Kasus 39 Anak Difabel Kota Yogya Tak Diterima di SMP Negeri Akan Diadukan ke ORI

5 Juli 2024 18:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Program Officer Sasana Inklusi dan Advokasi Difabel (Sigab) Indonesia, Ninik Heca, mengadvokasi 39 anak difabel yang tak diterima SMP Negeri di Kota Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Program Officer Sasana Inklusi dan Advokasi Difabel (Sigab) Indonesia, Ninik Heca, mengadvokasi 39 anak difabel yang tak diterima SMP Negeri di Kota Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sasana Inklusi dan Advokasi Difabel (Sigab) Indonesia yang mengadvokasi 39 anak difabel yang tak diterima di SMP Negeri di Kota Yogyakarta akan melaporkan kasus ini ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY (ORI DIY).
ADVERTISEMENT
"Kita akan menempuh langkah, akan ada pengaduan ke ORI baik nanti oleh orang tua langsung maupun dari orang tua tapi dikuasakan Sigab sebagai lembaga yang akan mendampingi melakukan advokasi ini," kata Program Officer Sigab, Ninik Heca, ditemui di Kantor Sigab di Berbah, Kabupaten Sleman, Jumat (5/7).
Harapannya dengan pengaduan tersebut ada tindakan yang bisa mewadahi 39 anak ini untuk bisa masuk ke sekolah negeri.
"Walaupun itu nanti jadi pilihan karena mungkin ada beberapa yang sudah memilih ke sekolah swasta," katanya.
Terdampak Sistem Baru
Ke-39 anak difabel ini terdampak sistem baru PPDB 2024. Dalam sistem online ini anak hanya dibatasi memilih tiga sekolah. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang bisa memilih 16 SMP negeri di Kota Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Ketika tak masuk zonasi radius di tiga sekolah yang dipilih, otomatis anak tersebut tak bisa masuk sekolah negeri.
"Tahun ini ada sistem berbeda jadi mereka hanya bisa memilih tiga sekolah. Ketika tiga ini tidak bisa masuk, mereka tidak bisa memilih sekolah (negeri) lain lagi," jelasnya.
Padahal 33 Kuota Kosong
Sementara itu, Ketua Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center Disdikpora Kota Yogyakarta, Aris Widodo, membenarkan ada 39 siswa difabel yang tak masuk SMP negeri di Kota Yogyakarta.
"Ketika mereka sudah melakukan verifikasi dia masuk sistem online dia tidak bisa mengubah pilihan. Ketika salah memilih sekolah satu, dua, tiga namun ternyata sekolah ini dipilih banyak orang sehingga penuh maka dia akan terlempar dari situ," kata Aris.
ADVERTISEMENT
Total pendaftar PPDB SMP Negeri jalur afirmasi disabilitas 179 peserta. Sementara kuota 173 kursi. Dari seleksi berdasarkan jarak ada 140 peserta didik difabel yang diterima. Masih ada 33 kuota yang kosong di empat sekolah.
"Batasan pilihan yang tiga kemudian tidak bisa melakukan perubahan (pilihan) itu yang membuat anak-anak kita 39 terlempar. Sedangkan ada 33 kuota yang kosong di empat sekolah," ujarnya.
Lalu apakah bisa kuota 33 yang kosong bisa diisi dengan siswa difabel yang belum diterima. "Kalau berdasarkan sistem peraturan PPDB online tidak bisa, karena itu sudah dikunci. Sistem juga dari luar," bebernya.
Sekolah Wajib Buka 5 Persen Kuota Difabel
Petugas membantu orang tua murid dan calon peserta didik baru melakukan pengecekan status pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Posko Pelayanan PPDB, Jakarta, Senin (10/6/2024). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Setiap sekolah diwajibkan membuka kuota 5 persen untuk difabel. Sistem penerimaan sendiri dengan zonasi. Siswa yang masuk diurutkan dari yang rumahnya terdekat.
ADVERTISEMENT
"Permasalahan utamanya satu ya karena masalah sistemnya itu, karena tiga pilihan tersebut tidak bisa mewadahi aspirasi anak," katanya.
9 Anak Masuk Swasta
Dari 39 anak ini, ada sembilan anak yang sudah mendaftar ke sekolah swasta.
Anak yang tak diterima di SMP negeri ini diberikan kuota di PPDB SMP swasta dengan Jaminan Pendidikan Daerah.
"Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) sebanyak Rp 4 juta per tahun. Rp 4 juta itu yang Rp 1 juta untuk keperluan pribadi yang Rp 3 juta itu untuk operasional di sekolah," katanya.
"Itu menurut saya juga tidak cukup, sekolah itu tidak hanya itu. Ketika anak terlempar ke sekolah swasta otomatis biayanya akan lebih besar. Itu yang membuat kita sedih di situ," katanya.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan ketika sistem manual seperti dahulu semua anak difabel diterima di SMP negeri. "Kita empat tahun berturut-turut tidak pernah menolak anak difabel satu pun," tegasnya.
Aris menegaskan instansinya terus berupaya agar seluruh siswa difabel ini tetap bersekolah.
"Keberpihakan kami ke anak-anak (difabel), anak-anak itu wajib dapat sekolah," tegasnya.