Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Karding: Pencabutan Moratorium PMI ke Saudi Masih Dikaji
14 November 2024 14:51 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding menyebut pencabutan moratorium pekerja migran Indonesia (TKI) ke Arab Saudi masih terus dikaji. Sebab, persiapan harus dilakukan secara matang karena moratorium sudah berlaku sejak 2015.
ADVERTISEMENT
"Oh belum, harus hati-hati, ini nggak boleh sembarang buka. Kajiannya matang, setelah matang, saya izin dulu ke Presiden, Presiden setuju nggak? Kalau setuju kita buka, kalau nggak ya kita coba cari cara lain berarti," tutur Karding usai bertemu Mendagri Tito Karnavian di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Kamis (14/11).
Karding mengatakan, sudah ada tim yang bertugas mengkaji segala kemungkinan ini. Memang ada masukan agar moratorium ini segera dibuka.
"Nah, sekarang ini lagi kami bentuk tim untuk mengkaji, mengevaluasi, baik buruknya kita buka lagi sistem satu kanal itu, atau kita tutup seterusnya. Nah, tetapi banyak masukan kepada kami sebaiknya dibuka, karena tanpa dibuka pun sudah ada yang ke sana," tutur dia.
Politikus PKB itu menyebut, sejumlah PMI yang ada di Saudi saat ini masuk dengan berbagai cara. Sudah pasti tidak bisa langsung mengajukan visa kerja.
ADVERTISEMENT
"Mereka lewat calling visa, kemudian visa undangan, kemudian lewat visa umrah, baru dikonversi menjadi visa kerja. Nah itu, kemarin saya ketemu PJ Gubernur NTB, itu memprediksi sekitar seribu orang berangkat itu tanpa jalur yang benar," kata dia.
"Nah itu daripada kita tutup tapi ada yang berangkat, mending kita buka tapi aturan kita perketat, khususnya yang domestic worker," imbuhnya.
Ia menegaskan, jangan sampai pekerja yang pergi ke Saudi diperlakukan layaknya budak. Harus ada kerja sama dengan Kerajaan Saudi.
"Jadi jangan sampai mereka ke sana hanya jadi 'budak', nggak boleh. Itu tanggung jawab negara untuk menjaga, karena itu juga nama baik negara. Kami ini juga kalau warga kita cuma di sana itu jadi kayak, dalam tanda petik, berlaku perbudakan, mending nggak usah," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Nah, makanya kami harus punya treatment, kami harus punya aturan, kami harus membangun kesepakatan dengan pemerintah Arab Saudi dan perusahaan-perusahaan di Arab Saudi," imbuh dia.
Tombol Panic Button
Ia menambahkan, nanti juga akan diatur soal jenis pekerjaan apa saja yang boleh dikirim. Direncanakan bukan pekerja kasar.
"Oh iya, misalnya ya, kita boleh mengirim misalnya perawat, sopir, penjaga toko, hospitality, bisa aja. Boleh ART (Asisten Rumah Tangga0 tapi ART yang paham bahasa dan paham tugas kerjanya. Dan nanti di sana nggak boleh dia di perusahaan sampean, terus dikasih ke majikan ini, majikan ini bisa memindahkan ke sana, nggak boleh," tutur dia.
"Kontrak kerja samanya harus benar, kontrak penempatannya harus benar, dan nanti kita harus bangun sistem ada panic button, apa namanya," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Tombol panic button itu menjadi perlindungan para ART dalam keadaan bahaya. Jadi, para majikan tidak bisa semena-mena.
"Jadi ada tombol panic, kalau ada apa-apa dia udah merasa tidak sesuai, cepet, dan kita bisa lindungi. Jadi memang harus, kalau dari sininya perizinan untuk majikan itu harus majikan itu terus. Kalau pindah majikan itu harus lapor. Kalau pindah harus lapor ke perusahaannya, perusahaannya harus lapor ke kita atau P3MI, harus tahu," tutup politikus PKB itu.