Aktivitas kantor di massa PSBB Transisi

Karyawan Terkena COVID-19, Apa yang Seharusnya Dilakukan Perusahaan?

18 Maret 2022 17:16 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 yang sudah dua tahun mewabah di Indonesia berdampak pada sejumlah sektor. Termasuk perusahaan-perusahaan yang karyawannya terinfeksi virus tersebut.
ADVERTISEMENT
Sejumlah perusahaan pun menerapkan kebijakan guna menyesuaikan dengan kondisi pandemi tersebut. Namun, masih banyak pertanyaan yang mengemuka terkait langkah yang harus diambil perusahaan bila karyawan terinfeksi.
Berikut di antaranya:
Sejumlah karyawan menggunakan masker saat bekerja di pusat perkantoran, kawasan SCBD, Jakarta, Senin (8/6/2020). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Berikut jawaban Taufan Adi Wijaya, S.H., M.H., C.L.A., pengacara yang tergabung dalam Justika:
1. Hasil PCR Menentukan Kontaminasi atau Tidak Terkontaminasinya Pekerja/Karyawan/Buruh Terhadap COVID-19.
Dalam upayanya memutus rantai penularan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), pemerintah telah melakukan upaya di berbagai aspek. Baik kesehatan, sosial, maupun ekonomi.
ADVERTISEMENT
Guna tetap mendukung keberlangsungan perekonomian masyarakat, dari aspek kesehatan perlu dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian pada tempat kerja perkantoran dan industri.
Sehingga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 Tentang Panduan Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Tempat Kerja Perkantoran Dan Industri Dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha Pada Situasi Pandemi (Kepmenkes 328/2020), dengan tujuan Meningkatkan upaya tempat kerja khususnya perkantoran dan industri dalam pencegahan penularan COVID-19 bagi pekerja selama masa pandemi.
Dalam bagian BAB I Huruf D (bagian Pengertian) angka 7 Kepmenkes 328/2020, dijelaskan bahwa: “Kasus konfirmasi adalah pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif melalui pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)”.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan pula dalam BAB II Huruf C angka 2 huruf b, dan angka 3 huruf b, Apabila tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, dapat dilakukan pemeriksaan Rapid Test (RT), namun dengan harus menaati dan mengikuti tidak lanjut dan pemeriksaan lanjutan masing-masing hasil pemeriksaan RT sebagaimana tabel dalam BAB II Huruf C angka 2 huruf b, dan angka 3 huruf b, yang dalam pemeriksaan lanjutannya juga harus dilakukan PCR.
Selain itu, Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang pencegahan dan pengendalian kasus COVID-19 Varian Omicron (SE Omicron), pada poin kedua menjelaskan bahwa:
Dalam melakukan deteksi varian Omicron (B.1.1.529) perlu memastikan semua spesimen kasus konfirmasi COVID-19 diperiksa dengan ketentuan:
a. Bagi laboratorium yang melakukan pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) termasuk pemeriksaan RT-PCR:
ADVERTISEMENT
b. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pemeriksaan dengan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag), maka melakukan pengambilan spesimen ulang untuk dikirim ke laboratorium rujukan yang dapat mendeteksi SGTF.
ADVERTISEMENT
Sehingga berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terkonfirmasi maupun tidak terkontaminasinya pekerja/karyawan/buruh terhadap COVID-19 harus ditentukan berdasarkan hasil PCR dan Rapid Test Antigen.
2. Apabila Pekerja/Karyawan/Buruh Terkonfirmasi COVID-19, Tempat Usaha, Kantor Atau Perusahaan Tidak Diwajibkan Untuk Tutup Sampai Selama 3x24 jam.
Dalam bagian Ketiga Penetapan Kepmenkes 328/2020 disampaikan bahwa: “Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Panduan Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri Dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha Pada Situasi Pandemi, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dan dapat melibatkan masyarakat.”.
(Secara berkala dapat diakses di http://infeksiemerging.kemkes.go.id. dan kebijakan Pemerintah Daerah setempat)
Sehingga berdasarkan hal tersebut, apabila ada pekerja/karyawan/buruh yang terkontaminasi COVID-19, maka tempat usaha, atau kantor, atau perusahaan tidak harus tutup 3x24 jam. Hal tersebut tergantung dan mengikuti berdasarkan peraturan daerah maupun peraturan gubernur masing-masing daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
Kami mengambil contoh Kota DKI Jakarta yang di mana Gubernur Kota DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2020. Di dalamnya terdapat aturan penutupan tempat usaha, kantor, maupun perusahaan harus ditutup selama 3 (tiga) hari atau 3x24 jam.
Namun perlu diketahui aturan ini hanya berlaku di daerah Kota DKI Jakarta itu saja atau tempat wilayah kewenangan pemerintah daerah dan gubernur yang mengeluarkan peraturan daerah maupun peraturan gubernur tersebut, dan tidak berlaku di daerah lainnya yang memiliki peraturan daerah/gubernur sendiri.
Langkah upaya tindak lanjut dan penanganan bagi tempat usaha, kantor atau perusahaan ketika pekerja/karyawan/buruh yang bekerja di tempat tersebut terjangkit COVID-19 telah disampaikan dalam BAB II huruf C angka 6 point e Kepmenkes 328/2020, di mana langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Segera lakukan pembersihan dan disinfeksi pada ruangan/area kerja yang terkontaminasi pekerja sakit ODP, PDP atau konfirmasi positif COVID-19 (Panduan disinfeksi dilihat pada www.covid19.kemkes.go.id.)
a. Tutup ruangan/area kerja yang pernah digunakan oleh pekerja sakit selama minimal 1x24 jam sebelum proses pembersihan dan disinfeksi dilakukan untuk meminimalkan potensi terpajan droplet saluran pernafasan.
b. Pembersihan dilakukan dengan melap semua area kerja pada permukaan-permukaan yang sering disentuh pekerja sakit dengan cairan disinfektan (misalnya meja/area kerja, gagang pintu, pegangan tangga, lift, keran air, dan lain sebagainya).
c. Melakukan penyemprotan dengan cairan disinfeksi pada ruangan yang terkontaminasi pekerja sakit (seperti ruang kerja, ruang rapat, toilet, ruang ibadah, dan lain sebagainya).
d. Buka pintu dan jendela ke arah ruang terbuka untuk meningkatkan sirkulasi udara di dalam tempat tersebut. Jika memungkinkan, tunggu lagi selama 1x24 jam setelah proses pembersihan dan disinfeksi dilakukan
ADVERTISEMENT
3. Apabila Pekerja/Karyawan Isolasi Mandiri (Isoman) dan/atau Terkonfirmasi COVID-19, Perusahaan Tetap Wajib Membayarkan Upah/Gaji Pekerja/Karyawan/Buruh.
BAB II Huruf B angka 1 huruf m point 4 Kepmenkes 328/2020 yang telah mengatur mengenai jangka waktu isolasi mandiri (Isoman) yaitu selama 14 (empat belas) hari. Bagi pekerja yang baru kembali dari perjalanan dinas ke negara/daerah terjangkit COVID-19 pekerja diwajibkan melakukan karantina mandiri di rumah dan pemantauan mandiri selama 14 hari terhadap gejala yang timbul dan mengukur suhu 2 kali sehari. Namun, dengan adanya SE Omicron, masa karantina telah menjadi 10 hari saja.
Lebih lanjut dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan No M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Buruh/Pekerja dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19, mengamanatkan setiap gubernur untuk melaksanakan perlindungan pengupahan bagi pekerja/buruh terkait pandemi COVID-19, dengan ketentuan berikut:
ADVERTISEMENT
1. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai ODP terkait COVID-19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak dapat masuk kerja paling lama 14 hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh.
2. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan suspect atau terduga COVID-19 dan diisolasi/dikarantina menurut keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa isolasi/karantina.
3. Bagi pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena penyakit COVID-19 yang dibuktikan dengan keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan.
4. Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah daerah masing-masing dalam mencegah dan menanggulangi COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh.
ADVERTISEMENT
Dan juga sebagaimana disampaikan dalam BAB II huruf B angka 1 point d Kepmenkes 328/2020 bahwa: “Jika pekerja harus menjalankan karantina/isolasi mandiri agar hak-haknya tetap diberikan”.
Sedangkan terkait upah pekerja/buruh yang tidak bekerja karena sakit atau positif COVID-19 dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan, ketentuan yang dimaksud tersebut adalah UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, Pasal 93 ayat 1, 2(a), dan 3 yang mengatur sebagai berikut:
1. Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila (a) Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
3. Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf a sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
· Untuk 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah
· Untuk 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah
· Untuk 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah
· Untuk 4 bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
Dengan demikian, apabila pekerja/karyawan/buruh terjangkit atau terkontaminasi COVID-19, atau sedang melakukan Isoman, maka mereka tetap berhak untuk mendapatkan gaji penuh yaitu upah pokok dan tunjangan tetap sebesar yang ia terima selama ini selama masa Isoman sampai dengan selesai atau selama terkontaminasi/terjangkit COVID-19 sampai dengan sembuh,
4. Karyawan Terkonfirmasi COVID-19 Biaya PCR Ditanggung Oleh Perusahaan/Pemerintah.
Pemerintah telah mengimbau kepada Perusahaan-perusahaan untuk wajib memberikan biaya PCR kepada pekerja/karyawan/buruh. Dalam BAB III Kepmenkes 328/2020 dijelaskan hal-hal terkait koordinasi antara tempat kerja dengan pemerintah daerah dalam penanganan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Secara terbuka dan melalui media-media pers pemerintah telah mengumumkan untuk akan membantu perusahaan-perusahaan yang terkendala dalam biaya penanggungan penanganan COVID-19 seperti RT maupun PCR, dengan persyaratan harus adanya koordinasi antara perusahaan-perusahaan tersebut dengan pemerintah daerah maupun dinas ketenagakerjaan setempat.
Demikian jawaban dan penjelasan yang dapat kami sampaikan perlu Anda ketahui terdapat hak-hak karyawan jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan jika dilakukan dengan alasan COVID-19.
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten