KAMI: Jika Jokowi Tak Mau Turun 2024, Rakyat yang Akan Turunkan!

17 Maret 2022 12:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
26
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi di sela-sela peluncuran paket obat isoman di Istana Merdeka, Kamis (15/07/2021). Foto: Dok. Agus Suparto
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi di sela-sela peluncuran paket obat isoman di Istana Merdeka, Kamis (15/07/2021). Foto: Dok. Agus Suparto
ADVERTISEMENT
Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gde Siriana Yusuf, merespons pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan (LBP) yang menyebut pemilu tak perlu buru-buru digelar karena pemerintah masih berjibaku dengan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Gde menilai Luhut tidak memahami UUD 1945 yang jelas mengatur pelaksanaan Pemilu lima tahun sekali dan pembatasan masa jabatan presiden. Ia menegaskan bahwa rakyat akan menurunkan Jokowi apabila tetap menjabat lebih dari dua periode.
“Pertama, LBP keblinger soal konstitusi, masa jabatan presiden ya sudah ditentukan 2 periode, 2 kali 5 tahun. Titik! Jadi jika pada waktunya Jokowi enggak mau turun, ya rakyat yang akan turunkan!” kata Gde dalam keterangan, Kamis (17/3).
Menurutnya, pemilu dilaksanakan agar rakyat bisa memilih pemimpin baru untuk menyelesaikan persoalan negara. Ia mencontohkan peristiwa Pemilu 1955 yang tetap dilaksanakan di tengah krisis ekonomi dan politik.
“Pilpres sebagai bagian dari pembangunan demokrasi harus diselenggarakan demi lahirnya pemerintahan yang demokratis. Setiap Pilpres dan Pileg adalah harapan baru masyarakat terhadap masa depan rakyat dan negara, apa pun situasinya,” jelas dia.
ADVERTISEMENT
Pekerja menata kotak suara kardus di Gudang Logistik KPU Kota Tasikmalaya, Cibeurem, Jawa Barat, Jumat (1/2). Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
“Contoh: Pemilu pertama 1955 dilakukan saat kondisi ekonomi dan politik tidak kondusif. Tetapi demi lahir pemerintahan yang demokratis tetap dilakukan pemilu 1954. Jadi pernyataan LBP ini menutup harapan rakyat untuk lahirnya pemerintahan yang lebih baik dari hari ini,” lanjutnya.
Begitu pula dengan alasan penundaan pemilu dalam rangka pemulihan ekonomi COVID-19. Gde menganggap alasan itu tidak konsisten karena Pilkada 2020 lalu tetap dilaksanakan di tengah tingginya kasus corona.
“Jika hari ini LBP menggunakan alasan kondisi ekonomi yang masih menghadapi COVID-19, ini pun tidak konsisten ketika pemerintah tetap memaksakan Pilkada saat COVID-19 2020, yang banyak diprotes publik,” sebut Gde.
Ia pun melihat anggaran Pemilu Serentak 2024 belum disahkan hingga saat ini. Gde menduga ketidaktersediaan anggaran nantinya dijadikan alasan penundaan pemilu oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Jadi pernyataan LBP ini jangan-jangan diarahkan pada alasan ketidaktersediaan anggaran KPU untuk Pileg dan Pilpres, dengan demikian jika KPU menyerah tidak bisa, maka KPU yang akan dijadikan bantalan untuk menunda pemilu,” pintanya.
Lebih lanjut, Gde juga menduga keterlibatan Presiden Jokowi dalam usulan penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden, terlebih Luhut merupakan tokoh senior yang memiliki kedekatan dengan Jokowi.