Kasus COVID-19 Membludak, Krematorium China Penuh Sesak

20 Desember 2022 18:54 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi krematorium. Foto: JENS SCHLUETER/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi krematorium. Foto: JENS SCHLUETER/AFP
ADVERTISEMENT
Krematorium berjuang keras menangani masuknya jenazah di seluruh China seiring negara itu memerangi gelombang kasus COVID-19.
ADVERTISEMENT
Kasus infeksi corona sedang menjangkiti seluruh negeri. Rumah sakit bersusah payah menolong pasien, sedangkan rak-rak apotek kosong melompong.
Lonjakan kasus tersebut muncul setelah pemerintah mendadak mencabut lockdown, karantina, dan tes corona massal yang telah berlaku selama bertahun-tahu di China. Menurut pihak berwenang, sekarang kasus infeksi bahkan tidak mungkin dilacak.
Dari wilayah timur laut hingga barat daya, staf krematorium bertempur mengimbangi lonjakan kematian.
Sebuah krematorium kini sudah kehabisan ruang untuk menyimpan jenazah di kota berpenduduk 30 juta orang, Chongqing.
Pekan ini, pihak berwenang setempat mulai mendesak warga dengan gejala ringan untuk bekerja dari kantor mereka.
"Jumlah jenazah yang diangkat dalam beberapa hari terakhir ini berkali-kali lebih banyak dari sebelumnya," ungkap staf krematorium itu yang merahasiakan namanya, dikutip dari AFP, Selasa (20/12).
ADVERTISEMENT
"Kami sangat sibuk, tidak ada lagi ruang penyimpanan dingin untuk jenazah. Kami tidak yakin [apakah kematian ini terkait Covid]," tambah dia.
Warga bentrok dengan petugas berpakaian APD yang memblokir pintu masuk kompleks perumahan di Shanghai, China. Foto: Reuters
Karyawan krematorium dari Distrik Zengcheng di Kota Guangzhou mengaku melangsungkan kremasi bagi 30 jenazah setiap harinya.
"Kami mendapatkan jenazah yang ditugaskan kepada kami dari distrik lain. Tidak ada pilihan lain," ujar karyawan tersebut.
Krematorium lainnya di kota itu mendapati kondisi serupa.
Tetapi, pihaknya tidak dapat menentukan apakah lonjakan permintaan di fasilitas tersebut berkaitan dengan COVID-19.
"Ini tiga atau empat kali lebih sibuk dari tahun-tahun sebelumnya, kami melakukan kremasi untuk lebih dari 40 jenazah per hari ketika sebelumnya hanya sekitar belasan," kata seorang staf.
"Seluruh Guangzhou seperti ini," imbuhnya.
Orang-orang mengantre di apotek untuk membeli obat sata wabah COVID-19 berlanjut, di Beijing, China, Selasa (6/12/2022). Foto: Thomas Peter/REUTERS
Tekanan semacam ini juga membebani staf fasilitas pemakaman di kota timur laut Shenyang. Seorang karyawan mengatakan, jenazah dibiarkan tak terkubur hingga lima hari karena krematorium penuh.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya apakah peningkatan tersebut diakibatkan corona, dia menjawab, 'Bagaimana menurut Anda? Saya tidak pernah menyaksikan tahun seperti ini'.
Otoritas lokal melaporkan hanya lima kasus kematian akibat corona di Beijing per Selasa (20/12). Sehari sebelumnya, dua kasus kematian dikabarkan di kota itu. Walau demikian, AFP melaporkan puluhan kendaraan berbaris menuju Dongjiao Crematorium.
Kebanyakan dari deretan kendaraan itu adalah mobil jenazah. Seorang pengemudi di depan antrean mengaku telah menunggu hingga beberapa jam untuk memasuki krematorium.
Tidak ada informasi tentang keterkaitan lonjakan tersebut dengan COVID-19. Staf krematorium pun menolak menjawab pertanyaan.
Petugas medis dengan pakaian pelindung mengumpulkan swab dari warga di lokasi pengujian asam nukleat selama pengujian massal putaran ketiga menyusul kasus penyakit virus corona (COVID-19) di wilayah Jishan Yuncheng, provinsi Shanxi, China. Foto: China Daily via REUTERS
Pihak berwenang meyakini bahwa menghitung jumlah warga yang jatuh sakit akibat corona kini sudah mustahil. Berakhirnya tes corona massal membuat lonjakan kasus sulit terlacak.
ADVERTISEMENT
Pejabat kesehatan menjelaskan, Beijing hanya akan menghitung korban yang secara langsung meninggal karena gagal pernapasan yang disebabkan corona dalam data kematian akibat COVID-19.
"Saat ini setelah terinfeksi varian Omicron, penyebab utama kematian tetap penyakit bawaan," terang Wang Guiqiang dari Peking University First Hospital pada konferensi pers Komisi Kesehatan Nasional (NHC).
"Lansia memiliki kondisi bawaan lain, hanya sedikit yang meninggal langsung karena gagal pernapasan akibat infeksi Covid. Kami tidak menghindari bahaya Covid. Pada saat yang sama, kami perlu mengkaji bahaya Covid secara ilmiah," tambah NHC.