Kasman Singodimedjo, Pahlawan yang Turut Merumuskan Konstitusi Negara

8 November 2018 14:47 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi beri gelar pahlawan nasional. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi beri gelar pahlawan nasional. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Jokowi menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 6 orang yang dianggap berjasa bagi bangsa dan negara. Salah satunya adalah Mr Kasman Singodimedjo.
ADVERTISEMENT
Mungkin banyak masyarakat yang tak mengetahui sosok Kasman. Dia adalah sosok yang berjasa besar di bidang hukum dan kehakiman di awal kemerdekaan Indonesia. Dia juga turut merusmukan konsep konstitusi negara.
Pria kelahiran Purworejo, 25 Februari 1904 itu adalah adalah Jaksa Agung Indonesia periode 1945 - 1946. Ia juga menjabat Menteri Muda Kehakiman pada Kabinet Amir Sjarifuddin II.
Selain terjun di dunia hukum dan kehakiman, Kasman juga terjun di dunia politik. Ia pernah didapuk sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang menjadi cikal bakal dari DPR.
Mr. Kasman Singodimedjo. (Foto: Facebook/@Kasman Singodimedjo, Mayjen TNI (Purn.) Prof.Dr.Mr. H.R.)
zoom-in-whitePerbesar
Mr. Kasman Singodimedjo. (Foto: Facebook/@Kasman Singodimedjo, Mayjen TNI (Purn.) Prof.Dr.Mr. H.R.)
Sejak muda, Kasman aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Ia mengenal dekat tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH Ahmad Dahlan dan Ki Bagus Hadikusumo. Sejak 1935, ia telah aktif dalam perjuangan pergerakan nasional, terutama di daerah Bogor.
ADVERTISEMENT
Pada 1938, Kasman ikut membentuk Partai Islam Indonesia di Surakarta bersama KH Mas Mansoer, Farid Ma’ruf, Soekiman, dan Wiwoho Purbohadidjoyo. Pada Muktamar 7 November 1945 Kasman terpilih menjadi Ketua Muda III Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Selain itu ia juga bergabung dalam organisasi Jong Islamieten Bond (JIB) bersama KH Agus Salim, HOS Tjokroaminoto, KH Ahmad Dahlan, dan Natsir, Namun, sayangnya karena aktivitas politiknya ini, Kasman ditangkap dan ditahan oleh pemerintahan Belanda, pada Mei 1940.
Ilustrasi penjajahan Belanda (Foto: Twitter@tukangpulas)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penjajahan Belanda (Foto: Twitter@tukangpulas)
Bukti jasa perjuangan Kasman berlanjut saat penjajahan Jepang. Pada masa itu, Kasman menjadi Komandan PETA Jakarta. Kasman merupakan salah satu tokoh yang berperan dalam mengamankan pelaksanaan upacara pembacaan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Selama proses kemerdekaan, Kasman diangkat menjadi anggota PPKI oleh Sukarno.Kasman juga turut berjasa di BPUPKI saat merumuskan konsep konstitusi negara, UUD 1945.
ADVERTISEMENT
Usai kemerdekaan, Kasman menjadi salah satu pihak yang memikirkan cikal bakal organisasi ketentaraan Indonesia, yakni Badan Kemananan Rakyat (BKR). Pada 23 Agustus 1945 atas Dekrit Presiden BKR dibentuk dan menetapkan Kasman sebagai Ketua BKR Pusat. BKR terdiri dari tenaga militer PETA, Heiho, dan KNIL.
Kasman juga diangkat sebagai anggota lalu menjadi ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang secara resmi dibentuk pada 29 Agustus 1945. Peran dan kiprah Kasman semakin moncer setelah diangkat menjadi Jaksa Agung pada 1945 - 1946 menggantikan Gatot Taroenamihardja.
Presiden Sukarno (tengah) didampingi Wapres Mohammad Hatta (kanan) membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan RI di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, 17 Agustus 1945. (Foto: ANTARA FOTO/IPPHOS)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Sukarno (tengah) didampingi Wapres Mohammad Hatta (kanan) membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan RI di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, 17 Agustus 1945. (Foto: ANTARA FOTO/IPPHOS)
Saat menjabat sebagai Jaksa Agung, Kasman mengeluarkan Maklumat Jaksa Agung No. 3 tanggal 15 Januari 1946. Maklumat itu berisi ajakan kepada para gubernur, jaksa, dan kepala polisi untuk membuktikan Republik Indonesia adalah negara hukum, yaitu negara yang selalu menyelenggarakan pengadilan yang cepat dan tepat.
ADVERTISEMENT
Bersama Partai Masyumi, Kasman menduduki posisi yang sangat strategis di pemerintahan Perdana Menteri Amir Sjarifuddin II. Ia didaulat sebagai Menteri Muda Kehakiman mulai 11 November 1947 hingga 29 Januari 1948.
Karier moncer Kasman tak bertahan lama saat era demokrasi terpimpin. Selama era itu, kehidupan partai politik mulai dibatasi. Pada 17 Agustus 1960 diterbitkan Keppres Nomor 200/1960 dan Keppres Nomor 201 Tahun 1960 yang ditujukan kepada Partai Masyumi untuk membubarkan diri. Pembubaran Masyumi ini terkait dengan adanya pemberontakan PRRI Permesta yang diduga mendapatkan dukungan Partai Masyumi.
Pada 9 November 1963, Kasman ditangkap dan ditahan karena didakwa melakukan perkumpulan dengan tujuan kejahatan. Selain itu, ia dituduh berencana membunuh Sukarno dan menyelewengkan Pancasila. Akhirnya, dakwaan itu diputus pada 14 Agustus 1964 dengan hukuman penjara 8 tahun, yang pada tingkat banding berubah menjadi 2 tahun 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Setelah kekuasaan Sukarno runtuh dan digantikan pemerintahan Orde Baru, sosok Kasman hilang bak ditelan bumi. Namun ia diketahui tetap aktif dalam organisasi Muhammadiyah hingga akhirnya meninggal di Jakarta, pada 25 Oktober 1982 dalam usia 70 tahun.
Pada tahun 2012, AM Fatwa mengusulkan agar Kasman mendapat gelar pahlawan. Kasman memiliki catatan perjuangan kemerdekaan secara militer dan politik.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Dok. MPR RI)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Dok. MPR RI)
Usulan ini mencuat kembali pada tahun 2015. Salah satu yang mengusulkan adalah Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Hidayat menyebut Kasman berjasa merumuskan konsep konstitusi negara. Hidayat menyebut Kasman adalah ketua KNIP yang merupakan cikal bakal DPR. Kasman berjasa dalam proses penyusunan UUD 1945.
Sementara itu, Presiden Jokowi menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Kasman, karena tokoh Muhammadiyah ini merupakan pemersatu bangsa saat proses pengesahan UUD 1945. Saat rapat PPKI, Kasman berhasl meluluhkan hati tokoh golongan Islam Ki Bagus Hadikusumo untuk menghilangkan tujuh kata terkait syariat Islam dalam sila pertama Pancasila, yakni 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'.
ADVERTISEMENT
Tujuh kalimat ini dihilangkan karena mendapat penolakan dari perwakilan Indonesia bagian timur jika tujuh kata tersebut tetap dipertahankan.