Kapolri, Jaksa Agung, dan Menkominfo Teken SKB, Cegah Salah Tafsir UU ITE

23 Juni 2021 20:01 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi UU ITE Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi UU ITE Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Komunikasi dan Informatika, Kapolri, dan Jaksa Agung menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi UU ITE.
ADVERTISEMENT
Menko Polhukam, Mahfud MD, mengatakan pedoman ini dibuat agar proses penegakan hukum terkait UU ITE tak menimbulkan multitafsir dan menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat. Selain itu, pedoman tersebut sebagai pegangan sambil menunggu revisi UU ITE rampung.
Meski demikian, Mahfud menyebut petunjuk teknis yang sudah ada seperti SE Kapolri atau Pedoman Jaksa Agung, dapat terus diberlakukan.
"Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat," ujar Mahfud dalam keterangannya, Rabu (23/6).
Menkopolhukam Saksikan penandatanganan SKB Pedoman Implementasi UU ITE. Foto: Kemenkopolhukam
Mahfud menuturkan SKB tersebut disusun berdasarkan masukan dari sejumlah pihak, khususnya yang khawatir terhadap salah tafsir UU ITE sembari proses revisi berlangsung.
ADVERTISEMENT
"Ini dibuat setelah mendengar dari para pejabat terkait, dari kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, Kampus, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya, semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya," ucap Mahfud.
Penerbitan SKB tersebut, kata Mahfud, sekaligus sebagai respons pemerintah terhadap pengaturan pasal-pasal yang dianggap karet. Seperti Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36.
Menkopolhukam Saksikan penandatanganan SKB Pedoman Implementasi UU ITE. Foto: Kemenkopolhukam
Sementara itu Menkominfo, Johnny G Plate, berharap pedoman SKB dapat mendukung upaya penegakan UU ITE yang mengedepankan penerapan restorative justice.
"Hal ini perlu dilakukan untuk menguatkan posisi ketentuan peradilan pidana sebagai ultimum remedium atau pilihan terakhir dalam menyelesaikan permasalahan hukum," kata Plate.
Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi UU ITE:
a. Pasal 27 ayat (1): fokus pasal ini pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.
ADVERTISEMENT
b. Pasal 27 ayat (2): fokus pasal ini pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Pasal 27 ayat (3), fokus pasal ini adalah:
1) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.
2) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
3) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
4) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
ADVERTISEMENT
5) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ilustrasi pelanggaran UU ITE. Foto: Shutter Stock
d. Pasal 27 ayat (4): fokus pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.
e. Pasal 28 ayat (1): fokus pasal ini pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur. Merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya.
ADVERTISEMENT
f. Pasal 28 ayat (2): fokus pasal ini pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.
g. Pasal 29: fokus pasal ini pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum.
h. Pasal 36: fokus pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.
ADVERTISEMENT