Kasus Anak ODGJ Bunuh Ibunya Terjadi di Bali-Jabar, Bagaimana Proses Hukumnya?

21 September 2022 13:13 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pembunuhan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembunuhan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kasus pembunuhan yang melibatkan pelaku dalam gangguan jiwa atau ODGJ beberapa hari terakhir terjadi di Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali pada Minggu (18/9) dan Purwakarta, Jawa Barat pada Rabu (21/9).
ADVERTISEMENT
Untuk kasus pembunuhan yang terjadi di Bali melibatkan pelaku berinisial IWA (25). Dia tidak hanya membunuh ibu kandungnya, tapi juga membunuh nenek dan ibu tirinya. Aksi keji itu dilakukan pelaku pada waktu yang berbeda tepatnya pada 2016 (ibu), 2017 (nenek), dan ibu tirinya.
"Pembunuhan itu berawal dari Ibu kandungnya sekitar tahun 2016, neneknya tahun 2017, dan Ibu tirinya berinisial NW (48) pada Minggu (18/9) sekitar pukul 18.30 WITA lalu," kata Kapolsek Payangan AKP I Putu Agus Ady Wijaya lewat keterangannya, Senin (19/9).
Menurut Putu, pelaku diduga mengalami gangguan jiwa. Hal itu hasil dari pemeriksaan medis usai membunuh ibu kandungnya pada 2016 lalu. Dia sempat ditahan di rumah sakit jiwa saat itu, kemudian dilepaskan hingga akhirnya kembali membunuh neneknya.
ADVERTISEMENT
Entah mengapa, IWA kembali melakukan penganiayaan terhadap nenek dan Ibu tirinya. Padahal, berdasarkan keterangan ayahnya berinisial PY (47), kondisi IWA baik-baik saja pada Minggu (18/9). PY bahkan sempat mengajak PY menghirup udara segar di sekitar rumah.
"Ada tempat khusus rumah sendiri dia. Ada kamarnya, dapurnya, kamar mandinya di sebelah rumah utama," ujar Putu Agus.
Kepolisian belum dapat memastikan apakah pelaku dapat dipidana atau tidak saat itu, Putu mengaku akan melibatkan tim medis lagi untuk memeriksa kondisi IWA.
"Kita fokus dulu pada penangkapan yang bersangkutan dulu, baru nanti kita minta keterangan dari rumah sakit," pungkasnya.
Anak ODGJ di Purwakarta Tusuk Ibu 20 Kali hingga Tewas
Belum ada sepekan kasus pembunuhan ibu tiri di Bali, tepatnya Rabu (21/9), terjadi pembunuhan dengan cara yang sama di Purwakarta, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Seorang anak berinisial TS tega menghabisi nyawa ibunya, Masitoh, diindikasi mengidap gangguan jiwa. Pelaku disebut telah berobat sejak tahun 2019 lalu. Hal itu didasarkan hasil pemeriksaan kepada pelaku yang telah diamankan oleh polisi pasca kejadian.
"Indikasi awal pelaku mengalami gangguan jiwa dan sudah berobat sejak 2019," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo melalui pesan singkat pada Rabu (21/9).
Pelaku baru pertama kali marah hingga menghabisi nyawa orang lain. Diketahui, aksi pembunuhan itu dilakukan pelaku dengan memakai senjata tajam.
"Baru pertama kali ini dia (pelaku) melakukan hal seperti ini, biasanya enggak pernah marah-marah, kalau obatnya habis hanya suka bengong dan melamun. Penanganan saat ini oleh Satreskrim Polres Purwakarta," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Ibrahim Tompo menegaskan, proses penyidikan oleh polisi bakal tetap dilakukan pada pelaku meski diindikasi pelaku mengidap gangguan jiwa.
"Proses sidik tetap dijalankan," ungkap Tompo.
Proses Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana yang Mengalami Gangguan Jiwa
Dalam hukum pidana, pelaku yang melanggar melanggar hukum harus memenuhi asas-asas hukum pidana. Salah satu asas hukum pidana tersebut adalah asas legalitas.
Asas tersebut menjadi acuan yang tidak tertulis dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana, sehingga dapat dijatuhi hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dari penelusuran kumparan, ternyata ada pengecualian terhadap pelaku yang mengalami gangguan jiwa. Ini diatur dalam Pasal 44 KUHP. Tapi perlu digaris bawahai bahwa tidak semua jenis gangguan kejiwaan bisa membuat pelaku kejahatan lolos dari hukum dengan memanfaatkan Pasal 44 KUHP dan UU No.18 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 3 tentang Kesehatan Jiwa.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi Pasal 44 KUHP ayat 1:
Ayat 1
Bahwa tiada dapat dipidana barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal. Pasal ini menunjukkan bahwa orang dengan gangguan jiwa terbebas dari pidana.
Ayat 2
Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
Kemudian dapat dilihat dalam UU No.18 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 3 tentang Kesehatan Jiwa, berikut bunyinya:
Dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan orang dengan gangguan jiwa adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
ADVERTISEMENT