Karhutla Tahun 2023 Diprediksi Meningkat, Apa Penyebabnya?

13 Desember 2022 17:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BRGM Hartono saat rapat koordinasi di salah satu hotel di Yogyakarta, Selasa (13/12/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BRGM Hartono saat rapat koordinasi di salah satu hotel di Yogyakarta, Selasa (13/12/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2023 potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia diprediksi meningkat setelah iklim di tahun tersebut lebih kering dari tahun sebelumnya. Lahan gambut menjadi salah satu yang turut terancam.
ADVERTISEMENT
"Tugas BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove) ini adalah melakukan terutama pencegahan agar ekosistem gambut yang sangat rawan terjadi kebakaran ketika gambutnya terlalu kering, ini bisa kita lakukan pencegahan sedini mungkin," kata Kepala BRGM Hartono saat rapat koordinasi di salah satu hotel di Yogyakarta, Selasa (13/12).
Hartono menjelaskan, sejak 2016 Presiden Jokowi telah memberikan perhatian khusus pada ekosistem gambut. Lalu pada 2020, perhatian juga diberikan pada ekosistem mangrove.
Langkah ini, merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk menunjukkan perhatian dan peran kepada lingkungan.
Kebakaran Hutan di Riau Foto: FB Anggoro/Antara
"Karena gambut dan mangrove merupakan dua ekosistem penting yang mempunyai peran di dalam mitigasi perubahan iklim," katanya.
Dua wilayah yang paling rawan kebakaran lahan gambut adalah Riau dan Kalimantan Barat. Anomali sering terjadi di dua wilayah ini. Ketika pada Januari Jakarta sering banjir, tapi dua wilayah ini berulang kali mengalami kebakaran.
ADVERTISEMENT
Pada 2024, restorasi gambut ditargetkan seluas 1,2 juta hektare. Perlu kerja sama antar berbagai pihak baik itu BRGM, pemerintah provinsi dan masyarakat agar area yang sudah direstorasi sejak 2016 tidak terjadi lagi kebakaran.
"Caranya memastikan semua infrastruktur yang sudah dibangun termasuk upaya kita untuk sosialisasikan dan menginternalisasikan upaya pencegahan di tingkat desa menjadi bagian terintegrasi dari pencegahan karhutla khususnya di area gambut dengan berfungsinya area-area gambut yang sudah restorasi maka bahaya kebakaran besar relatif dikurangi," ujarnya.
Ia mengatakan, langkah mempertahankan dan merehabilitasi ekosistem mangrove juga tak kalah penting. Seperti diketahui mangrove memiliki kandungan karbon di ekosistem hampir 5 sampai 6 kali lebih besar dari ekosistem hutan teristial.
"Artinya kalau mangrove rusak 1 hektare yang dibuka, sama dengan 6 kali merusak hutan tropis. Penting kita untuk tetap pertahankan ekosistem mangrove dan percepat rehabilitasi di 9 provinsi yang ditugaskan presiden. 600 ribu hektare," tegasnya.
Petugas TNI membantu membersihkan kaca mata rekannya yang terkena debu ketika menyemprotkan air kearah lahan gambut yang terbakar saat berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (9/3/2021). Foto: Rony Muharrman/ANTARA FOTO

Potensi Karhutla Tinggi

Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari, menjelaskan tiga tahun terkahir, iklim kemarau di Indonesia lebih basah karena adanya La Nina. Dampaknya terjadi peningkatan curah hujan selama tiga tahun ini.
ADVERTISEMENT
"Jadi dalam 3 tahun terakhir kita mengalami kondisi yang basah," kata Supari di lokasi yang sama.
Ia menyebut, tahun depan diprediksi iklim cenderung kering. Tidak sebasah tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berdasarkan statistik 7 tahun terakhir, di mana belum pernah terjadi La Nina 4 tahun berturut-turut, maksimal 3 tahun.
"Ini sudah tahun yang ketiga sehingga peluang kecil terjadi La Nina tahun depan. Kedua berdasarkan permodelan iklim memang peluang kecil, yang peluang besar adalah kondisi [atmosfer pada fase] netral, dengan asumsi bahwa tahun depan netral maka kondisinya akan sedikit lebih rendah curahnya dibandingkan tahun ini," katanya.
Dengan kondisi ini maka potensi kebakaran hutan dan lahan akan menjadi lebih besar. "Sehingga tadi kita berdiskusi bahwa kita perlu mewaspadai adanya potensi karhutla yang lebih besar dibandingkan tahun 2020, 2021 dan 2022," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi kalau ditanya kekeringannya merata atau tidak, yang perlu kita waspadai daerah-daerah yang memang menjadi spot-spot karhutla di antaranya Sumatera dan Kalimantan," sambungnya.

Antisipasi BNPB

Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi menuturkan antisipasi akan dilakukan pihaknya terkait potensi karhutla di 2023.
"Jadi untuk yang akan datang kita lebih ke rencana kesiap-siagaan di mana kita memberi penguatan kepada masyarakat dan memberikan edukasi, contohnya bagaimana memanfaatkan lahan gambut dengan cara tidak membakar dan kita membentuk keluarga tangguh bencana dan desa tangguh bencana. Bagaimana mereka secara mandiri bisa terhindari bencana kebakaran hutan," kata Prasinta.