
Karier Politik Kilat Kaesang, Diskresi PSI demi Organisasi
2 Oktober 2023 14:24 WIB
·
waktu baca 6 menit***
Selang sehari setelah dilantik menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep tancap gas menyambangi berbagai elemen relawan yang setia kepada ayahnya, Jokowi. Ia menemui Arus Bawah Jokowi (ABJ), Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP), Pertiwi Indonesia, Rumah Kreasi Indonesia Hebat (RKIH), sampai Solidaritas Ulama Muda Jokowi (Samawi).
Kaesang sadar, relawan-relawan ini mampu memberikan efek elektoral pada pemilu. Ia pun tak menyia-nyiakan waktu jelang Pileg 2024 yang tinggal empat bulan lagi.
“Perpolitikan Indonesia ini cukup unik. Di 2014, 2019, yang menggerakkan semua adalah relawan. Jadi saya harus belajar banyak dari relawan presiden,” kata Kaesang di Jakarta Timur, Jumat (29/9).
Saat Kaesang dikukuhkan sebagai Ketua Umum PSI di Djakarta Theater, Senin (25/9), sejumlah relawan Jokowi pun menyaksikan secara langsung. Menurut Ketua DPP PSI Dedek Prayudi, ada lebih dari 100 relawan Jokowi yang hadir.
Bagi PSI, relawan-relawan ini merupakan insentif elektoral, sebab pemilu bukan cuma soal kerja ideologis, melainkan raupan suara. Dan PSI yang hanya mengantongi 1,89% suara pada Pemilu 2019 amat membutuhkan ceruk potensial baru untuk ditarget: para pendukung Jokowi.
Dalam hal ini, PSI menafsirkan kedatangan Kaesang sebagai kehadiran Jokowi. Dan Jokowi punya approval rate tinggi di ujung masa jabatannya saat ini, yakni 80% berdasarkan survei Indikator Politik pada Agustus 2023.
Meski Kaesang membuat PSI tenang dan optimistis bisa menembus parlemen di Pileg 2024, namun ketokohan putra bungsu Jokowi itu dianggap masih belum matang.
“Ketokohan butuh jam terbang, tidak bisa sambil lalu. Harus teruji dan meliputi banyak segmen di masyarakat,” kata Prof. Firman Noor, peneliti Pusat Riset Politik BRIN di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Menurutnya, Kaesang masih hijau untuk disebut sebagai “tokoh”. Meski Kaesang telah dikenal publik luas, namun itu terkait kiprahnya sebagai pengusaha, bukan tokoh politik.
Kaesang pun tak mengikuti pengkaderan politik. Ia melompati semua tahapan politik di PSI dengan langsung didapuk sebagai Ketua Umum. Hal ini pun dikritik Prof. Firman. Menurutnya, pengkaderan adalah proses krusial dalam demokrasi. Kader harus ditempa dulu sebelum diberi tanggung jawab.
“Parpol yang baik adalah parpol yang menjalankan kaderisasi. Di situ ada proses membuat orang biasa menjadi orang politik,” kata Firman.
Proses pematangan dalam kaderisasi itu butuh waktu lama. Berikutnya, terjadi pula seleksi alam sehingga kader terbaiklah yang akan tampil di hadapan publik dan ditawarkan oleh partai ke masyarakat.
“[Kaderisasi] ini akar demokrasinya. Semua ada di posisi yang sama, dan berhak setelah pengkaderan yang panjang. Jadi tidak bisa mentang-mentang punya uang banyak lalu keturunan siapa, Anda di pucuk pimpinan. Idealnya begitu,” kata Firman.
Memangkas proses pengkaderan ini, menurut Firman, menghasilkan anggapan bahwa menjadi pemimpin partai politik bisa dilakukan dengan cara instan. Hal ini ia nilai berbahaya bagi kehidupan bernegara ke depan.
Namun, PSI punya pendapat berbeda. Ketua DPP PSI Ariyo Bimmo menyatakan, langkah pragmatis partainya menempatkan Kaesang sebagai ketua umum sah-sah saja, sebab Kaesang bukannya sosok tanpa modal politik. Kaesang dipandang punya keunggulan sebagai anak muda yang dikenal luas masyarakat.
Meski PSI punya sistem pengkaderan berjenjang dari tunas, dasar, madya, hingga paripurna, khusus Kaesang, Ariyo menyebutnya sebagai diskresi untuk kepentingan organisasi.
“Misalnya saya belum kader paripurna, masih madya, tapi saya dibutuhkan sebagai Ketua DPP dan caleg DPR RI. Caleg DPR itu sebenarnya harus kader paripurna. Tapi kalau nunggu paripurna gak bakal kekejar,” jelas Ariyo.
Bagi Ariyo, pengangkatan Kaesang sebagai ketua umum tidak mengangkangi sistem meritokrasi. Salah satu ukurannya: Kaesang kompeten di media sosial. Ia punya banyak pengikut dan aktif serta produktif di medsos.
“Itu yang enggak pernah kepikiran sama orang zaman dulu. Ketika bicara meritokrasi, Kaesang kurang kompeten apanya? Kita bisa lihat cara dia merespons ketika bicara,” kata Ariyo.
Bagi PSI, Kaesang sudah mengalami proses pengkaderan sebagai individu politik. Ia adalah putra Jokowi yang menyaksikan proses ayahnya menjabat dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden Indonesia.
Kaesang Punya Soft Power
Bergabungnya Kaesang tak pelak membuat PSI kini “naik level”. Partai kecil beranggotakan anak-anak muda yang biasanya dipandang sebelah mata ini jadi mulai diperhitungkan.
“Artinya ada semacam soft power yang dimiliki Kaesang. Kalau Kaesang mau ketemu ketua-ketua partai lain, mereka nggak hanya melihat Kaesang sebagai Ketum PSI, tapi juga Kaesang sebagai anak presiden,” kata ahli komunikasi politik UGM Nyarwi Ahmad.
Ia menyoroti bagaimana Kaesang bisa lebih leluasa berkomunikasi dengan Presiden. Bukan hanya lewat jalur resmi, tapi juga lewat jalur belakang. Itu sebabnya, ucapan-ucapan Kaesang tak terhindarkan akan kerap dimaknai sebagai kode dari Istana.
Dalam hal ini, menurut Nyarwi, Kaesang menjadi semacam proksi atau kepanjangan tangan ayahnya di Istana. Maka, segala gerak-gerik Kaesang pun mau tak mau akan diperhatikan dan ditafsirkan secara politis.
Soal jalur belakang, bukan cuma Kaesang yang memilikinya, tapi juga PSI sendiri yang selama ini menjalin hubungan dekat dengan Jokowi.
“PSI bukan partai yang dianggap besar di parlemen [karena belum punya kursi di DPR], tapi besar karena jalur belakang lewat Presiden. Ini soft power yang dimiliki Kaesang dan PSI,” papar Nyarwi.
PDIP yang setelah sekian lama “mendiamkan” PSI pun kini menyinggung soal Kaesang dan PSI dalam komentar-komentarnya.
“Sebagai Ketua Umum [PSI], Mas Kaesang, saya harap kita bisa menjalin komunikasi dan bertemu untuk kemudian menyambungkan persepsi. Saya berharap Mas kaesang bisa bergabung dengan PDIP [dalam koalisi]... untuk bersama-sama PDIP mendukung Mas Ganjar Pranowo,” ujar Puan Maharani, Kamis (28/9).
Saat ini PSI belum menyatakan dukungan ke capres tertentu meski belakangan terlihat mesra dengan Prabowo Subianto. Menurut Dedek Prayudi, meski ia secara pribadi nyaman dengan Prabowo, tapi PSI belum melepas dukungan terhadap Ganjar Pranowo.
“Kami pernah deklarasi mendukung Mas Ganjar Pranowo. Itu hasil Rembuk Rakyat PSI. Sampai sekarang itu tidak pernah tercabut. Tapi kami ini partai politik, bukan relawan,” kata Dedek.
Artinya, partai politik punya hitung-hitungan sendiri. Terlebih, Jokowi menganjurkan pada mereka untuk tidak terburu-buru.
“Pak Jokowi mengatakan ‘ojo kesusu’ karena akan banyak sekali drama politik ke depan,” imbuh Dedek.