Kapolri Baru Diminta Cabut Telegram soal Penangkapan Terhadap Penghina Presiden

11 Januari 2021 17:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ujaran kebencian. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ujaran kebencian. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti sejumlah dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Polri sepanjang 2020. Hal itu dianggap menjadi tantangan calon Kapolri mendatang.
ADVERTISEMENT
Direktur YLBHI Asfinawati mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah melarang penerapan pasal penghinaan terhadap Presiden. Namun, Polri malah membuat surat telegram yang bertentangan.
“Surat telegram nomor ST/1100/IV/HUK171/2020 tertanggal 4 April 2020 mengenai penghinaan terhadap presiden dan pejabat negara. Padahal putusan MK sudah enggak diperbolehkan itu,” kata Asfinawati, Senin (11/1).
Menurut Asfinawati, Polri selama ini membuat kebijakan yang bermasalah dan bahkan menjadi sumber masalah. Namun, di sisi lain ada kebijakan yang memang baik seperti larangan ujaran kebencian.
“Sebetulnya Polri membuat kebijakan yang bermasalah, yang menjadi sumber diskriminasi hukum,” ujar Asfinawati.
“Belakangan ini misalnya siar kebencian, ini aturan yang baik siar kebencian di aturan sipil ya,” sambungnya.
Sebelumnya, lima nama calon Kapolri yang dikirimkan ke Jokowi yakni Wakapolri Komjen Gatot Edhy, Kabareskrim Komjen Listyo Sigit, Kepala BNPT Komjen Boy Rafli, Kabaharkam Komjen Agus Andrianto, dan Kalemdikpol Komjen Arief Sulistyanto.
ADVERTISEMENT
Pemilihan calon Kapolri ini terkait masa dinas Kapolri Jenderal Idham Azis yang akan pensiun 1 Februari mendatang.