KAMI Dorong Presidential Threshold 0%: Jika Tidak, Ada Praktik Jual-Sewa Partai

27 Agustus 2020 15:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mendorong presidential threshold menjadi 0 persen di Pilpres 2024. Salah satu Deklarator KAMI, Refly Harun mengatakan dorongan itu diperoleh dari hasil pertemuan seluruh deklarator KAMI di Sentul, Bogor, Rabu (26/8).
ADVERTISEMENT
"KAMI mengatakan tidak setuju dengan presidential threshold dan menginginkan threshold itu 0 persen. Jadi sebenarnya bahasa 0 persen ini bahasa untuk khalayak saja, sesungguhnya tanpa, tidak ada presidential threshold sama sekali, tanpa ambang batas," kata Refly Harun yang dikutip dalam akun YouTubenya, Kamis (27/8).
Refly pun menjelaskan setidaknya terdapat sejumlah alasan KAMI menolak presidential threshold tetap 20 persen. Salah satunya, kata Refly, berdasarkan UUD 1945 pasal 6a ayat 2, setiap peserta pemilu memiliki hak yang sama untuk mengajukan capres cawapres dalam Pilpres, bukan hanya parpol yang memiliki kursi di parlemen.
"Kalau kita baca ketentuan pasal 6a ayat 2 eksplisit jelas mengatakan sesungguhnya hak untuk mengajukan capres cawapres itu adalah milik parpol peserta pemilu. Jadi sesungguhnya sepanjang partai itu menjadi peserta pemilu harusnya yang bersangkutan, partai yang bersangkutan bisa mengajukan capres cawapres," sebut dia.
ADVERTISEMENT
"Untuk jadi peserta pemilu sudah berdarah darah sehingga tidak heran kalau mereka seharusnya diganjar kesempatan mengajukan capres cawapres dan itu sama sekali tidak bertentangan dengan konstitusi. Bahkan saya bisa mengatakan konstitusi memberikan kesempatan atau constitutional standing bagi setiap peserta pemilu calonkan capres cawapres," lanjut Refly.
Din Syamsuddin (tengah) pada deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Foto: Youtube/Realita TV
Selain itu, Pakar Hukum Tata Negara itu menuturkan, presidential threshold memunculkan fenomena calon membeli partai sebagai kendaraan politik menuju Pilpres 2024. Bahkan, kata dia, partai tak segan menjual dan menyewakan partainya kepada calon yang ingin diusung.
"Presidential threshold itu memunculkan fenomena candidacy buying, jadi parpol yang sudah berhasil mendapatkan kursi atau pernah menjadi perserta pemilu sebelumnya, itu bisa menjual partainya, bisa menyewakan partainya sebagai perahu untuk candidacy dan itu sudah rahasia umum," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, ia mencontohkan pengalaman Rizal Ramli yang pernah ditawari menjadi calon dalam Pilpres 2009 dan harus menyediakan dana sebesar Rp 1,5 triliun. Dia pun tak membayangkan kotornya sistem demokrasi Indonesia apabila presidential threshold tetap dipertahankan.
"Sebagai contoh misalnya Rizal Ramli pernah bercerita kepada saya pada tahun 2009, dia ditawari untuk ikut dalam pilpres, didekati oleh parpol dan pada waktu itu yang dibutuhkan adalah uang Rp 1,5 triliun. Coba bayangkan jadi minimal setengah triliun untuk parpol. Kalau sekarang isunya bukan lagi setengah triliun ya satu triliun minimal," kata dia.
"Coba bayangkan betapa mahalnya pemilu dan betapa kotornya pemilu, kalau presidential threshold tetap dipertahankan," tandas Refly.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.
ADVERTISEMENT