Kapolri: Jadi Bupati Perlu Rp 20-30 M, Gaji 5 Tahun Hanya Rp 15 M

29 Desember 2017 15:32 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tito Karnavian di konferensi pers akhir tahun. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tito Karnavian di konferensi pers akhir tahun. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyoroti mahalnya biaya yang harus dikeluarkan calon kepala daerah dalam Pilkada. Ongkos politik itu memicu kepala daerah untuk korupsi saat menjabat.
ADVERTISEMENT
"Bayangkan aja untuk jadi seorang bupati itu paling tidak (menghabiskan) Rp 20-30 miliar. Kalau gubernur bisa jadi Rp 100 miliar ke atas. Nah, ini sistemnya memang gitu, dia harus membangun jaringan bisa setahun dua tahun dan semuanya pakai uang, belum lagi mahar politik," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (29/12).
Nah, begitu terpilih sebagai kepala daerah, kata Tito, gaji seorang bupati, wali kota atau gubenur paling tinggi dengan segala tunjangan Rp 300 juta (per bulan), kali 5 tahun menjadi Rp 15 miliar.
"Untuk bisa mendapatkan dana yang lebih banyak, mereka bisa mengambil proyek-proyek yang kemudian berpotensi menimbulkan korupsi. Artinya, korupsi membuat sistem yang memaksa kepala daerah harus korupsi itu dampaknya," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Tito lalu berharap ada kajian untuk menekan ongkos politik dalam Pilkada. Salah satunya kemungkinan apakah Pilkada di tingkat kabupaten/kota dihapuskan seperti halnya di Jakarta.
"Tolong kita lakukan penelitian apakah lebih baik mudaratnya atau efektifnya pemilihan langsung di tingkat kabupaten/kota. Misalnya apa cukup gubernur saja atau gubernur enggak perlu karena perwakilan dari pemerintah pusat, atau daerah yang bisa menerima dilakukan pilkada langsung. Ini persoalan negara. Kalau enggak ya bertumbangan, tinggal semuanya korupsi," ujar Tito.
Jenderal Polisi Tito Karnavian. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jenderal Polisi Tito Karnavian. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Sementara, upaya yang bisa dilakukan saat ini adalah mengawasi praktik politik uang itu dalam Pilkada. Polri menggagas adanya satuan tugas money politic bersama KPK dan Bawaslu.
"Intinya bahwa kita akan mengawasi juga money politic karena money politic yang berdampak negatif pada proses demokrasi kita. Biaya proses demokrasi kita ini sangat tinggi sekali, bahkan sama Pak Mendagri (Tjahjo Kumolo) dan KPK sampaikan untuk melakukan survei," ucap mantan Kapolda Metro Jaya itu.
ADVERTISEMENT