayar di bulan Januari 2019, sementara sisanya belum sanggup membayar.
Belajar dari kasus Aisyah, Elling menyebut, pada umumnya pemalsuan nama kepemilikan kendaraan ini dilakukan untuk menghindari Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Progresif, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Ilustrasi STNK Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Di Jakarta, tarif pajak progresif kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2015. Di dalamnya dijelaskan, tarif pajak kendaraan pertama sebesar 2 persen dan terus meningkat 0,5 persen hingga kendaraan ke- 17 sebesar 10 persen.
Misalnya kendaraan pertama 2 persen, kendaraan kedua 2,5 persen, kendaraan ketiga 3 persen, dan seterusnya hingga mencapai 10 persen pada kendaraan ke-17. Kemudian kendaraan ke-18 dan seterusnya dikenai pajak 10 persen.
Selain itu untuk mobil mewah juga dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) dengan tarif 10-125 persen tergantung spesifikasinya. Tanggungan besar inilah yang menurut Elling dihindari para pemilik mobil mewah hingga rela memanipulasi identitas kendaraannya.
ADVERTISEMENT
“Ya sementara kalau menurut saya itu adalah menghindari pajak progresif atau dibilang money laundering juga bisa. Tapi saya mengatakan bahwa mungkin belum siap aja mempunyai kendaraan tersebut,” kata Elling.
Dia mengakui, regulasi yang ada saat ini memang memungkinkan seseorang memanipulasi identitas pemilik kendaraan. Sebab syarat balik nama kendaraan hanya membutuhkan KTP asli tanpa verifikasi lebih lanjut. Akibatnya identitas pemilik kendaraan kerap tidak sesuai dengan pemilik asli.
Elling mengakui, modus pencatutan identitas ini juga tak akan terbongkar jika wajib pajak atau pemilik asli kendaraan taat pajak. Sebab bagi petugas pajak, yang penting tagihan terpenuhi.
“Kalau kami dari petugas pajak yang penting bayar pajaknya tepat waktu dan kami tidak perlu tahu sebenarnya pemiliknya siapa, gitu. Karena selama dia tidak menunggak, kami tidak menagih,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Jika demikian, apakah artinya negara membiarkan praktik pencatutan identitas terjadi?
Suasana di Samsat. Foto: Akbar Ramadhan/kumparan
Hukum tumpul ke atas
Konsultan pajak Suryadi Sinaga menyebut, kasus identitas pemilik kendaraan yang tak sesuai dengan pemilik asli sudah lumrah terjadi. Tujuannya rata-rata memang untuk menghindari pajak.
“Enggak ada yang salah juga karena syaratnya kan yang penting KTP asli aja. Biasanya pemilik mobil sama pemilik KTP udah sepakat, jadi dari sisi hukum juga aman,” kata Suryadi saat diwawancara di kantornya di Duren Sawit, Jakarta Timur.
Hal senada dikatakan Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Yusuf. Dia menyebut, dari kacamata hukum, kasus yang menimpa Aisyah baru bisa ditindak jika ia dan keluarga merasa dirugikan lantas melapor ke polisi.
Ilustrasi Samsat. Foto: Abdul Latif/kumparan
“Kalau secara regulasi enggak salah, secara regulasi yang penting ada KTP-nya ya kita proses, sesuai dengan nama itu kita proses. Bisa lapor ke reskrim kalau merasa dirugikan,” kata Yusuf.
ADVERTISEMENT
Menurut Yusuf, polisi tak mempersoalkan penggunaan KTP orang lain dalam membeli kendaraan mewah. Selagi identitasnya tersedia, polisi akan memprosesnya.
“Kita enggak tahu itu KTP-nya siapa yang penting membeli kendaraan, enggak perlu tanya KTP siapa dan sebagainya, yang persyaratannya ada ya sudah kita proses gitu,” kata dia.
Simak selengkapnya konten spesial dalam topik Modus Pajak Mobil Mewah.