Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Kartini dari Yogya: Sang Dalang Perempuan Bernama Rizki Rahma
21 April 2025 13:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Profesi dalang lekat dengan sosok lelaki tua, bersuara wibawa, serta pesona kharismatiknya. Namun, hal itu tak menghalangi lahirnya dalang perempuan.
ADVERTISEMENT
Darah seni mengalir di tubuh Rizki Rahma Nur Wahyuni (29 tahun). Kakeknya seorang seniman ketoprak, sementara sang ayah adalah dalang.
Rahma kecil saban hari terbiasa mendengar suara gamelan dan wayang di rumahnya di Kasihan, Kabupaten Bantul. Jika malam, pertunjukan ketoprak tak luput jadi hiburannya.
"Bapak itu juga seorang dalang. Walaupun, meskipun, profesi sebetulnya tuh Bapak guru PKN," kata Rahma di Kota Yogyakarta, Senin (21/4).
"Terus, setiap Bapak pentas itu dari kecil selalu diajak satu keluarga ke lokasi pementasan," bebernya.
Sejak SD
Ketertarikan Rahma pada wayang dimulai saat kelas 3 SD. Rahma dan kakak perempuannya yang saat itu kelas 4 SD memberanikan diri meminta sang ayah untuk mengajari dalang.
"Waktu itu ngejarnya untuk ikut lomba dalang anak se-Bantul. 2003 mungkin ya, 2003-2004 gitu," katanya.
ADVERTISEMENT
Momen itu, ternyata membuka jalan Rahma untuk terus mendalang hingga dewasa. Mendalang bagi Rahma adalah hobi. Sembari bersekolah ketika ayahnya pentas, Rahma turut tampil di pentas pra-acara atau pembuka.
"Jadi sebelum acara sambutan-sambutan, biasanya kan ada, kalau di desa-desa kayak bersih desa gitu kan, ada rangkaiannya tari-tarian dulu dari sana. Nah termasuk saya dan kakak itu juga pentas di pra-acara itu," kata Rahma.
Pilih Dalang daripada Ketoprak
Kentalnya darah seni membuat Rahma memiliki pilihan dalam berkesenian. Dia sebenarnya bisa saja terjun di ketoprak mengikuti perjalanan karier sang kakek.
"Enggak tahu, mungkin karena, yang dihadapi itu kan kesehariannya adalah wayang, kebetulan kan Bapak juga ada gamelan, ada wayang di rumah. Jadi, kayak sewaktu-waktu mau diajarin tuh lebih enak," katanya.
ADVERTISEMENT
"Kalau si Mbah kan ketoprak itu melibatkan lebih banyak personel, gitu ya, kalau ketoprak. Sebetulnya kalau dalang pun juga melibatkan wiyogo, sinden untuk pengiring. Cuman kan, karena Bapak gagrak Jogja yang klasik, bukan yang, garapan jadinya untuk, musik-musik itu sudah paten, sudah misal gending, ayak-ayak, gending, nanti, campak Lasem. Itu tuh wiyogo, wiyogo sudah tahu tanpa harus latihan bareng-bareng," katanya.
Tanggapan Masyarakat
Meski bisa dibilang tak umum, tetapi tak ada tanggapan miring pada profesi Rahma sebagai dalang. Malah banyak warga yang antusias terlebih anak-anak.
"Apalagi anak-anak, "Oh, ki dalange wedok lho, kae (wah dalangnya perempuan itu)". Walaupun ya nggak sebagus dalang cowok, karena kan dari segi stamina, terus kayak gerakan, menggerakan wayangnya juga beda, keprakan, keprakan yang di kaki, tuh juga beda, gitu," katanya.
ADVERTISEMENT
Kesulitan sebagai Dalang Perempuan
Menjadi dalang perempuan diakui Rahma penuh dengan tantangan. Termasuk soal suara perempuan yang berbeda dengan laki-laki.
"Kalau saya pribadi, suara ya mungkin. Karena kan tokoh-tokohnya tuh banyakan tokoh cowok. Terus kalau dari suara ya, kalau cewek kan sudah khas kayak gini ya, mau dibuat-buat juga nanti enggak yang bisa menyaingi untuk suara cowok," ucapnya.
Selain itu, dari sisi tenaga, menurut Rahma tak sekuat lelaki.
Panggung Sepi, Sering Isi Workshop
Sampai saat ini Rahma masih aktif mendalang. Namun, diakuinya selepas pandemi Covid-19 panggung-panggung mulai sepi. Rahma pun makin aktif mengisi workshop.
"Ngisi workshop, gitu-gitu, karena kalau pementasan wayang tuh kayaknya di mana-mana juga sepi kan ya. Belum rame lagi, belum seramai dulu waktu sebelum Covid. Itu Bapak tuh (dulu) bahkan sebulan bisa tiga kali, empat kali, tiap Sabtu-Minggu gitu," katanya.
ADVERTISEMENT
Contohnya pada Februari silam, Rahma mengisi workshop dan pementasan untuk anak-anak SD dari Jakarta di sebuah hotel di Yogyakarta. Workshop ini sudah berjalan 10 tahun terakhir sebagai pengenalan budaya Jawa.
"Jadi konsepnya, kayak nanti saya ndalang berapa menit pakai bahasa Indonesia karena nanti takutnya kalau bahasa Jawa nanti anaknya juga enggak mudeng. Terus nanti ada tanya jawab, terus nanti mereka praktik juga, praktik asal ngomong aja," katanya.
Harapan Rahma
Harapan Rahma apa yang dikerjakannya ini bisa melahirkan anak-anak yang mau meneruskan profesi dalang. Dari pengenalan ini diharapkan ada anak yang jatuh cinta pada seni dalang.
"Dari situ, dia terus kayak tertarik mau belajar wayang. Antusias sih kalau sejauh ini kalau pas saya ngisi mini workshop itu, anak-anaknya," pungkasnya.