SBY Konpers

Kalah Start SBY dari Prabowo

18 Oktober 2019 20:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Susilo Bambang Yudhoyono memberikan keterangan. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
zoom-in-whitePerbesar
Susilo Bambang Yudhoyono memberikan keterangan. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
ADVERTISEMENT
Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang lebih dulu bertemu dengan Presiden terpilih Joko Widodo, Kamis (10/10). Sehari sesudahnya, giliran Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang diterima Jokowi di Istana Merdeka.
ADVERTISEMENT
Kedatangan SBY dan Prabowo ke Istana untuk menemui Jokowi kembali memunculkan wacana bergabungnya Gerindra dan Demokrat ke gerbong koalisi Jokowi-Ma'ruf. Apalagi, usai pertemuan Jokowi mengakui koalisi menjadi salah satu pokok bahasan.
Dalam pertemuan empat mata itu, SBY dan Jokowi sempat membahas soal koalisi dan arah dukungan Partai Demokrat setelah Koalisi Adil Makmur dibubarkan. Bahkan, saat itu SBY kembali menegaskan dukungannya kepada Jokowi.
"Secara umum ya memang ada pembicaraan terkait kerjasama politik, di mana Partai Demokrat sudah menyatakan akan mendukung Pak Jokowi, kan. Nah ya sudah, itu terjemahkan sendiri, lah," kata Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean kepada kumparan, Jumat (11/10).
Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono. Foto: AFP
Namun, usai pertemuan dengan Jokowi, justru Prabowo Subianto yang getol dan agresif melakukan pendekatan dengan ketum parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf. Padahal, bukan rahasia umum lagi bahwa Gerindra dan Demokrat terhambat restu parpol pendukung Jokowi untuk bergabung.
ADVERTISEMENT
Setelah menemui Jokowi, Prabowo aktif menyambangi satu per satu ketua umum partai di lingkaran Jokowi-Ma'ruf, terutama yang gencar menolak anggota tambahan di koalisi mereka.
Presiden Joko Widodo (kanan) menyambut kunjungan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Dua hari setelah bertemu Jokowi, Prabowo langsung menyambangi kediaman Ketum NasDem Surya Paloh di Permata Hijau. NasDem adalah salah satu partai yang disebut paling getol menolak Gerindra masuk koalisi.
Sambil menyantap steak, soto, dan nasi goreng, Prabowo dan Paloh membahas berbagai hal yang berujung pada tiga butir kesepakatan, termasuk soal amandemen UUD 45. Keduanya sepakat jika amandemen UUD 45 tak hanya diterapkan di pasal GBHN saja.
Sehari setelah bertemu Paloh, giliran Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang disambangi oleh Prabowo. Dalam pertemuan itu, Prabowo mencoba meluluhkan hati Cak Imin dan para pengurus PKB lainnya dengan melontarkan pujian-pujian soal PKB dan NU.
ADVERTISEMENT
Setelah dipuji sedemikian rupa pun, rupanya Cak Imin masih belum goyah. Cak Imin berpendapat, jika Gerindra bergabung pun, partai berlambang garuda itu tidak bisa mendapatkan kursi menteri atau jabatan lainnya.
Cak Imin, lalu mengibaratkan masuknya Gerindra seperti masbuk salat. Masbuk adalah kondisi jemaah yang terlambat dalam salat berjamaah. Meski begitu, dia tetap ikut dalam barisan salat.
"Kan istilah salat itu ada imam, ada makmum. Lah, makmum datangnya di belakang kan, namanya makmum, masbuk," kata Cak Imin sambil tertawa.
Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin bersama Prabowo Subianto di DPP PKB, Senin (14/10/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Selang sehari kemudian, pada Selasa (15/10), Prabowo menyambangi Ketum Golkar Airlangga Hartarto di kantor DPP, Jalan Anggrek Neli, Slipi. Saat itu, keduanya memang lebih banyak membahas masalah kerjasama di parlemen ketimbang soal kursi menteri.
ADVERTISEMENT
Golkar juga masih bersikeras menilai, terlalu cepat bagi Gerindra untuk tiba-tiba masuk ke kabinet. Cara yang paling mungkin adalah, memberikan tempat bagi Gerindra saat reshuffle kabinet, seperti yang dilakukan Jokowi saat Golkar merapat.
“Jadi kami dulu harus menunggu dulu paling tidak satu tahun untuk mendapat kursi menteri. Setidaknya yang terjadi sekarang ya harus seperti dulu,” ujar Sekjen Golkar Ace Hasan kepada kumparan, Kamis (17/10).
Ketum Partai Gerindra Prabowo bertemu Ketua Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kantor DPP Partai Golkar, Selasa (15/10/2019). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Meski belum tentu berhasil, yang jelas usaha Prabowo ini menurut Sekjen PPP Arsul Sani menimbulkan rasa hormat dari partai-partai Koalisi Indonesia Kerja. Menurutnya, dibandingkan partai oposisi lain seperti Demokrat, PAN, atau PKS, Gerindra komunikasi yang dijalin dengan Gerindra justru paling baik.
"Tapi paling baik, antara yang sudah ada di KIK dengan yang di luar itu justru Gerindra. Partai-partai KIK juga menghormati Gerindra, itu karena sudah menjadi lawan konstitusi, kita anggap dia menjaga kehormatan dan bersifat jantan," tutur Arsul kepada kumparan di Gedung DPR, Senayan, Jumat (18/10).
ADVERTISEMENT
"Harus diakui, secara psikologis, sikap Gerindra itu menimbulkan rasa hormat di kita. Kalau kita itu adalah rasa hormat yang lebih, kan ketika terjadi komunikasi," imbuhnya.
Sementara itu, pengamat politik CSIS Arya Fernandes menilai, memang ada perbedaan strategi dari Demokrat dan Gerindra untuk bisa masuk ke lingkaran Jokowi. Jika Prabowo lebih memilih sowan sana-sini, SBY dinilai lebih efektif jika bertemu empat mata dengan Jokowi.
"Kalau menurut saya sih ya Demokrat nothing to lose aja. Jadi mereka sudah komunikasi dengan Jokowi, sudah ketemu kan, enggak mungkin juga Pak SBY diminta seperti Prabowo harus sowan ke mana mana, wibawa dia sebagai mantan presiden dua periode harus dilihat," kata Arya.
Apalagi, Demokrat sebenarnya lebih sadar diri. Suara Demokrat yang hanya separuh suara Gerindra, membuat partai berlambang mercy ini lebih pasrah dan memilih hanya mengandalkan komunikasi dengan Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Tapi saya kira, Jokowi juga memikirkan set kabinet yang akan dibangun ke depan. Apakah pilihan koalisi akan gemuk akan menguntungkan? Saya lihat justru akan memberatkan," kata Arya.
Arya menilai SBY harus segera memiliki strategi politik khusus bagi partainya. Jika tidak, Demokrat terancam kembali mengalami penurunan elektabilitas di 2024. Salah satu langkah politik yang bisa menyelamatkan Demokrat adalah bergabung dengan koalisi Jokowi.
Sejumlah sumber di internal koalisi Jokowi menyebut, PDIP masih menjadi hambatan masuknya Demokrat ke koalisi. PDIP relatif lebih bisa menerima Gerindra dibandingkan menerima Demokrat.
Syarief Hasan. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Waketum Demokrat Syarief Hasan mengatakan, SBY tidak akan mengikuti langkah Prabowo yang rajin bersafari politik. Yang pasti, Demokrat sudah punya pertimbangan sendiri mengapa tidak melakukan safari politik seperti Prabowo.
ADVERTISEMENT
"Ya setiap partai punya kebijakan sendiri. Tidak bisa disamaratakan. Kalau partai A begini, partai Demokrat begini. Beda," kata Syarief.
"Itu urusannya Pak Prabowo sendiri, kami tidak ikut-ikutan dalam hal ini, silakan saja enggak apa-apa. Yang pada dasarnya kan kalau pemimpin bangsa ketemu ini kan bagus," tutup Syarief.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten