Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kapolri Perintahkan Usut Kasus Munir, LBH Minta Pemerintah Buka TPF
4 September 2018 8:50 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menginstruksikan Kabareskrim Irjen Arief Sulistyanto untuk membuka kembali penyelidikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir , yang tewas diracun pada September 2004. Hal tersebut dikatakan, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto, Senin (3/9).
ADVERTISEMENT
"Ya ini kan ada perintah baru dari Kapolri kepada reskrim untuk menyelidiki kasus Munir. Ya kita buka lagi berkasnya sampai mana, itu bagaimana kasusnya,” ujar Setyo di Gedung Humas Mabes Polri.
Menanggapi perintah dari Kapolri untuk membuka kembali penyelidikan kasus Munir, Saleh Al Ghifari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyambut baik instruksi Kapolri tersebut. Namun, menurut Saleh, yang paling utama adalah membuka isi laporan Tim Pencari Fakta (TPF) ke publik.
"Kita sambut keseriusan dari polisi, pemerintah, tentunya pertama kali langkahnya dengan membuka TPF, (agar) pengembangan penyelidikan untuk membawa pelaku lain yang levelnya lebih tinggi," ujar Saleh saat dihubungi kumparan, Senin (3/9).
Menurut Saleh, pekerjaan Bareskrim akan lebih sulit apabila tidak menggunakan data-data dari laporan temuan TPF. Saleh menilai, tanpa adanya temuan dari TPF, Bareskrim seperti bekerja dari awal kembali untuk menguak misteri pembunuhan Munir.
ADVERTISEMENT
"Ya mengulang, kalau mulai dari nol ya. Bukan percuma juga, nah memang (laporan TPF) terakhir posisinya ada di pemerintah, sudah ada di Presiden," tutur Saleh.
Meski menyambut baik perintah Kapolri tersebut, Saleh mengkritisi keseriusan pemerintah dalam mengungkap fakta tewasnya Munir. Keseriusan itu, menurut Saleh, hanya bisa ditunjukkan dengan membuka seterang-terangnya hasil temuan TPF.
"Seharusnya itu enggak susah dicari oleh pemerintah. Termasuk kepolisian, tinggal mau mengumumkannya ke publik dan menggunakannya untuk penyelidikan lebih lanjut kasus munir," sambungnya.
TPF Kasus Munir dibentuk pada masa pemerintahan Presiden SBY periode pertama pada 2004. Tim khusus ini terdiri dari 14 orang dan diketuai oleh Marsudi.
Setelah tiga bulan bekerja, hasil temuan TPF rampung pada 2005. Publik menunggu hasil temuan itu dibuka sejelas-jelasnya. Namun, alih-alih dibuka ke publik, pada Maret 2016, Sekretariat Negara menyatakan tidak memiliki informasi yang dimaksud. Enam eksemplar Laporan Tim Pencari Fakta yang diserahkan sejak 2005 itu entah ada di mana.
Saleh hingga kini masih menyanksikan hilangnya dokumen tersebut. Menurutnya, adalah hal yang tak masuk akal apabila dokumen itu bisa hilang begitu saja.
ADVERTISEMENT
"(Mungkin) itu miss management di lembaga kepresidenan, cuman kita enggak yakin. Dokumen diserahin di depan umum, ada media juga, ada konpersnya kepada Presiden, hilang begitu saja, ditaruh di mana? Bisa dicari, enggak mungkin enggak ada. Semua orang tahu dokumen itu, semua anggota TPF bilang nyerahin," bebernya.
Ia tetap berkeyakinan, bahwa dokumen tersebut ada. Permasalahan hilang, baginya hanya soal keseriusan pemerintah. Saleh mengatakan, apabila pemerintah memang memiliki keseriusan untuk mengungkap kasus Munir, hanya bisa ditunjukkan dengan membuka dokumen temuan TPF ke publik.
"Keseriusan ditunjukkan dengan itu, kalau instruksi (Kapolri) ya kita sambut baik, cuman itu seperti ada yang kurang. Karena memang dokumennya dipegang pemerintah," pungkasnya.